Dalam Khazanah kesenian Cirebon dan khazanah kesenian Priangan, jenis kesenian yang selalu menampilakan ceritera dengan pelaku manusia adalah wayang wong. Seperti dijelaskan oleh Soedarsono, kata "wayang" dalam bahasa Jawa kuno (kawi) berarti "bayangan" atau "pertunjukan bayangan" dan kata wwang berarti manusia. Jadi wayang wwanh adalah pertunjukan wayang yang semula aktor-aktrisnya berupa boneka dari kulit atau golek kemudian diganti dengan manusia.
Setiap wayang wong Priangan memiliki cara pertunjukan khas. Cara adalah jalan (aturan, sistem) melakukan/menyajikan wayang wong Priangan untuk dipertunjukkan kepada masyarakat. Dari pertunjukan wayang wong Priangan sejak masa sebelum kemerdekaan sampai masa setelah kemerdekaan yang di alami oleh kelompok-kelompok di kalangan menak dan kelompok-kelompok di kalangan rakyat, terdapat dua cara pertunjukkan:
Mandiri adalah cara pertunjukan yang tidak bergantung pada orang lain, melainkan diselenggarakan/diadakan oleh kelompok wayang wong Priangan yang bersangkutan secara mandiri, atau sendiri diadakan oleh kelompok tersebut. Cara pertunjukan mandiri adalah satu-satunya cara pertunjukan wayang wong Priangan yang dialami oleh kelompok wayang wong Keuangan di kalangan menak/priyayi, baik sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaan.
Ditelaah dari peristiwa2 pertunjukannya, seperti dalam rangka perayaan hari besar menyambut tahun baru, Ulang tahun kerajaan Belanda, pelantikan bupati, menyambut pejabat tinggi kolonial Belanda, menyambut hari kemerdekaan, hari uang tahun berdirinya kota/kabuoaten dan hajata seputar keluarga, cukup jelas bahwa pertunjukan wayang wong Priangan hanya sebatas dari mereka untuk mereka sendiri. Begitu pula, dalam hal makna pertunjukan wayang wong, di samping untuk kepentingan menghibur diri, lambang status dan lambang peradaban halus, juga untuk mengukuhkan wibawa. Di sini akan lebih jelas lagi, bahwa dalam menyelenggarakan pertunjukan wayang Wong Priangan didasarkan atas kepentingannya sendiri.
Kaum menak atau priyayi sebagai penyelenggara dan juga sebagai seniman wayang Wong, tidak berpretensi untuk kebutuhan material. Sebagai kaum menak, mereka adalah orang-orang yang kaya di kabupatennya. Begitu pula, status kaum priyayi adalah pegawai pemerintahan (ambtenar) yang mempunyai gaji memadai. Pertunjukan wayang wong Priangan di kalangan menak atau wayang priyayi tetap membutuhkan biaya, antara lain untuk menutupi kebutuhan membayar para nayaga, dalang, dan termasuk para pelaku wanita dari kalangan rakyat. Akan tetapi kebutuhan biaya tersebut cukup ditanggulangi oleh para menak dan priyayi yang menjadi seniman. Dengan kata lain, tidak pernah mengandalkan penyelenggara.
Untuk mempertunjukkannya tidak pernah secara khusus ditanggap, maksudnya ada yang mengundang dan dibayar. Pertunjukan wayang wong seperti ini tidak termasuk sering dan diselenggarakan karena kepentingannya sendiri.
Mengenai peristiwa-peristiwa pertunjukan yang dialami oleh kelompok-kelompok wayang wong Priangan di kalangan rakyat sejak masa sebelum kemerdekaan sampai masa setelah kemerdekaan, umumnya cara pertunjukannya mandiri dan ditanggap. Pertunjukan kelilingnya diadakan di tempat-tempat tertentu dengan memungut bayaran (karcis) dari penonton termasuk dalam cara pertunjukan mandiri, rombongan bertindak atas inisiatif sendiri. Namun, dibandingkan dengan kondisi yang ada di kalangan menak, inisiatif dalam menyelenggarakan pertunjukan mandiri di kalangan rakyat didasari atas harapan akan adanya penonton. Dengan adanya penonton, berarti akan terkumpul sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari anggota rombongan wayang wong Priangan. Hal ini dapat dimengerti karena kontrak sosial antara rombongan dengan penonton yang membeli karcis adalah kontrak jangka pendek, yaitu satu pertunjukan atau karcis masuk ke pertunjukan adalah pembayaran ongkos yang pasti.
2.Ditanggap
Cara pertunjukan lainnya yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari adalah cara pertunjukan ditanggap. Ditanggap adalah cara pertunjukan dengan tujuan untuk memenuhi panggilan/undangan until kebutuhan huburan dalam perayaan atau hajatan. Melalui cara pertunjukan ditanggap ini biasanya akan terdapat banyak hal yang ditentukan oleh pihak pengundang, baik untuk kepentingan hiburan dalam hajatan, maupun hajatan khusus untuk ruwatan bagi yang disunat.
Hal yang ditentukan oleh pihak pengundang biasanya waktu atau tanggal dan bulan pelaksanaan pertunjukan, penyesuaian kondisi tempat pertunjukan yang ada, pilihan ceritera, dan ada pula pengundang yang secara khusus menetapkan lamanya waktu pertunjukan. Akan tetapi, besar-kecilnya imbalan senantiasa merupakan hasil persetujuan bers lama antara pimpinan kelompok wayang wong dengan pengundang.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja