|
|
|
|
Candi Cangkuang Tanggal 11 Nov 2014 oleh Sriutanti . |
Cangkuang adalah nama suatu desa berikut danau yang mengelilinginya. Candi yang ditemukan dan direkonstruksi di kawasan tersebut kemudian juga disebut Candi Cangkuang.Cangkuang termasuk Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Candi Cangkuang dinaungi oleh pohon-pohon tua dan langka di atas sebuah bukit –pulau di tengah-tengah danau Cangkuang. Kawasan ini merupakan ini merupakan suatu cekungan pada ketinggian ± 695 m di atas permukaan laut, dikelilingi bukit. Danau Cangkuang luasnya 6,5 Ha, banyak ditumbuhi teratai dan ganggang, merupakan taman air serba guna seperti pengairan sawah, perikanan, pemandian dan lain-lain.
Pulau Cangkuang terdiri atas bagian bukit dan dataran rendah. Candi Cangkuang terletak pada bagian paling tinggi, sekarang dihiasi pertamanan dan sebuah balai informasi, juga terdapat pemakaman setempat. Pada bagian dataran rendah terdapat kampung adat yang disebut Kampung Pulo, terdiri atas enam rumah tinggal dan satu langgar (mushola) sedangkan di tengah-tengah terdapat halaman yang cukup luas. Pulau Cangkuang dapat dicapai melalui daratan, yakni jalan setapak di tengah persawahan atau melalui jalan air dengan getek dari Desa Ciakar.
Pada desember 1966Drs. Uka Tjandrasasmita selaku ahli purbakala tertarik untuk menelusuri sisa-sisa arca Dewa Siwa diCangkuang seperti disebutkan dalam catatan-catatan lama (N.B.G tahun 1893 dan R.O.D. tahun 1914). Ternyata yang ditemukan di pulau itu bukan hanya Arca Siwa melainkan batu-batu bekas bangunan candi yang digunakan sebagai nisan-nisan kubur dan juga berserakan di berbagai tempat. Seletah dilakukan penelitian oleh Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional bersama para dosen dan para mahasiswa dari Jakarta dan Bandung dengan mengumpukan batu-batu, ekskavasi (penggalian), penggambaran, penyusunan percabaan, dan serangkaian diskusi diperoleh beberapa kesimpulan bahwa batu-batu itu merupakan sisa bangunan candi. Konsentrasi batu-batu yang ditemukan terletak di bawah pohon besar dengan denah candi berukuran 4,5 x 4,5 m.
Candi Cangkuang realtif berukuran kecil, dengan denah 4,5 x 4,5 m, tinggi 8,5 m. Bahannya dari batu andesit. Seperti candi-candi yang lain, Candi Cangkuang teridiri atas tiga bagian yaitu kaki, badan, dan atap.
Pada badan candi terdapat ruang (dgatu garba) berukuran 1,5 x 1,5 x 2 m dengan arca Siwa yang mengendarai lembu Nandi dalam posisi yang khas. Atapnya tumpang tiga berhias kemuncak menyerupai lingga dan simbar-simbar. Dinding berhias bingkai yang kosong tanpa relief. Sambungan batu satu sama lain disusun begitu saja tanpa alur, takuk maupun tonjolan, apalagi batu pengunci sama sekali tidak ada. Kesederhanaan hiasan dan teknik penyambungan batu ini menurut Ir. Ars. Sampurno S. (ahli Arsitektur purbakala) menandakan bahwa pembuatan candi ini masih dalam taraf awal.
Candi cangkuang adalah candi tunggal, tidak berkelompok seperti halnya candi Prambanan.
Sampai sekarang belum ditemukan bukti yang dapat mengaitkan Candi Cangkuang dengan masyarakat atau kerajaan tertentu. Data aerkeologis menunjukan bahwa sebelum pengaruh Hindu, di daerah Cangkuang dan sekitarnya sudah berkembang kebudayaan yang menghasilkan alat-alat mikrolit-obsidian, kapak/beliung batu, tembikar, alat-alat logam serta bangunan dari susunan batu.
Candi Cangkuang sendiri merupakan produksi budaya klasik yang pada waktu itu di Jawa Barat sendiri sudah berkembang kerajaan Taruma dalam tambo cina disebut To lo mo, kemudian Sun to (Sunda?) yang masih disebut-sebut hingga akhir abad ke-7.
Sementara arkeologis berpendapat bahwa ditilik dari bentuk bangunan, Candi Cangkuang berasal dari abad 8, namun menilik kesederhanaan hiasan dan teknik pembuatannya serta mengingat akan berita Cina tersebbut tidaklah mustahil kiranya Candi Cangkuang berasal dari abad ke-7. Setelah candi ini runtuh dan dilupakan orang sebagai bangunan suci agama Hindu zamanpun berganti, namun kekeramatannya masih dilestarikan dalam bentuk makam atau petilasan tokoh penyiar agama Islam. Proses kesinambungan budaya serupa ini umum kita jumpai dalam sejarah kebudayaan kita.
Setelah dikaji hampir sepuluh tahun lamanya, LPPN yang pada waktu itu dipimpin Dra. Ny. Satyawati Soeleimanberpendapat bahwa pemugaran secara memuaskan tidak mungkin, mengingat bahannya tinggal ±40% dan di mana letak serta menghadapnya secara pasti belum diketahui. Kalau dibiarkan terus, batu-batu akan makin aus dan banyak yang hilang tanpa dapat dinikmati oleh masyarakat, maka diputuskan untuk direkonstruksi. Untunglah yang ±40% itu masih mewakili unsur-unsur seluruh bagian candi. Tentang lokasinya tentnunya di tempat konsentrasi batu. Soal menghadap disesuaikan dengan kebiasaan arah hadap candi, yaiut ke timur (walaupun ada yang ke Barat).
Tahun 1974 sampai 1977 rekonstruksi dapat diselesaikann. Hasilnya dapat ditegakan lagi sebuah candi, meski secara arkeologis masih kurang mantap. Masih banyak masalah yang perlu dipecahkan, khusunya oleh para arkeolog, tetapi yang nyata Candi Cangkuang telah menjadi milik masyarakat dan menjadi cagar budaya nasional.
Nilai dan keindahannya kini telah banyak memikat pihak dan juga telah ikut memperkaya khasanah sasan wisata-budaya Indonesia. Menjadi tugas aparat pemerintah, khusunya Depdikbud setempat dan kewajiban kita semua untuk melestarikannya sebagai objek studi, sumber inspirasi serta objek wisata-budaya yang akan berdampak bagi semua pihak.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |