Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Selatan Musi Rawas
Bute Puru
- 13 November 2018

Konon menurut legenda ada kerajaan lama bernama kerajaan Sriwijaya yang di pimpin oleh seorang raja arif bijaksana. Sang raja memiliki tujuh orang putra. Yang paling bungsu diberi nama Bute Puru. Bute artinya buta, Puru artinya koreng atau kurap. Oleh sebab itulah si bungsu diberi nama Bute Puru. Bute Puru merupakan anak yang cerdas, berbudi pekerti luhur. Lain sekali dengan keenam saudaranya. Semuanya berhati culas, jahat, dan kejam.

                Suatu hari, sang raja memanggil ketujuh putranya. Sang raja menyampaikan bahwa dirinya sudah tua. Sudah sepantasnya dia digantikan oleh salah satu putranya.

                “Anak-anakku…ayah  sudah tua nak, sudah waktunya ayah harus istirahat ayah ingin salah satu kalian menggantikan ayah”

“Aku ayah! Aku! Akulah yang pantas menggantikan ayah” Jawab putra-putranya serentak. Hanya Bute Puru yang merunduk tak bergeming.

                “Bagaimana denganmu bungsu, apakah kau tidak ingin menjadi raja?”

“Ayahanda raja, bukankah kita punya tata cara aturan pemilihan raja? Hanya ayahanda yang tahu di antara kami siapa yang pantas menjadi raja untuk menggantikan ayahanda?” jawab Bute Puru hormat.  Sang raja tersenyum bahagia. Dalam hati ia memuji  Bute Puru. Kemudian raja membacakan kriteria menjadi raja. Salah satu syaratnya cerdas,  mempunyai kharisma dan berhati mulia. Hal itu hanya dimiliki oleh bungsu. Kharisma seorang pemimpin ada pada putra bungsunya.

“Baik, berikan ayah waktu untuk memilih siapa yang pantas menjadi raja menggantikan aku “  Kata Raja.

Raja mulai berpikir keras. Hanya si bungsu yang pantas menjadi pemimpin dan mempunyai kriteria sesuai dengan aturan adat mereka. Tapi raja ragu, bagaimana mungkin negeri besar ini akan dipimpin oleh seorang yang buta dan penuh koreng pula?. Tapi apa jadinya jika negeri yang besar ini dipimpin oleh raja-raja culas, serakah seperti keenam putranya?

Suatu hari, baginda raja pergi keluar kota untuk menghadiri perhelatan negara tetangga. Keenam putranya berembuk untuk menyingkirkan Bute Puru. Sebab mereka tahu, ayahanda pasti akan meilih Bute Puru untuk menjadi raja.

“Kita harus singkirkan Bute Puru dari bumi ini. Aku muak melihatnya. Buta! Puruan lagi! Chih!!”  Kata Sulung.

“Betul Kanda! Kita lenyapkan saya Bute tu, aku juga tak suka dengannya!” Kata yang nomor tiga pula.

“Tapi  mau kita singkirkan kemana? Dia itu kan adik kita juga kanda sulung?” Kata yang nomor enam.

“Aaa…mau kau bela pula bute puruan tu?” Kata nomor empat sambil meninju kepala nomor enam.

“Entahlah seperti orang yang mulia saja engkau” tambah nomor lima.

Akhirnya suatu malam Bute Puru mereka paksa keluar istana, dan dilemparkanlah Bute Puru ke dalam sungai yang deras. Berikut buku aturan undang-undang kerajaan mereka.

“Kak…apa salahku kak? Aku tidak pernah mengharap jadi raja” kata Bute Puru memelas.

“Ah..!! kami tahu ayahanda pasti akan memilih engkau Bute!! Kami tidak mau punya raja yang bute, puruan seperti kau! Ayahanda raja memang tidak punya mata. Kamilah sepantasnya menjadi raja. Tidak buta, dan tidak puruan!”

“Tapi….tapi…kak…aaauuuu”

“Byuuur!!!” Bute puru dilempar ke dalam sungai dan terbawa arus deras. Dengan susah paya Bute Puru berusaha mencari pegangan. Akhirnya ada sebilah bambu yang tersangkut di  akar. Bute Puru berpegangan kuat-kuat dan berusaha naik ke darat. Dalam keadaan basah kuyup dan kedinginan, Bute Puru mencari tempat berteduh. Berteduhlah Bute Puru di bawah pohon yang besar.

Bute Puru tidak tahu kalau hari telah malam. Dan malam itu malam bulan purnama. Kebetulan pada malam itu lima dewa turun ke bumi untuk mengadakan sidang tentang kelanjutan kerajaan Sriwijaya. Dipilihnyalah kayu besar persis tempat Bute Puru berteduh. Sehingga pembicaraan mereka di dengar oleh Bute Puru.

“Kerajaan Sriwijaya itu akan tentram apabila dipimpin oleh Bute Puru. Bute Puru akan sembuh apabila mandi di air telaga dewa. Dia tidak akan buta dan puruan lagi” Kata salah satu dewa. Akhirnya, keesokannya berjalanlah Bute Puru berusaha mencari telaga dewa. Dia tidak tahu harus pergi ke arah mana. Tiba-tiba…”Byuur!!” Bute Puru terpeosok dan masuk dalam air. Ajaib!! Kulitnya yang korengan menjadi bersih bercahaya, dan matanya yang buta dapat melihat. Dengan penuh sukur Bute Puru berusaha kembali ke kerajaan ayahnya menyelusuri sungai ketika ia dilempar keenam kakaknya.

Ketika sampai ke hulu, Bute Puru melihat sekelompok orang sedang memancing di sungai, dari suaranya Bute Puru tahu mereka adalah orang yang dikenalnya. Tapi tak satupun yang mengenal Bute Puru.

“Ada  apa ini?  Apa yang dipancing wahai Tuan” Kata Bute Puru kepada Hulu Balang.

“Buku peraturan kerajaan  kami di buang orang ke sungai ini. Dan pancing ini ada yang tersangkut, tapi tidak ada yang bisa menariknya. Anak-anak baginda raja tidak ada yang mau mengambilnya di dasar sungai.

“Baginda, bolehkan aku menyelaminya? Kata Bute Puru”

“Silakan anak muda” Jawab raja. Raja tidak tahu kalau orang yang dihadapanya adalah anaknya sendri. Akhirnya Bute Puru masuk ke dalam sungai. Sampai di dasar sungai Bute Puru melihat ada gua, dan melihat seorang gadis yang cantik luar biasa.

“Siapa kau Gadis…, apakah kau penghuni dasar sungai ini? Aku Bute Puru dari kerajaan di atas sana. Maaf..kalau kehadiranku tidak sopan. Aku tengah mencari kitab undang-undang yang jatuh kemari”  Kata Bute Puru

“Aku Temiang, Buku itu ada dengan ayahku. O ya, ayahku seekor naga. Kau harus beralih rupa. Kalau dia tahu ada manusia di sini dia pasti marah, kau pasti akan dimakannya. Sebentar lagi dia akan pulang”

Benar. Tiba-tiba seekor naga besar datang. Bute Puru buru-buru di ubah Temiang menjadi sekuntum kembang.

“Hmm….aku mencium bau manusia di sini. Apakah kau melihatnya Temiang.., aku ingin memakannya…hmm…”

“Ti..ti..dak ada manusia ayah...eehh...Aa…ayah…, apakah ayah sayang padaku…” Jawab Temiang ragu.

“Ya…jelas….ada apa putriku…tapi..bau manusia itu sangat dekat dengan kita. Aku jadi lapar..grrhhh”

”Jika Ayah sayang padaku..bolehkah aku memohon sesuatu Ayah..”

”Grrhh... apa yang kau pinta putriku...segala telaga di bumi Sriwijaya inikah? Itu kecil ankakku, Nyawaku pun akan kuberikan padamu..”

”Bukan ayah...bukan itu. Tapii...tapiii..”

”Tapi apa Temiang Putriku..” Potong sang Naga menggelegar. Apakah kau inginkan semua ikan di telaga ini?”

”Tidak ayah.., aku hanya ingin...agar ayah tidak memakan manusia satu saja. Aku..aku meyukainya Ayah, dan aku meyayanginya..Apakah Ayah tidak marah..”

“Oh…ho….ho…baiklah anakku Temiang aku izinkan kau...demi cintaku padamu, nak. Aku lupa kalau kau telah tumbuh dewasa”

Tiba-tiba ”Blep!”  Sekuntum bunga itu berubah menjadi seorang laki-laki gagah dan tampan. Singkat cerita si Naga setuju Bute Puru mempersunting Temiang. Akhirnya Bute Puru diizinkan naik ke darat. Alangkah bersuka citanya raja ketika buku undang-undang itu ditemukan kembali  dan yang lebih membuat Raja bahagia ternyata pemuda  yang gagah perkasa itu adah Bute Puru yang telah berubah atas izin dewa.

“Mana kitab itu anakku..” Sapa Raja.

“Ini ayahanda…” Ketika Bute Puru membuka kotak yang berisi Undang-undang itu, tiba-tiba munculah seorang gadis cantik  luar biasa.

“Hai! Siapa pula kau?” Kata raja terkejut.

“Ayahanda.., ini Temiang calon istriku. Dia adalah purti Naga yang telah menyelamatkan kitab kita” Kata Bute Puru. Raja sangat terharu. Akhirnya untuk mengungkapkan kebahagiannya, dipestakanlah Bute Puru dan Temiang,  Bute Puru  dinobatkan menjadi Raja dan Temiang menjadi permaisurinya. Sementara keenam saudaranya yang jahat, mereka minta maaf pada Bute Puru.Keenamnya menyadari kesalahan mereka. Bute Puru memaafkan mereka dan mengharapkan keenam saudaranya dapat membantunya menjalankan pemerintahan. Akhirnya kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan yang besar dan terkenal di seluruh dunia, berkat kebijakan Bute Pure yang cinta pada rakyatnya

Sumber:

http://folktalesnusantara.blogspot.com/2013/02/bute-puru.html?view=mosaic

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline