Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Tengah Banyumas
Babad Pasir Luhur
- 13 Juli 2018
   Kisah ini menceritakan tentang perjuangan Raden Banyak Catra, putra Prabu Siliwangi Raja Pajajaran. Dikisahkan saat itu Raden Banyak Catra  dipersiapkan untuk menggantikan kedudukan ayahnya menjadi raja. Namun syarat untuk menjadi raja, Raden Banyak Catra harus memiliki istri terlebih dahulu. Akhirnya Raden Banyak catra pergi mengembara untuk mencari pendamping hidup.
Raden Banyak Catra menyamar sebagai rakyat jelata dan berganti nama menjadi Kamandaka. Kamandaka pergi ke Pasir Luhur, sebuah Kadipaten yang dipimpin oleh Adipati Kandhadhaha. Kedatanannya ke Pasirluhur adalah untuk menemui Dewi Ciptarasa, putri bungsu sang Adipati. Singkat cerita kemudian Kamandaka di angkat sebagai anak oleh Reksanata, Patih Pasir Luhur.
Hasrat Raden Kamandaka untuk melihat wajah Putri Dewi Ciptarasa dapat terkabul ketika Adipati Kandhadhaha mengadakan hiburan dengan mengadakan penangkapan ikan di sungai secara beramai-ramai.
Pertemuan Raden Kamandaka dengan Dewi Ciptarasa berlanjut dengan jalinan cinta. Suatui ketika Raden Kamandaka mengunjungi Dewi Ciptarasa di Kadipaten Pasirluhur. Namun pertemuan itu dipergoki oleh kakak Ciptarasa. Bagi sang Adipati Kandhadhaha, perbuatan Kamandaka telah mencoreng mukanya karena sebagai seorang rakyat jelata bercengkrama dengan Putri Dewi Ciptarasa. Kemudian Patih dipanggil oleh Adipati Kandhadhaha dan perintahkan untuk membunuh Kamandaka. Sebagai seorang ayah, Patih Reksananta bingung untuk melaksanakan tugas ini.
Raden Kamandaka dikekar-kejar oleh Prajurit Kadipaten, kemudian Raden Kamandaka terjun ke sungai dan bersembunyi dalam gua di sungai itu. Para Prajurit Kadipaten melempari batu ke tempat Raden Kamandaka menceburkan diri. Setela beberapa waktu tidak muncul, mereka mengira Raden Kamandaka telah tewas tenggelam di sungai itu. Apalagi mereka melihat usus  terapung di sungai, mereka mengira usus ayam yang terapung itu adalah ususnya Raden Kamandaka.
Para prajurit kemudian pulang untuk melaporkan kejadian itu kepada Sang Adipati. Sampai sekarang lubuk tempat Raden Kamandaka terjun dikenal dengan anama “Kedhung Petaunan” di sungai logawa, 3 Km sebelah Batrat Kota Purwokerto.
1.  Terhindar dari bahaya.
 
Raden Kamandaka bersembunyi di sebuah kedung terus menyusup ke gua dan akhirnya sampai di tempuran sungai logawa. Tempat tersebut sampai sekarang disebut “Surup lawang” yaitu pertemuan antara sungai Logawa dengan Sungai Serayu di sebelah selatan Purwokerto.
Dengan menyusuri sungai Logawa, samapailah Raden Kamandaka ke kadipaten Pasirluhur. Selanjutnya ia menumpang dirumas seorang janda yang tidak mempunyai anak yaitu Nyi Kartisara, yang pekerjaannya menjual daun pisang.
Raden Kamandaka memakai nama samaran “si Sulap”. Kegemarannya memelihara ayam jantan untuk di adu. Kemudian tempat tingal Si Sulap terkenal dengan nama “Kurung Ayam”. Ayam jago Si Sulap yang terbaik dinamakan “Mercu”. Sulap mendapatkan seorang kawan bernama Ki Reksajaya, berasal dari Losari, orang yang cacad jasmaninya. Tempat yang terkenal untuk menyabung ayam pada waktu itu adalah Pangebatan.     
            Semetara itu Prabu Siliwangi di Pajajaran merasa gerlisah demi menunggu Raden Kamandaka tidak kunjung pulang. Kemudian beliau memerintahklan putranya Raden Gagak Ngampar, adik Kamandaka, yang sedang bertapa untuk mecari kakaknya Raden Kamandaka.
            Akhirnya Raden Banyak Ngampar pergi meninggalkan Pajajaran dengan memakai nama samaran Raden Silihwarni. Beliau sampai ke daerah Pasirluhur dan langsung menuju Kadipaten Pasirluhur untuk mengabdikan diri. Permohonan itu dikabulkan oleh Sang Adipati dan diangkat menjadi prajurit.
Selang beberapa waktu terdengar kabar bahwa Kamandaka masih hidup dan berada di suatu desa sebagai penyabung ayam. Adipati Kandadaha menjadi murka, akhirnya membuat sayembara untuk membunuh Kamandaka.
             Raden Silihwarni menyatakan sanggup melaksanakan sayembara tersebut.  Raden Silihwarni sama sekali tidak tahu bahwa Kamandaka adalah Raden Banyak Catra, kakak kandungnya sendiri.
            Raden Silihwarni datang ketempat sabung ayam dengan membawa ayam jago yang dikakinya sudah dipasangi Patrem (Keris kecil) pada taji jagonya. Pada saat berhadapan dengan Raden Kamandaka, Raden Silihwarni melemparkan jagonya ke arah Raden Kamandaka. Lambung kiri Kamandaka luka tersabet keris patrem yang berada di kaki jago. Raden Kamandaka marah sekali dan ayam jago yang melukai tadi langsung ditangkap dan dibanting hinga mati.
            Pertengkaran terjadi dan Raden Silihwarni terkena tusukan keris di kkan lambung  hingga pingsan. Pengikut Raden Silihwarni yang bernama Ki Nitipraga tertusuk keris Raden Kamandaka sampai tewas. Kemudian Raden Kamandaka meninggalakan tempat sabung ayam itu dengan diikluti Ki Reksajaya.
            Setelah peristiwa sabung ayam itu Raden Kamandaka dikejar-kejar oleh prajurit Pasirluhur dibawah pimpinan Raden Silihwarni. Raden Kamandaka dapat terkejar oleh Raden Silihwarni dan terjadilah perkelahian sengit antara kedua bersaudara yang masing-masing sudah tidak mengenal lagi. Tempat perkelahian tersebut dinamakan “Pejogol”. Pengejaran terus dilakukan bahkan dibantu oleh prajurit menantu Adipati Mersi. Raden Kamandaka lari ke arah timur menuju kota Purwokerto. Samapai di suatu tempat, Raden Kamandaka jatuh dan terluka. Tempat dimana dia jatuh akhirna dinamakan sungai “Bodas”.
            Perjalanan terus dilakukan. Ketika samapai di sebuah sungai Raden Kamandaka membasuh lukanya, darah keluar dengan derasnya sehingga tempai itu dinamakan sungai “Bancaran” yang kemudian menjadi “Banjaran”. Untuk melihat datangnya musuh, Raden Kamandaka naik ke lereng sungai Banajaran. Tempat ini kemudian dinamakan “Sawangan” (Nyawang ; bahasa Jawa).
            Raden Kamandaka melanjutkan perjalanan ke arah utara, kemudian be istirahat di suatu tempat, yang kemudian dinamakan “Kober” (Semapat : bahasa Jawa). Letak desa tersebut di dekat Stasiun Purwokerto. Kemudian melanjutkan perjalanan menembus hutan belukar hingga sulit diikuti oleh prajurit Pasirluhur. Desa tempat menerobos hutan belukar kemudian dinamakan “Bobosan” (nerobos/menyusup). Dengan kekuatan batin Raden Kamandaka mengetahui bahwa muhnya menggunakan anjing sebagai pelacak, sehingga dia juga melepas anjing untuk menangkap anjing pelacak. Anjing musuh dapat ditangkap dan dikurung di suatu daerah yang  dinamakan “Kurung anjing”, kemudian menjadi Karanganjing. Letaknya disebelah timur Bobosan, sekarang termasuk dalam Kelurahan Purwonerogo.
            Para prajurit berjaga-jaga menantikan suara anjingnya menyalak, namun sampai pagi hari tidak terdengar suara anjing menyalak. Kemudian mereka mengetahui bahwa Raden Kamandaka telah menyeberangi sungi Banjaran menuju barat. Mereka mengejar Raden Kamandaka sampai disuatu daerah , karena kemarahannya seperi banteng ketaton, maka daerah itu dinamakan desa “Kedungbanteng”.
            Di desa Kedunbanteng terdapat batu sebesar rumah yang dikenal dengan nama “Watu sinom”. Raden Kamandaka naik ke atas batu tersebut sambil menantang Raden Silihwarni yang tidak lain adalah Raden Gagak Ngampar, adik kandung Raden Kamandaka sendiri.
            Raden Kamandaka  terkejut begitu melihat Raden Silihwarni  mengeluarkan keris Kyai Mojang Pamungkas yang merupakan pusaka Kerajaan Pajajaran. Saat itu terbongkar bahwa ternyata Raden Silihwarni adalah adik kandung Kamandaka.
            Raden Silihwarni kemudian menceritakan maksud kedatangan ke Pasirluhur adalah atas perintah Ayahanda untuk mencarikan kakaknya yang akan dinobatkan menggantikan Ayahanda bertahta di Pajajaran.
            Kemudian dibuat sekenario, Ki Reksajaya diperintahkan pergi ke Karanganjing untuk membunuh seekor anjing yang dikurung disana guna diambil hati dan darahnya untuk diserahkan ke Adipati Mersi sebagai bukti kematian Kamandaka. Kemudian Raden Kamandaka  dan adiknya pulang ke Pajajaran.
            Berita tewasnya Raden Kamandaka  telah tersiar ke seluruh Kadipaten Pasirluhur. Adipati Pasirluhur merasa puas dan gembira setelah mendengar berita kematian Kamandaka yang disampaikan oleh Adipati Mersi. Namun sebaliknya, Puri Ciptarasa sangat bersedih skaligus ragu mendengar berita itu, karena sudah kedua kalinya Kamandaka diberitakan meninggal dunia.
 
1.  Tahta Kerajaan
            Tidak lama kemudan Raden Kamandaka alias Banyak Catra dan Raden Silihwarni alisa Gagak Lampar telah sampai di Istana Pajajaran, diikuti oleh Ki Reksajaya. Menjelang peresmian pergantian tahta Kerajaan Pajajaran yang akan diberikan kepada Banyak Blabur (anak istri ke dua), yang menuntut janji Prabu Siliwangi kepada istri keduanya bahwa kelak putranya yang laki akan diberi kedudukan sebagai Putra Makhota.
            Karena harus memilih salah seorang antara Banyak Catra dengan Banyak Blabur, maka Prabu Siliwangi membuat sayembara. Siapa yang dapat menemukan 40 orang putri kembar, maka dialah yang berhak naik tahta. Untuk mencari syarat tersebut, Banyak Blabur pergi kea rah barat ke aerah Banten, sementara Banyak Catra pergi ke arah timur yaitu ke Pasirluhur.
            Banyak Catra diringi oleh 2 orang abdinya yaitu Ki Gede Kolot dan Ki Klantung. Setelah sampai di kaki Gunung Slamet kemudian mendirikan sebuah padepokan yang diberi nama Batur Agung.
            Menurut wahyu yang diterima, Banyak Catra dianjurkan supaya bertapa di sebelah timur Pasiruhur, yaitu di dekat tempuran sungai Logawa dan Sungai Mengaji. Karena ketekunannya bertapa, Banyak cara memperoleh anugerah dari Dewa berua baju ajaib. Jika baju Tersebut dipakai, maka ia akan berubah menjadi seekor Lutung (kera).
            Suatu ketika Raden Kamandaka menemui Dewi Ciptarasa dengan memakai pakaian Lutung. Akhirnya Dewi Ciptarasa tahu bahwa    lutung tersebut adalah si Kamandaka. Lutung itu kemudian dipelihara oleh Dewi Ciptarasa sebagai hewan kesayangan yang sewaktu-waktu bisa berubah wujud menjadi Raden Kamandaka.
            Sementara itu Raden Pulebahas dari dari Nusakambangan berniat  melamar Dewi Ciptarasa. Dewi Ciptarasa bingung menerima lamaran itu. Kamandaka menyarankan agar Dewi Ciptarasa menerima lamaran dari Prabu Pulebahas tersebut dengan dua syarat. Syarat pertama, pada saat pernikahan, Prabu Pulebahas tidak boleh membawa senjata maupun prajurit. Syarat kedua, lutung yang mengiringi Dewi Ciptarasa tidak boleh diganggu. 
Syaratnya diterima Prabu Pulebahas dan pernikahan pun dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan. Saat kirab pengantin atau pertemuan pengantin, Lutung mendampingi Dewi Ciptarasa.
            Saat Prabu Pulebahas berbasa basi akan menggendong si Lutung, Lutung tersebut menerkam prabu Pulebahas sehingga terjadi perkelahian yang sengit. Akhirnya prabu Pulebahas tewas.
            Adipati Kandhadhaha gusar karena Si Lutung sudah mengganggu perhelatan di Kadipaten Pasirluhur. Namun pada saat itu sang  Lutung berubah wujud menjadi Pangeran Banyak Catra. Maka kagetlah sang adipati Kandhadhaha karena sang Lutung ternyata putra dari Prabu Silihwangi.
            Akhirnya hubungan Dewi Ciptarasa dengan pangeran Banyak Catra direstui oleh Adipati Kandhadhaha hingga keduanya menikah dan hidup berbahagia.
 
Sumber: http://tamasekarelok.blogspot.com/2011/10/ceritera-rakyat-populer-di-kab-banyumas.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Taman Lansia Ceria
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Pecel Mie
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Timur

Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap

avatar
Netizen
Gambar Entri
Wisma Gadjah Mada
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Rumah Indis Wisma RRI
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.

avatar
Seraphimuriel