Indonesia adalah suatu negara luas yang sangat kaya,baik dari segi kekayaan alam,manusia dan budayanya. Negara ini terbentang dari Sabang sampai Merauke, dimana dari setiap daerah memiliki budaya,bahasa dan suku yang berbeda-beda. Salah satu suku besar di Indonsia adalah Minang Kabau. Suku ini dianut oleh penduduk Sumatera Barat. Pada zaman dahulu Sumtera Barat terdiri dari daerah yang disebut dengan Luhak nan tigo yaitu Luhak Tanah Data atau Luhak nan Tuo, Luhak Agam atau Luhak nan Tangah, dan Luhak Limopuluah atau Luhak nan Bungsu. Daerah-daerah ini juga mempunyai budaya yang berbeda-beda pula. Salah satuya Luhak Limopuluah, Di daerah ini penduduknya masih menjunjung tinggi adat yang kental, salah satunya menyangkut masalah khitan/sunatan, di Luhak Limopuluah khitan disebut Bao ka aia atau Sunaik. Bao yang artinya "Bawa" dan Ka aia yang artinya "ke air" Proses khitan di Luhak Limopuluah ini unik dan berbeda dari daerah lainnya, yang mana khitan di daerah ini masih melibatkan ritual yang turun temurun. Biasanya Bao ka aia ini dilangsungkan dalam bentuk syukuran atau orang minang biasa menyebutnya Baralek. Baralek ini bisa dilaksanakan dengan konsep sederhana atau dilaksanakan dengan konsep mewah, tergantung dana yang dimiliki oleh keluarga anak yang akan di khitan.
Di daerah Batu Balang,Luhak Limopuluah Baralek bao ka aia ini dilangsungkan melalui beberapa proses,yang mana diawali dengan perundingan yang disebut Adok adok antar anggota keluarga pihak ibu dengan para pemuka adat,Adok adok ini biasanya dipimpin oleh Datuak dan Niniak Mamak.Dalam Adok adok tersebut yang akan di bahas adalah masalah tanggal pelaksaan Baralek,tamu undangan,makanan yang akan disajikan,hiburan,utusan yang akan menyebarkan undangan,utusan yang akan menghimbau masyarakat dan keuangan. Setelah Adok adok dilaksanakan,proses selanjutnya adalah membangun tempat yang akan dijadikan untuk proses masak memasak atau proses ini biasa dikenal dengan Managakkan Tungku. Tungku ini biasanya di dirikan oleh anggota keluarga ibu, di hari yang sama utusan yang sudah di tunjuk langsung melaksanakan tugasnya,utusan-utusan ini juga berasal dari keluarga ibu,biasanyanya yang menjadi utusan ini adalah Mamak dan Bundo Kanduang.Untuk menghimbau masyarakat ke rumah masing-masing proses ini bernama Mangatokan Urang. Adapun dalam proses ini utusan yang sudah ditunjuk membawa Carano yang berisikan daun gambir ( gambia ), daun sirih ( siriah ), dan soda. Setelah proses Managakkan tungku dan Mangatoan Urang sekesai,proses selanjutnya adalah Baralek. Sehari sebelum Baralek dilangsugkan semua masyarakat mengadakan gotong royong dan kerja sama untuk masak masakan yang akan disajikan kepada semua tamu undangan dan masyarakat yang dihimbau. Malam sebelum hari H, si anak di jemput oleh keluarga bapak yang biasa di sebut Induak Bako/Bako. Kemudian si anak akan menginap di rumah Bako semalaman. Sampai hari H datang,anak yang akan di khitan akan di arak sekeliling kampung oleh Bakonya dengan menunggangi kuda. Arak arakan ini di iringi dengan musik tradisional Minang Kabau atau disebut Gamaik. Dalam arak arakan tersebut keluarga bako membawa hantaran seperti,kue,nasi ketan kuning,pisang,kado dan hantaran lainnya. Semua hantaran tersebut di bawa menggunakan dulang atau disebut Talam. Talam ini di pikul di atas kepala oleh Bako. Setelah arak arakan selesai, Datuak dan Niniak mamak dari pihak ayah akan berunding dengan Datuak dan niniak mamak pihak ibu bahwasanya si anak telah diantarkan dengan selamat ke rumah kembali. Setelah perudingan itu selesai, si anak akan dibawa ke sungai atau Batang Aia, di sana anak di biarkan mandi sepuasnya bersama teman-temannya,setelah anak merasa puas,anak akan di pikul diatas pundak oleh keluarga Bako dalam keadaan tidak memakai pakaian sehelaipun,tetapi menggunakan mukenah yang berwarna putih. Setelah sampai di rumah,anak sudah bisa di khitan.Pada malam hari,ditampilkanlah musik tradisional minangkabau seperti Saluang. Saluang ini dapat dinikmati oleh khalayak ramai. Bao ka aia ini biasanya dilangsugkan ketika anak laki laki sudah berumur 8-11 tahun.
Proses khitan di Minangkabau masih kental sampai saat sekarang ini karena masyarakat Minangkkabau sangat menjunjung tinggi adat dan agama sebagaimana dalam semboyannya "ADAT BASANDI SYARA' ,SYARA' BASANDI KITABULLAH". Semua prosesnyapun juga harus terstruktur dan tidak boleh ada yang terlewatkan. Namun di beberapa daerah budaya tersebut sudah mulai memudar karena kebiasaan masyarakat yang sangat terbuka dengan budaya masyarakat luar. Oleh karena itu kita sebagai pemuda harapan bangsa wajib meleatarikan dan menjaga budaya negara kita, karna kita satu Indonesia.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja