Calung Cimahi Apa Kabar ?
Pada awalnya calung sebagai alat musik tradisional dahulu dimainkan dalam berbagai ritual yang berhubungan dengan kehidupan agraris masyarakat Sunda, seperti Seren Taun dan Mapag Sri. Kini calung tidak hanya menjadi alat musik pengiring ritual, namun sudah menjadi seni pertunjukkan yang bersifat profan dalam berbagai kesempatan seperti : dalam penyambutan tamu, pernikahan adat, khitanan, dan juga perhelatan budaya.
Calung merupakan alat musik tradisional yang lahir dari budaya agraris masyarakat Sunda. Alat musik yang bertangga nada pentatonis ini terbuat dari bambu hitam yang bisa mengeluarkan bunyi yang lebih nyaring. Berdasarkan perkembangannya bentuk awal alat calung ini hanya berupa calung renteng atau calung rantay, yaitu berjajar mirip posisinya seperti alat gambang, yang direntangkan makanya disebut calung renteng atau calung rantay. Bentuk lainnya seperti calung yang berkembang belakangan disebut calung jingjing karena cara bawa alat musik calung ini ditengteng seperti bawa senapan laras panjang. Dan untuk memainkan calung ini adalah dengan cara dipukul pada ruas bambunya dengan menggunakan alat pemukul dari kayu (panakol) yang disesuaikan dengan keadaan alat calung.
Calung sebagai alat karawitan dan sebagai salah satu seni pertunjukan yang ada di Jawa Barat sampai masa sekarang ini masih bisa kita saksikan meskipun sudah jarang. Namun di perkotaan rasanya sudah kurang sekali frekuensi pertunjukkannya. Hal ini dikarenakan calung kurang mendapat apresiasi tidak seperti seni pertunjukkan lainnya, yang masih bisa diterima oleh masyarakat perkotaan dan pedesaaan.
Keberadaan calung ini seharusnya mendapat perhatian lebih karena calung ini sudah mulai ditinggalkan oleh para pelaku seninya. Untuk itu upaya pelestarian dan pengkemasan calung ini supaya bisa menarik dan bisa diterima dengan baik oleh masyarakat adalah sebuah tujuan yang diharapkan bisa memberi solusi pudarnya perhatian masyarakat terhadap calung ini.
Untuk itu keberadaan calung pada masa perkembangan 3 dekade terakhir ini menjadi suatu hal yang perlu dicermati, apa saja dinamika proses perjalanannya serta bagaimana calung ini memudar dari perhatian masyarakat.
Seni Calung sebagai sebuah seni pertunjukkan yang dimiliki oleh hampir setiap daerah di Jawa Barat ini, dalam setiap persoalan yang dihadapinya jelas sama , yaitu kurang perhatian dan keberpihakkan, serta ruang yang tidak tercipta. Hal tersebut semakin menambah beratnya masalah yang dihadapi seni pertunjukkan calung untuk tetap eksis di dalam dunia seni pertunjukkan, khususnya di daerah Cimahi begitu terasa pengaruhnya.
Apa yang menjadi masalah dalam seni pertunjukkan calung di Cimahi ini perlu kiranya kita ketahui, pertama masalah kepesenimanan calung yaitu tokoh-tokoh pemain calung senior yang notabene menguasai Karawitan calung ini apakah masih ada, berapa orang yang masih menguasai karawitan calung, masih setia kah, apa idealisme berseninya sudah memudar dihadapkan pada realita keseharian, bagaimana upaya regenerasinya ? itulah masalah-masalah yang harus diupayakan solusinya secepatnya.
Dengan menginventarisir masalah tersebut semoga masalahnya bisa sedikit demi sedikit dan secara bertahap bisa dituntaskan masalah-masalahnya.
Dahulu sekitar tahun 80-an di Cimahi seni pertunjukkan Calung pernah mencapai masa keemasannya, hal ini ditenggarai dengan banyaknya pentas seni Calung tersebut serta sering terlihat dan terdengar di tiap wilayah desa ataupun kelurahan di Cimahi ada latihan-latihan di sanggar-sanggar atau di lingkung seni-lingkung seni, sebuah fenomena indah kalau mengingat masa itu. Tercatat beberapa group yang berdiri di wilayah Cimahi seperti : Lingkung seni Calung Sekar Balebat, Calung Jebrag, Calung Dua Tonggar, Calawak Group, Patria, dan masih banyak lagi.
Dari Kota Cimahi ini dulu kesenian Calung ini disebarkan dilatihkan oleh tokoh-tokoh pemain senior Calung Cimahi ini antara lain ke Ciranjang-Cianjur, Pasir Jambu- Ciwidey, dan Tasik (Group Calung Dinamit-Dahana), Group Calung KOPPASUS (Batu Jajar), dll. Adapun nama-nama tokoh seniman Calung Cimahi di antaranya, Undang Lesmana, Cucu, Ita Ruswita, Nana, Iyan, Uyan, Omay, Momor, Supiat Supono, dan nama-nama lainnya.
Dalam hal prestasi kejuaraan atau pasanggiri di tingkat Jawa Barat pun Cimahi pernah mengukir prestasinya sebagai juara ke-1 se-Jawa Barat pada dekade tahun 80-an tercatat sebagai group pemenang waktu itu dari group Sekar Balebat, yang karena dari segi Karawitan Calungnya sangat memukau yaitu dalam memainkan komposisi Overture dan Komposisi tabuhan klasik Calungnya, seperti nama-nama tabuh (arransemen) : gonjing, badud, katiga banjaran, oray-orayan, rereogan, dan nyangcang randa. Dan inilah yang menjadi sebuah PR besar bagi para seniman Calung Kota Cimahi khususnya dan seniman Calung Jawa Barat pada umumnya untuk menginventarisir tabuh-tabuh klasik tersebut serta mendokumentasikan arransemen serta etode-etodenya.
Apakah ada karawitan Calung ? tabuh-tabuh atau arransemen klasik Calung, atau lagu-lagu khusus klasik Calung ? itulah tantangan bagi para Seniman Sunda dan peneliti seni budaya Sunda.
Narasumber : Cecep Saepul Gunawan, S.S