|
|
|
|
Badud Tanggal 28 Dec 2018 oleh Sri sumarni. |
Awalnya, seni pertunjukan badud menjadi bagian dari ritual saat panen tiba, yaitu pada saat iringan masyarakat membawa hasil panen ke lumbung yang ada di desa. Awal pelaksanaan tersebut pernah tercatat angka tahunnya, yaitu 1928. Namun, menurut penuturan para sesepuh adat yang bersangkutan, yaitu Aki Ardasim dan Aki Ijot, badud diperkirakan sudah ada sejak tahun 1880 di Dusun Margajaya. Seni pertunjukan badud akhirnya berkembang untuk meramaikan ritual panen. Menurut Sukinta, perkembangan badud dimulai sejak tahun 1950, ditandai dengan penampilan materi peran yang ditambah dengan atribut topeng binatang, seperti: lutung, kera, anjing hutan, harimau, dan babi hutan, yang dibuat dengan bahan seadanya. Gerakan peran binatang menirukan gerakan yang disesuaikan dengan binatang aslinya – sesuai dengan atribut topeng yang mereka kenakan.
Selain sebagai seni pertunjukan untuk meramaikan ritual panen, dengan cara mengiringi rombongan petani yang berjalan membawa hasil panennya ke lumbung di desa mereka; badud juga menjadi bagian dari salah satu cara mengusir hama padi. Perihal pengusiran binatang yang dianggap mengganggu produksi pertanian masyarakat setempat, badud difungsikan sebagai pengiring saat musim penebangan pohon atau menanam benih pada satu lobang, yang dilengkapi dengan bacaan mantra dan doa serta berbagai sesuguhan agar diberikan kelancaran.
Perkembangan lainnya, sejak sistem panen menjadi dua atau tiga kali dalam setahun, badud tidak hanya ditampilkan sebagai iringan hasil panen padi, tetapi juga difungsikan sebagai pengiring atau hiburan dalam acara khitanan, pernikahan, dan turun mandi. Badud sedikit demi sedikit mulai terancam punah, setelah masuknya jenis kesenian lain yang semakin mendapat perhatian masyarakat setempat. Untuk mengatasinya, waditra (alat musik) pada badud kemudian menjadi semakin beragam, yaitu terdiri dari 8 angklung, 6 dogdog. Selain itu, cerita di dalamnya ada tambahan pemeran: dua barongsai dan sepasang kakek nenek serta beberapa orang yang mengenakan kostum hewan. Biasanya peran kakek dan nenek berfungsi sebagai selingan yang memancing gelak tawa penonton, melalui interaksi antara pemain dengan penonton.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |