Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Candi Bali Bali
Candi Tebing Gunung Kawi
- 26 Mei 2018

Pada sisi utara Gianyar, ada sebuah situs arkeologi yang menakjubkan. Diantara areal persawahan bertingkat dengan sistem irigasi tradisional subak, ada 10 (sepuluh) candi yang dipahat di dinding tebing batu pasir. Situs bersejarah yang bernama Candi Tebing Gunung Kawi ini termasuk didalam wilayah Banjar Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar.

Candi Tebing Gunung Kawi ini diperkirakan telah dibangun sejak pertengahan abad ke-11 Masehi, yaitu dimasa dinasti Udayana (Warmadewa). Pembangunan candi tersebut diperkirakan dimulai dimasa pemerintahan dari Raja Sri Haji Paduka Dharmawangsa Marakata Pangkaja Stanattunggadewa (944 sampai 948 Saka/1025 sampai 1049 M) dan berakhir dipemerintahan Raja Anak Wungsu (971 sampai 999 Saka/1049 sampai 1080 M). Dalam Prasasti Tengkulak yang berangka tahun 945 Saka (1023 Masehi), ada keterangan di tepi Sungai Pakerisan ada sebuah kompleks pertapaan (kantyangan) yang bernama Amarawati. Para arkeolog berpendapat, Amarawati mengacu dikawasan tempat Candi Tebing Gunung Kawi ini berada.

Secara tata letak, 10 (sepuluh) candi tersebar di 3 (tiga) titik. Lima diantaranya berada disisi timur Sungai Tukad Pakerisan, sementara itu sisanya tersebar di 2 (dua) titik disisi barat sungai. Lima candi yang berada disisi timur sungai dianggap sebagai bagian utama dari kompleks Candi Tebing Gunung Kawi ini.

Disebelah utara dari sisi barat Sungai Tukad Pakerisan, ada 4 (empat) candi yang berderetan dari utara sampai ke selatan dan menghadap ke arah sungai. Sedangkan, 1 (satu) candi lainnya berada disisi selatan, sekitar berjarak 200 meter dari keempat candi tadi.

Menurut sejarah, Raja Udayana dan juga permaisuri Gunapriya Dharmapatni mempunyai 3 (tiga) anak, yakni Airlangga, Marakata, dan juga Anak Wungsu. Sang sulung, Airlangga, lalu diangkat menjadi Raja Kediri menggantikan sang kakek, yaitu Mpu Sendok.

Ketika Udayana wafat, tahta pun diserahkan kepada Marakata yang kemudian diteruskan kepada Anak Wungsu. Kompleks Candi Tebing Gunung Kawi pada awalnya dibangun oleh Raja Marakata sebagai tempat pemujaan untuk arwah sang ayah, yaitu Raja Udayana.

Diantara kesepuluh candi di kawasan ini, diperkirakan bangunan pertama yang dibangun yaitu candi yang posisinya paling utara dari rangkaian 5 (lima) candi di timur sungai. Hal tersebut didasari oleh tulisan “Haji Lumah Ing Jalu” beraksara kadiri kwadrat dibagian atas gerbang candi.

Tulisan ini bermakna bahwa sang raja dimakamkan di jalu (Sungai Tukad Pakerisan) yang mengindikasikan bahwa candi inilah yang dibangun untuk tempat pemujaan arwah Raja Udayana. Keempat candi lainnya dirangkaian ini diduga kuat dibangun untuk permaisuri dan juga anak-anak Raja Udayana.

Sementara, empat candi yang berada disisi barat, menurut arkeolog Dr. R. Goris, kemungkinan merupakan kuil yang didedikasikan bagi keempat selir dari Raja Udayana. Sedangkan, 1 (satu) candi lainnya yang posisinya lebih ke selatan diduga dibangun bagi penasihat raja atau salah seorang pejabat tinggi kerajaan setingkat perdana menteri.

Dari beberapa referensi sejarah di zaman tersebut, keberadaan candi ini bisa dikaitkan dengan sosok Empu Kuturan. Empu Kuturan sendiri adalah utusan Raja Airlangga untuk adiknya, yaitu Raja Anak Wungsu. Dikemudian hari, Empu Kuturan diangkat menjadi seorang penasihat utama raja dan mempunyai peran penting dalam perkembangan Kerajaan Bedahulu.

Keseluruhan dari kompleks candi ini difungsikan sebagai pura, sarana dalam peribadatan keluarga kerajaan oleh Raja Anak Wungsu. Yang menarik, disekitar candi Hindu ini terdapat beberapa ceruk yang diidentifikasi oleh para arkeolog sebagai tempat guna bermeditasi umat Buddha atau vihara.

Ceruk-ceruk ini dipahat di dinding tebing, sama seperti halnya candicandi Hindu di sekitarnya. Keberadaan dari kompleks candi Hindu yang berdampingan dengan pertapaan Buddha ini menunjukkan bahwa Kerajaan Bedahulu saat itu telah menerapkan toleransi dan juga harmoni dalam kehidupan beragama.

Source: https://www.kamerabudaya.com/2017/04/candi-tebing-gunung-kawi-candi-unik-di-gianyar-bali.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev