Pada zaman dahulu kala, bumi penuh dengan gunung dan pegunungan. Demikian pula daerah Minahasa, diliputi gunung-gunung yang tinggi dan rendah. Gunung-gunung yang ada antara lain Kelabat, Soputan, Lokon, Dua Sudara, Mahawu, Tampusu, Tolangko, Kaweng, Simbel, Lengkoan, Masarang, dan Kawatak. Pegunungan yang ada antara lain Lembean, Kalawiran, dan Kumelembuai.
Nama gunung dan pegunungan sering disesuaikan dengan sifat yang biasa terjadi di gunung itu, misalnya Gunung Mahawu sifatnya sering mengeluarkan abu. Adakalanya gunung diberi nama orang, seperti Gunung Soputan. Ada pula nama yang diberikan sesuai keadaannya, misalnya Gunung Dua Sudara.
Sesuai namanya, Gunung Lokon berarti yang tertua dan terbesar. Pengertian lain ialah orang yang sudah tua, bahkan tertua da berbadan besar. Dalam bahasa daerah disebut Tua Lokon atau Tou Tua Lokon, artinya orang yang sudah tua.
Konon, gunung dan pegunungan itu ada penghuninya. Gunung Lokon dihuni Makawalang. Ia sungguh berbahagia karena hidup aman sejahtera di tempat itu tanpa gangguan.
Akan tetapi, pada suatu hari ia disuruh pindah tempat karena didesak orang lain yang merasa lebih berhak tinggal di situ. Penghuni itu bernama Pinontoan dengan istrinya bernama Ambilingan. Makawalang tidak bisa berbuat apa-apa. Ia menyerah dengan hati sedih. Alasan untuk membela diri tidak mungkin didengar Pinontoan. Akhirnya, dengan sedih dan kecewa Makawalang mengambil keputusan untuk segera meninggalkan tempat itu. Ia berjalan menerobos pohon-pohon besar sambil menuruni bukit mencari tempat lain.
Tiba-tiba Makawalang berhenti. Tampak olehnya sebuah. Ia pun masuk ke dalam gua itu hingga jauh ke dalam.
“Apakah yang akan kuperbuat di sini? Ah, lebih baik aku dirikan rumah di sini.” pikir Makawalang.
Ia menancapkan tiang-tiang besar penyangga tanah agar bumi jangan runtuh menindihnya. Ia juga memelihara babi hutan. Hiduplah ia dengan bebas dan bahagia, tidak ada orang yang dapat mengusiknya lagi.
Akan tetapi sayang, jika babi hutan-babi hutan itu menggosok-gosokkan badan mereka ke tiang penahan bumi, terjadilah gempa bumi. Gerakan atau getaran bumi itu terjadi secara mendadak. Apabila babi hutan kecil yang menggosokkan badannya, gempa itu tidak begitu terasa karena gerakan mereka lemah. Sebaliknya, jika babi hutan besar menggosok badan, biasa disebut kantong, gerakan gempanya keras dan besar. Itu berarti, mereka tidak hanya menggosok-gosokkan badan, tetapi juga bersuir-suir (mengorek-ngorek tanah). Di bumi bisa terjadi kerusakan rumah dan jembatan, bahkan dapat menyebabkan tanah longsor dan gelombang pasang.
Untuk meredakan gempa bumi itu, orang-orang di kampung yang berada di atas bumi harus menyembunyikan atau memukul tongtong, buluh, atau barang apa saja. Mereka juga harus berseru, “Wangko! Tambah hebat lagi!” Maksudnya untuk mengolok babi hutan-babi hutan Makawalang supaya berhenti menggosok.
Menurut cerita, pada mulanya Gunung Lokon adalah gunung tertinggi dan terbesar di Minahasa ataiu biasa disebut Malesung. Karena tingginya, jarak antara puncak Gunung Lokon dan langit hanya setangkai sendok. Tidak ada gunung di Minahasa dapat menyainginya.
Gunung Lokon pada Oktober 1991 pernah meletus yang menimbulkan kerugian material mencapai Rp 1 miliar. Ribuan jiwa penduduk di Desa Kakaskasen I, Kakaskasen II, Kinilow dan Tinoor, ketika itu setempat diungsikan besar-besar ke sejumlah daerah yang dinilai tidak rawan
Selain Gunung Lokon, terdapat pula Gunung Kelabat yang dahulu disebut Kalawat. Gunung ini rendah. Penghuni Gunung Kelabat ingin agar tempat tinggal mereka lebih tinggi dari Gunung Lokon. Kemudian, pergilah mereka menjumpai Pinontoan dan Ambilingan, memohon agar sebagian tanah Gunung Lokon ditambahkan ke Gunung Kelabat.
Karena sangat murah hati dan tidak kikir, Pinontoan dan Ambilingan memberikannya. Mereka tidak menyesal sebagian tanah Gunung Lokon diberikan kepada Gunung Kelabat.
Dengan penuh semangat, penghuni Gunung Kelabat memotong puncak Gunung Lokon. Tanah yang mereka ambil itu diangkut dan dibawa ke Gunung Kelabat. Mereka pun menimbun Gunung Kelabat dengan tanah dari Gunung Lokon.
Akan tetapi, banyak sekali tanah yang tercecer di sekeliling Gunung Lokon. Tanah yang tercecer ini membentuk gugusan gunung, seperti Gunung Kasehe, Gunung Tatawiran, dan Gunung Empung.
Sebelum mereka tiba di Gunung Kelabat masih banyak lagi tanah yang tercecer. Gumpalan-gumpalan tanah itu membentuk Gunung Batu Angus dan Gunung Dua Basudara.
Akhirnya, Gunung Lokon menjadi lebih rendah dari Gunung Kelabat. Sekarang, puncak Gunung Lokon tidak ada lagi karena sering meletus dan menjadi rendah. Sebaliknya, Gunung Kelabat sekarang ini menjadi gunung tertinggi di Minahasa.
Sumber: https://histori.id/dongeng-gunung-lokon-dan-gunung-kelabat/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja