Budaya tau-tau ditemukan dan dibuka untuk dunia dari isolasi yang panjang sejak awal abad yang lalu. Sampai saat ini, kelompok etnis Toraja yang tinggal di pegunungan utara Sulawesi Selatan masih mematuhi kepercayaan, ritual dan tradisi kuno mereka. Uniknya, bagi orang Toraja, kematian selalu menjadi tema utama, di mana selain upacara pemakaman yang terkenal, orang Toraja juga menghormati almarhum dengan mengukir kemiripan orang mati, yang dikenal sebagai budaya tau-tau.
Kata Tau-tau berasal dari istilah “Tau” yang berarti manusia, dan pengulangan kata dalam bahasa lokal maupun Bahasa Indonesia yang berarti “sesuatu yang menyerupai”. Karena itu, tau-tau bisa diartikan sebagai sesuatu yang menyerupai manusia.
Dalam budaya Toraja, Tau-tau adalah patung yang mewakili orang yang telah meninggal dunia. Patung ini biasanya terbuat dari kayu atau bambu dan diyakini berasal dari abad ke-19. Patung Tau-tau biasanya ditemukan di dekat tempat mayat almarhum telah diletakkan untuk beristirahat. Pada awalnya, pembuatan patung ini hanya dikhususkan untuk bangsawan dan orang kaya yang mencerminkan status dan kemewahan. Sekarang, pembuatan patung dapat dilakukan di kalangan apa saja. Tau-tau juga dianggap sebagai penjaga makam sekaligus pelindung makhluk hidup. Dengan membuat patung Tau-tau, mereka menjaga hubungan antara orang mati dan orang hidup.
Bagi mereka dengan status sosial yang lebih rendah, Tau-tau bisa dibuat dari bambu, sedangkan untuk kelas menengah Tau-tau terbuat dari kayu cendana atau kayu randu; sedangkan untuk kelas tertinggi, bahan yang digunakan terbuat dari pohon nangka. Selain itu, tanduk kerbau atau tulang sering digunakan untuk bola mata.
Saat upacara pemakaman selesai, Tau-tau ditempatkan di balkon di atas tebing atau di bagian luar gua tempat tubuh almarhum ditempatkan. Orang Toraja percaya bahwa roh orang mati memasuki Tau-tau dan terus hidup untuk menjaga hubungan antara orang mati dan orang hidup.
Demikian informasi yang dapat saya bagikan mengenai budaya Tau-tau dari etnis Toraja. Dengan mengetahui adanya budaya yang masih dipegang teguh oleh suatu etnis, diharapkan kita dapat tetap menjaga serta melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia. Semoga pengetahuan ini bermanfaat bagi kita semua.
Sumber :
1. Wawancara pribadi
2. Mengenal Tau-Tau & Tradisi Pembuatannya yang Luntur Dimakan Zaman https://kumparan.com/@kumparantravel/mengenal-tau-tau-and-tradisi-pembuatannya-yang-luntur-dimakan-zaman
Sumber Media :
1. http://www.marsnjak.com/sergej/?menu=indonesia&pic=106&type=pic&zoom=1
#OSKMITB2018
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.