Barongan adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang ritual. “Barong(an)” ialah nama yang diperuntukkan bagi wajah yang sangat menakutkan dan seolah-olah buas. Sering kali istilah Barongan dirangkaikan dengan kata kepet (ejekan dari penonton) artinya tidak suka membersihkan diri (nyopet, Sunda). Kesenian ini disebut juga Barokan yang artinya sama dengan Barongan.
Sejarah Kelahiran dan Perkembangan
Sulit ditentukan secara pasti mulai kapan kesenian Barongan ini lahir. Satu-satunya bahan yang dapat dijadikan petunjuk ialah ceritera rakyat yang sangat besar pengaruhnya di kalangan masyarakat pedesaan.
Ceritera rakyat menuturkan: Seorang puteri cantik mencintai pemuda tampan Udrayaka, tetapi sang raja, ayah puteri tidak merestui karena Udrayaka hanyalah anak pungut Patih Dirgabahu. Agar Udrayaka enyah dari kerajaan, raja memberi tugas agar Udrayaka menggambar segala jenis binatang yang ada di daratan. Pemuda itu ternyata berhasil, tetapi menyusul perintah selanjutnya dari sang raja agar ia menggambar segala makhluk yang ada di lautan. Di lautan ia menyaksikan kepala makhluk binatang yang mengerikan muncul di permukaan air. Ia beruntung dapat selamat mendayung ke pantai, segeralah menggambarnya. Seorang nelayan melihatnya mengatakan bahwa gambar itu mirip kepala ikan Poto. Gambar itu langsung diberikan kepada nelayan itu, tidak kepada rajanya. Sejak itulah para nelayan membuat kesenian barongan sebagai penolak kemalangan.
Lain ceritera mengatakan, konon dahulu kala palawija dan tumbuhan lain menjadi kering terkena hama. Masyarakat yang mistis sangat mempercayai adanya gangguan dari makhluk halus akan membinasakan manusia. Sepasang petani tua (aki dan nini) berprakarsa membuat makhluk tiruan (bebegig-Sunda) yang kepalanya terbuat dari jojodjog (bangku kecil). Upayanya membawa perubahan, tanaman palawija tumbuh subur. Sejak itulah masyarakat tani lainnya meniru perbuatan petani tua tadi. Perubahan zaman selalu menyentuh peradaban manusia sehingga kepala makhluk (jojodog) tadi diperindah dan terjemalah topeng yang menakutkan yang bereka sebut Barongan, kemudian berkembang menjadi suatu kesenian yang dilengkapi dengan kelompok musik tradisional pula.
Muncar, seorang seniman Barongan mengatakan bahwa seingatnya tokoh yang pertama kali mendirikan perkumpulan kesenian Barongan adalah Buyut Gendre dari Desa Dukuwidara Losari, Bapak Blonong, Bapak Rujuk, Bapak Tasjid, Bapak Tasang, Desa Sumber Babakan, Raji, Waryun, Sojat, Tarna, Tanggal, dan yang sekarang memimpin seni Barongan Dharma Bakti dari Desa Sumber Lor Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon adalah Kusir.
Kesenian Barongan termasuk pula kepada jenis kesenian pengamen yang menjajakan keahliannya di tempat-tempat ramai atau di depan rumah yang memerlukan. Kesenian ini tersebar di beberapa daerah di Kabupaten Cirebon, mereka mengamen di daerahnya sendiri dan pernah pula sampai ke daerah Kuningan. Kesenian Barongan dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat lingkungannya. Ketika tahun baru Imlek tiba, Barongan mengamen ke rumah orang-orang Cina dengan menyajikan lagi Mandarin sebagai pembukaan yang mereka sebut Grambyangan tawar/grambyangan cokek. Muncar sangat menguasai lagu-lagu asli Mandarin. Terompet yang kini ia pegang konon adalah terompet cokek yang telah berusia tujuh turunan (kira-kira dua abad lebih).
Cenderung Sakral
Masyarakat pedesaan masa lampau menganggap Barongan dapat menolak segala penyakit yang menimpa kehidupan mereka, seperti halnya adegan Barongan mengelilingi rumah dan mengambil (menggigit) bantal kemudian dilemparkan ke atas genting-; berarti bantal dianggap sebagai sumber segala penyakit, dengan begitu Barongan mengusirnya jauh-jauh. Ada pula yang berkeyakinan untuk acara ruwatan, agar cepat mendapatkan jodoh dengan cara ngokop (diigit) oleh Barongan kemudian dimandikan.
Kesenian Barongan yang kini bisa disaksikan sudah bergeser fungsi, waditra sudah mengalami pengembangan. Begitupun lagu-lagunya sudah disesuaikan untuk memenuhi selera penonton. Masyarakat sudah terlalu banyak tersentuh oleh hadirnya kebudayaan lain sehingga perhatian terhadap Barongan memudar.
Pemain
Pemain pokok terdiri dari dua orang, yakni Barongan dan Pentul, sedangkan yang lainnya berfungsi sebagai wiyaga sebanyak sepuluh orang, seorang reserve pemain Barongan dan dua orang sebagai pembantu. Jadi jumlahnya sebanyak lima belas orang. Sebagai catatan bahwa anggota kesenian Barongan tidak terdapat wanita, semua dilaksanakan oleh kaum pria.
Waditra
Waditra yang dipergunakan pada zaman sebelum mereka terdiri dari terbang besar berdiameter satu meter, terbang kecil diameter 45 sentimeter, gong terbuat dari bambu yang ditiup, terompet sebagai melodi, kecrek dan kendang sebagai penentu irama. Waditra Barongan zaman kini mengembang menjadi Saron I, Saron II, Penerus, Bonang, Tutukan, Gong dan Kecrek.
Lagu-lagu yang dialunkan dan diiringi waditra selama pertunjukan terdiri dari Ura-ura, Simanggurit, Betet ijo, Mendung Lor Peteng Kidul.
Kostum yang dikenakan kedok (topeng) Barongan dan baju kurung. Sedang pemain berkedok Pentul berbaju cabikan kain berwarna warni. Kostum para wiyaga bebas.
Urutan Pertunjukan
Menyimak seluruh pertunjukan Barongan, setiap gerakan itu tidak luput dari makna kehidupan manusia yang hanya bisa bergerak karena ada roh di dalamnya. Jika roh sudah kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa maka raga akan tertinggal dan tidak berarti apa-apa. Dengan demikian manusia tidak boleh mempunyai rasa berkuasa lebih daripada yang lain karena kelak ajal akan menjemputnya dan tak seorang pun dapat melarikan diri dari mati. Maka dari itu, Barongan juga digambarkan sebagai kurungan (raga manusia).
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1993. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara V. Jakarta: Depdikbud.
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...