Cething adalah sebutan alat dapur yang berfungsi sebagai tempat menaruh nasi yang sudah matang dan siap dihidangkan untuk disantap. Masyarakat Jawa dulu mengenal cething terbuat dari anyaman bambu, berujud seperti mangkuk. Anyaman bambu itu dibuat dengan diameter rata-rata sekitar 20 cm dan tinggi 16 cm. Bagian atas diberi belahan bambu berbentuk lingkaran, sementara bagian bawah diberi belahan bambu persegi empat berfungsi sebagai alas atau kaki.Pada perkembangan teknologi, cething terbuat dari logam dan plastik. Namun, cething bambu hingga saat ini masih tetap eksis, terutama dipakai di daerah pedusunan dan rumah-rumah makan yang ingin menampilkan suasana tempo dulu. Cething juga biasa disebut dengan istilah wakul.
Cething sudah dikenal oleh masyarakat Jawa sejak lama. Masyarakat Nusantara lain tentu juga sudah lama mengenalnya. Bagi masyakarat Jawa, bisa melacak istilah cething ini dalam sebuah kamus bahasa Jawa “Baoesastra Djawa” terbitan 1939 karangan WJS Poerwadarminta halaman 637. Tentu sebelum masuk dalam istilah kamus, lama sebelumnya masyarakat sudah mengenalnya.
Keberadaan cething dari anyaman bambu ini sudah terdesak oleh barang serupa yang terbuat dari bahan yang lebih awet dan tahan lama, misalkan dari logam (aluminium, stenlis, dan sejenisnya), maupun berbahan plastik.
Namun begitu bukan berarti cething berbahan bambu lantas hilang begitu saja. Barang itu masih bisa dijumpai di pasar-pasar tradisional maupun di sentra anyaman bambu. Harganya cukup murah, sekitar Rp 5.000 per buah.
Cething dari bambu mudah rusak. Jika dipakai dalam jangka tertentu, 1—2 tahun dan terus-menerus, maka akan mengalami kerusakan. Maka barang yang sudah rusak, biasanya dibuang atau dijadikan kayu bakar. Itulah sebabnya, sangat jarang ditemukan artefak alat rumah tangga yang berbahan baku bambu. Salah satu cara pelacakan eksistensi benda-benda yang terbuat dari bambu adalah dengan mencarinya pada naskah-naskah kuno yang menyebutkan istilah benda tersebut.
Ada sebuah tempat di Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni daerah Pantai Trisik, Kulonprogo, yang menyebut cething dengan istilah “cething sumbangan”. Pasalnya, alat dapur ini sering dipakai oleh pemilik hajat untuk wadah nasi dan lauk-pauk yang diberikan kepada relasi yang baru saja menyumbang. Maka setiap ada hajatan, masyarakat penyumbang sekitar mayoritas mendapatkan “ulih-ulih” atau bingkisan nasi lauk-pauk dari pemilik hajat yang diwadhahi cething ini. Itu terjadi sebelum tahun 1990.
Selain berfungsi utama sebagai tempat nasi yang siap disajikan, terkadang pula para ibu rumah tangga menggunakan atau memanfaatkan cething sebagai wadah barang lain, misalkan tempat untuk menyimpan bumbon (bumbu dapur), empon-empon (jamu-jamuan) atau tempat menyimpan ubarampe menginang (suruh, tembakau, gambir, dan enjet).
Masih banyak sentra pembuatan alat dapur dari bambu, seperti cething, kalo, tampah, dan lainnya di DIY. Dua di antaranya adalah Desa Brajan, Sendangagung, Minggir, Sleman; dan Dusun Karangasem, Sendangagung, Muntuk, Dlingo, Bantul. Pengrajin di Brajan awalnya hanya membuat alat dapur tradisional, seperti cething dan sejenisnya. Begitu pula di daerah Karangasem, Bantul. Namun saat ini pengrajin di dua daerah itu telah membuat berbagai produk sesuai dengan permintaan pasar, yang jumlah item-nya tidak kurang dari 110 buah.
Ada kesamaan dalam penanganan cething sebelum dipakai. Biasanya masyarakat mencucinya dengan kawul, sepet atau sabun, sebelum digunakan untuk pertama kali. Hal ini untuk menghindari terjadi patah pada anyaman.
Setelah cething dipakai, biasanya direndam dulu pada ember berisi air, supaya sisa-sisa nasi yang lengket pada anyaman bambu terlepas. Hal ini untuk memudahkan pencucian. Setelah sekitar 15 menit direndam, cething baru bisa dicuci dengan kawul atau sepet. Bisa pula ditambahkan dengan menggunakan sabun.
Saat ini walaupun masyarakat sudah sangat jarang menemukan barang ini di toko-toko modern, tetapi bisa menjumpainya di pasar-pasar tradisional atau di sentra-sentra kerajinan bambu. Bisa juga ditemukan di museum atau di rumah makan yang menampilkan citra masa lalu.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2014/12/cething-tempat-nasi-dihidangkan/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.