|
|
|
|
Deskripsi dan Makna Tamiang Bali Tanggal 10 Aug 2018 oleh I Gede Jaya Wiadnyana. |
DESKRIPSI TAMIANG BALI
ARTI DAN MAKNA TAMIANG BALI
Tamiang berasal dari kata “Tameng” yang memiliki arti alat penangkis senjata. Dalam kaitan dengan hal ini tamiang merupakan simbol penangkis dari serangan atau sebagai alat perlindungan. Tamiang terbuat dari janur yang berbentuk bulat dan memiliki diameter berbeda-beda serta memiliki hiasan yang berbeda-beda. Dalam konteks perang batin, perang dalam kehidupan berwujud perang fisik di bhuwana agung (alam makrokosmos) maupun perang batin di bhuwana alit (alamt mikrokosmos). Justru, perang batin yang berkecamuk dalam hati itulah perang terbesar kita, terhebat dan terdahsyat. Inilah perang yang tidak pernah berhenti dan bahkan lebih sering menghadirkan kekalahan bagi umat manusia. Maka dari itu manusia sudah seharusnya membentengi diri dengan tamiang (tameng) yang tiada lain berupa pengendalian diri (indria).
Tamiang dalam konteks menjaga keamanan Bali, masyarakat hendaknya memiliki kebertahanan diri. Kebertahanan itu meliputi peningkatan kewaspadaan dan strategi menjaga keamanan. Dalam kaitan itu semua pihak memiliki tanggung jawab yang sama. Masyarakat hendaknya merasa terpanggil untuk memelihara Bali yang selama ini telah memberikan banyak hal bagi kehidupan. Dalam menciptakan rasa aman, umat di Bali menggunakan dua pendekatan baik sekala maupun niskala. Sekala-nya, masyarakat berupaya menciptakan rasa aman di lingkungan masing-masing. Menciptakan rasa aman mesti dimulai dari pribadi sendiri. Dengan berbekalkan kesadaran dari dalam diri, niscaya keamanan bisa tercipta.
Selain itu tamiang juga memiliki makna sebagai lambang Dewata Nawa Sanga, karena menunjukan sembilan arah mata angin. Dewata Nawa sanga adalah sembilan dewa atau manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang menjaga atau menguasai sembilan penjuru mata angin. Sembilan dewa itu adalah Dewa Wisnu, Sambhu, Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Mahadewa, Sangkara, dan Siwa. Tamiang juga melambangkan perputaran roda alam cakraning panggilingan. Lambang itu mengingatkan manusia pada hukum alam Jika masyarakat tak mampu menyesuaikan diri dengan alam, atau tidak taat dengan hukum alam, risikonya akan tergilas oleh roda alam. Dalam hari raya Kuningan biasanya tamiang dipasang di pojok rumah dan di pelinggih yang ada dirumah.
Tamiang juga memiliki tetuasan atau reringgitan yang berfungsi sebagai lambang banten, bahasa agama dalam bentuk symbol dalam kesungguhan pikiran untuk melakukan Yadnya. Reringgitan ini juga berfungsi sebagai pelestarian nilai luhur budaya bangsa, lambang diri kita sebagai (manusia), lambang Kemahakuasaan Tuhan, dan lambang dari alam semesta ini. Selain itu juga tetuwasan atau reringgitan merupakan bentuk dari ajaran yoga. Hal itu disebabkan karena saat kita membuat tetuwasan/reringgitan perlu konsentrasi untuk membuatnya, pemusatan pikiran agar dapat mewujudkan tetuwasan yang indah dan seni sebagai persembahan kehadapan ida sang hyang widhi. Maka dari itu kita dapat menganalogikan tetuwasan/reringgitan itu sebagai yoga karena saat kita membuatnya perlu pemusatan pikiran yang tenang dan konsentrasi yang tinggi
Dalam deskripsi tamiang ini akan menjelaskan 2 jenis tamiang yakni tamiang hias dan tamiang khusus untuk upacara.
TAMIANG HIAS
Tamiang hias memiliki fungsi utama untuk hiasan dalam sebuah acara semisal acara pernikahan. Tamiang hias tidak berisi porosan dan dapat dikreasikan sesuai keinginan dari si pembuat. Dalam gambar di bawah ini terlihat beberapa elemen dalam tamiang hias tersebut. Adapun elemen itu ialah :
TAMIANG UPACARA
Tamiang upacara memiliki fungsi utama untuk dipergunakan dalam upacara keagamaan semisal pada hari raya kuningan. Untuk hiasan dalam tamiang upacara tidaklah harus, boleh tanpa hiasan dan boleh juga menggunakan hiasan. Dalam gambar dibawah ini terdapat beberapa elemen yang ada di tamiang hias. Adapun elemen tersebut ialah :
#OSKMITB2018
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |