Makanan Minuman
Makanan Minuman
Alat Masak Daerah Istimewa Yogyakarta DI Yogyakarta
Cething - DI Yogyakarta - DI Yogyakarta - Peralatan Masak
- 19 April 2018 - direvisi ke 2 oleh Gilbertlumbantobing pada 26 Juni 2024

Cething adalah sebutan alat dapur yang berfungsi sebagai tempat menaruh nasi yang sudah matang dan siap dihidangkan untuk disantap. Masyarakat Jawa dulu mengenal cething terbuat dari anyaman bambu, berujud seperti mangkuk. Anyaman bambu itu dibuat dengan diameter rata-rata sekitar 20 cm dan tinggi 16 cm. Bagian atas diberi belahan bambu berbentuk lingkaran, sementara bagian bawah diberi belahan bambu persegi empat berfungsi sebagai alas atau kaki.Pada perkembangan teknologi, cething terbuat dari logam dan plastik. Namun, cething bambu hingga saat ini masih tetap eksis, terutama dipakai di daerah pedusunan dan rumah-rumah makan yang ingin menampilkan suasana tempo dulu. Cething juga biasa disebut dengan istilah wakul.

Cething sudah dikenal oleh masyarakat Jawa sejak lama. Masyarakat Nusantara lain tentu juga sudah lama mengenalnya. Bagi masyakarat Jawa, bisa melacak istilah cething ini dalam sebuah kamus bahasa Jawa “Baoesastra Djawa” terbitan 1939 karangan WJS Poerwadarminta halaman 637. Tentu sebelum masuk dalam istilah kamus, lama sebelumnya masyarakat sudah mengenalnya.

Keberadaan cething dari anyaman bambu ini sudah terdesak oleh barang serupa yang terbuat dari bahan yang lebih awet dan tahan lama, misalkan dari logam (aluminium, stenlis, dan sejenisnya), maupun berbahan plastik.

Namun begitu bukan berarti cething berbahan bambu lantas hilang begitu saja. Barang itu masih bisa dijumpai di pasar-pasar tradisional maupun di sentra anyaman bambu. Harganya cukup murah, sekitar Rp 5.000 per buah.

Cething dari bambu mudah rusak. Jika dipakai dalam jangka tertentu, 1—2 tahun dan terus-menerus, maka akan mengalami kerusakan. Maka barang yang sudah rusak, biasanya dibuang atau dijadikan kayu bakar. Itulah sebabnya, sangat jarang ditemukan artefak alat rumah tangga yang berbahan baku bambu. Salah satu cara pelacakan eksistensi benda-benda yang terbuat dari bambu adalah dengan mencarinya pada naskah-naskah kuno yang menyebutkan istilah benda tersebut.

Ada sebuah tempat di Daerah Istimewa Yogyakarta, yakni daerah Pantai Trisik, Kulonprogo, yang menyebut cething dengan istilah “cething sumbangan”. Pasalnya, alat dapur ini sering dipakai oleh pemilik hajat untuk wadah nasi dan lauk-pauk yang diberikan kepada relasi yang baru saja menyumbang. Maka setiap ada hajatan, masyarakat penyumbang sekitar mayoritas mendapatkan “ulih-ulih” atau bingkisan nasi lauk-pauk dari pemilik hajat yang diwadhahi cething ini. Itu terjadi sebelum tahun 1990.

Selain berfungsi utama sebagai tempat nasi yang siap disajikan, terkadang pula para ibu rumah tangga menggunakan atau memanfaatkan cething sebagai wadah barang lain, misalkan tempat untuk menyimpan bumbon (bumbu dapur), empon-empon (jamu-jamuan) atau tempat menyimpan ubarampe menginang (suruh, tembakau, gambir, dan enjet).

Masih banyak sentra pembuatan alat dapur dari bambu, seperti cething, kalo, tampah, dan lainnya di DIY. Dua di antaranya adalah Desa Brajan, Sendangagung, Minggir, Sleman; dan Dusun Karangasem, Sendangagung, Muntuk, Dlingo, Bantul. Pengrajin di Brajan awalnya hanya membuat alat dapur tradisional, seperti cething dan sejenisnya. Begitu pula di daerah Karangasem, Bantul. Namun saat ini pengrajin di dua daerah itu telah membuat berbagai produk sesuai dengan permintaan pasar, yang jumlah item-nya tidak kurang dari 110 buah.

Ada kesamaan dalam penanganan cething sebelum dipakai. Biasanya masyarakat mencucinya dengan kawul, sepet atau sabun, sebelum digunakan untuk pertama kali. Hal ini untuk menghindari terjadi patah pada anyaman.

Setelah cething dipakai, biasanya direndam dulu pada ember berisi air, supaya sisa-sisa nasi yang lengket pada anyaman bambu terlepas. Hal ini untuk memudahkan pencucian. Setelah sekitar 15 menit direndam, cething baru bisa dicuci dengan kawul atau sepet. Bisa pula ditambahkan dengan menggunakan sabun.

Saat ini walaupun masyarakat sudah sangat jarang menemukan barang ini di toko-toko modern, tetapi bisa menjumpainya di pasar-pasar tradisional atau di sentra-sentra kerajinan bambu. Bisa juga ditemukan di museum atau di rumah makan yang menampilkan citra masa lalu.

 

Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2014/12/cething-tempat-nasi-dihidangkan/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline