Pada zaman dahulu di daerah Minahasa, Sulawesi Utara, hiduplah seorang kakek dan cucunya yang pincang bernama Nondo. Setiap hari sang kakek pergi ke hutan berburu binatang dan mencari kayu bakar. Hasilnya dijual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua. Kedua orangtua Nondo sudah lama meninggal dunia.
Setiap kali kakeknya pergi ke hutan, Nondo selalu bersedih karena tidak diizinkan ikut. Kakeknya khawatir Nondo tidak akan kuat berjalan jauh. Kakek juga selalu berpesan pada Nondo agar dia mengunci pintu rumah sehingga tidak bisa dimasuki binatang buas.
Nondo akan menyambut kakek dengan gembira tiap kali kakek kembali ke rumah.
“Hore! kakek pulang,” kata Nondo.
“Lihat, Nak, Kakek membawa dua ekor burung puyuh dan ikan sepat dari sungai,” kata Kakek sambil menurunkan karung bawaannya.
“Ayo, kita bikin ikan bakar, Kek!” seru Nondo.
Sambil membakar ikan, Kakek bercerita tentang isi hutan kepada Nondo.
“Nondo, apakah kamu tahu apa yang kakek temukan di hutan hari ini?” tanya kakek.
Nondo menggeleng.
“Kakek melihat burung kakaktua yang sedang bertengger di pohon. Burung itu berbulu putih dan jambulnya berwarna kuning. Kakek juga melihat tupai-tupai yang sedang memakan biji-bijian dan tiba-tiba seekor ular besar mengganggu mereka,” kakek bercerita sambil mengeluarkan suara aneka binatang tersebut.
Nondo mendengarkan cerita kakek dengan gembira. Bahkan, sebelum tidur Nondo selalu berkhayal bertemu hewan-hewan tersebut dan ikut menirukan suara hewan-hewan persis seperti yang kakeknya ceritakan.
Suatu pagi, seperti biasa kakek akan pergi ke hutan. Nondo bertekad mengikuti kakeknya.
“Kek, izinkan Nondo ikut pergi ke hutan….” kata Nondo.
“Tidak, Nak! Kakek khawatir kamu susah berjalan,” ujar kakek.
“Huhuhu…. Aku ingin melihat binatang-binatang di hutan,” Nondo mulai menangis.
Kakek sangat menyayangi Nondo, mendengar cucunya menangis hatinya luluh.
“Baiklah, Nondo boleh ikut. Tapi, Kamu harus selalu berjalan di belakangku!” Tegas kakek.
Nondo mengangguk bahagia. Akhirnya, dia akan melihat aneka binatang yang selalu diceritakan oleh kakeknya.
Setibanya di hutan, Nondo berjalan mengikuti kakeknya. Sesekali kakek menengok ke belakang untuk melihat keadaan Nondo. Kakek khawatir Nondo terjatuh karena tersandung ranting kayu atau terpeleset karena tanah basah.
Binatang-binatang di hutan sangat menakjubkan. Kelinci, kupu-kupu, tupai, belalang, dan lain-lain. Nondo baru pertama kali melihat binatang-binatang tersebut, dia pun menghentikan langkahnya ketika melihat burung-burung yang sedang bertengger di pohon mahoni. Nando asyik bermain bersama burung-burung itu.
Setelah puas bermain dengan burung-burung dan binatang lainnya, Nondo baru menyadari bahwa dia telah kehilangan jejak kakeknya.
“Kakek! Kakek, di mana?” teriak Nondo panik.
Hari semakin sore dan hutan semakin gelap. Nondo menangis keras.
“Huhuhu….” isak Nondo.
Nondo menangis ketakutan ketika melihat binatang buas. Dia juga takut dengan suara burung hantu dan burung Kuow yang menyeramkan. Nondo menyesal karena dia tidak patuh mendengarkan perintah kakek untuk selalu berjalan di belakangnya.
Sementara itu, Kakek juga kebingungan mencari cucu kesayangannya.
“Nondo!” teriak kakek.
Kakek terus memanggil nama Nondo. Beliau bahkan kembali menyusuri jalan yang telah dilaluinya bersama Nondo. Namun, Nondo tak nampak batang hidungnya.
Kakek memutuskan untuk menunggu Nondo di rumah. Hingga beberapa hari lamanya, Nondo tidak juga pulang ke rumah. Kakek bersedih kehilangan cucunya.
Suatu hari, terdengar suara aneh di pohon dekat rumah kakek.
Moopoo… moopoo….
Kakek merasa akrab dengan nada suara itu. Dia pun keluar dari rumah dan melihat ke atas pohon.
Moopoo… moopoo….
Suara itu berasal dari seekor burung yang sedang bertengger.
“Aku belum pernah melihat burung aneh itu,” ucap kakek penuh rasa heran.
Burung itu terbang ke cabang pohon yang lebih dekat dengan kakek.
Moopoo… moopoo… moopoo….
Kakek terkejut karena menyadari bahwa burung itu memanggil namanya, yaitu “opoku” atau kakekku.
Kakek memerhatikan burung itu, matanya memancarkan kesedihan. Kakinya terlihat pincang. Sang Kakek pun berurai air mata. Beliau mengetahui burung itu adalah jelmaan dari cucu yang dicintainya, Nondo.
Burung Moopoo banyak dijumpai di daerah Minahasa, Sulawesi Utara.
Sumber: http://indonesianfolktales.com/id/book/legenda-burung-moopo/
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...