Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Tengah Magetan
Asal Usul Magelang
- 13 Juli 2018
Terdapat berbagai macam versi mengenai asal usul nama Magelang. Kebanyakan sumber berdasarkan legenda, cerita rakyat, dongeng, dan lain sebagainya. Kali ini, saya akan mencoba memaparkannya secara singkat beberapa versi asal nama Magelang.
 
Versi Pertama.
Syahdan, kata Magelang sendiri berasal dari kedatangan orang – orang dari Keling / Ho-Ling (Kerajaan Kalingga) ke wilayah Kedu. Kalingga sendiri merupakan kerajaan bercorak Hindu Siwais yang berpusat di Jepara yang berkembang pada abad ke-6 Masehi. Alkisah, orang – orang Kalingga yang datang ke wilayah kedu waktu itu senang sekali menggunakan perhiasan berupa gelang. Orang Keling ini kerap mengenakan gelang dibagian tubuh mereka, seperti di tangan dan hidung mereka. Kata ‘ma’ pada Magelang merujuk pada kata kerja yang berarti mengenakan. Maka dari itu Magelang berarti mengenakan atau memakai  gelang. Dari rujukan ini, maka Magelang adalah sebuah daerah yang didatangi oleh orang-orang yang mengenakan hiasan gelang ditubuhnya. 

 
 Ilustrasi gambaran masyarakat zaman dahulu era kerajaan Hindu - Budha di Jawa
(Plurarisme di Majapahit, National Geography Indonesia)
 
 
Versi kedua.
Bersumber pada prasasti - prasasti yang menyebutkan sebuah desa pardikan (desa bebas pajak) pada masa kerajaan Medang, tersebutlah nama – nama desa atau daerah yang bisa menjadi rujukan asal mula nama Magelang. Terdapat tiga buah prasasti yang menjadi rujukan asal mula nama Magelang dan daerah yang sekarang masuk kedalam wilayah Magelang. Prasasti – prasasti tersebut adalah prasasti Mantyasih I, prasasti Poh, dan prasastri Gilikan. Prasasti – prasasti tersebut juga biasa dikenal sebagai prasasti tembaga Kedu karena ditulis diatas lempengan tembaga. Prasasti Poh dan Mantyasih diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Sri Maharaja Rake Watukara Dyah Balitung  pada abad ke X (898-910 M). Sedangkan prasasti Gilikan ditulis pada 924 M saat pemerintahan Mpu sindok.
 
Jika dirunut pada prasasti-prasasti tersebut, masing – masing prasati merujuk pada nama – nama daerah (toponimi) di wilayah Magelang. Dalam prasasti poh tersebutlah nama desa Mantyasih (secara etimologis Mantyasih terdiri atas dua kata, Manti yang berarti sangat atau penuh dan sih yang berarti cinta atau kasih, yang mana Mantyasih dapat diartikan Cinta Kasih yang Sempurna / Penuh), desa Galang dan Glangglang. Sedang dalam prasasti Gilikan menyebutkan Bhatara di Glam yang mana Glam disini adalah sama dengan desa Galang dalam prasasti Mantyasih. Dalam prasasti Mantyasih I menyebutkan sebuah desa pardikan (bebas pajak) Mantyasih di sebuah hutan dengan gunung Susundara dan wukir Sumwing dapat dilihat dari desa itu. Yang mana desa tersebut diberi kristimewaan oleh Rake Panangkaran Dyah Balitung dengan dilarangnya siapapun untuk memungut upeti atau pajak karena desa ini telah berjasa pada Kerajaan. Desa pardikan Mantyasih ini sekarang masih bisa ditemukan di bagian barat Kota Magelang ditepi timur sungai Progo dengan nama desa Meteseh. Dalam prasasti Mantyasih I, tersebut pula nama daerah lain dalam prasasti seperti yang desa Wadung Poh yang sekarang menjadi desa Dumpoh di utara Kota Magelang dan Kdu yang sekarang menjadi Kedu, suatu wilayah di utara Temanggung. Tersebut pula nama desa Kuning Kagunturan yang sekarang menjadi desa Kembang Kuning dan Desa Guntur di Kelurahan Rejosari, Bandongan. Nama desa Galang dan Glangglang yang menjadi cikal nama Magelang juga disebutkan dalam prasasti Mantyasih I ini. Berdasarkan bukti otentik inilah maka asal mula nama Magelang bisa berasal.

Ilustrasi pasar pada masa Majapahit
(National Geography Indonesia)
Versi ketiga.
Memasuki era kerajaan Islam, Setelah runtuhnya Demak sebagai Kerajaan Islam pertama di jawa sekaligus ahli waris penerus Majapahit, terjadilah gesekan dan intrik politik antara Kasultanan Pajang (penerus Kasultanan Demak) dan Mataram (sebuah hutan bernama alas mentaok yang berkembang menjadi sebuah Kadipaten hadiah Sultan Pajang yaitu Sultan Hadiwijaya, kepada Ki Ageng Pamanahan atas jasanya yang berhasil membunuh Arya Penangsang). Sepeninggal Ki Ageng Pamanahan, sang anak Danang Sutowijoyo (Kelak, ketika Danang Sutowijoyo berhasil mengalahkan Pajang, Ia akan mengubah namanya menjadi Panembahan Senopati sang pendiri Mataram Islam). Konflik mulai terjadi ketika Kadipaten Mataram semakin besar pengaruhnya dan mampu berkembang dengan pesat menyaingi Kasultanan Pajang. Dataran Kedu dijadikan sebagai lokasi pelatihan militer oleh Danang Sutowijoyo sebagai persiapan untuk melawan invasi Kasultanan Pajang (dalam versi lain ada yang mengatakan untuk mempersiapkan pasukan Mataram dalam upayanya memperluas kekuasaan setelah runtuhnya Kasultanan Pajang). Dalam ekspedisi membuka hutan Kedu (babat alas) ini, dititahkanlah Pangeran Purboyo, Putra Panembahan Senopati untuk pergi kesana. Hutan  Kedu waktu itu terkenal sangat angker dan berada dibawah kekuasaan kerajaan siluman yang dipimpin oleh Prabu Sepanjang. Dalam ekspedisi ke tanah Kedu ini, Sang Pangeran ditemani oleh saudaranya, yaitu Raden Kuning dan Raden Krincing dan dua orang abdi  sakti yaitu Tumenggung Mertoyudo dan Tumenggung Singoranu beserta pasukan Mataram.

Singkat cerita, para jin dan siluman di hutan Kedu merasa terganggu dengan dibukanya wilayah mereka oleh pasukan Mataram. Gangguan makhluk-makhluk penjaga hutan Kedu ini dengan memberikan wabah penyakit kepada pasukan Mataram. Banyak pasukan yang mengalami penyakit aneh berupa sakit disore hari dan mati keesokan harinya. Atas kesaktian saudara Pangeran Purboyo yaitu Raden Kuning, ia berhasil melawan para penunggu Hutan Kedu dan membuat jin – jin itu kuwalahan, tak terkecuali sang raja siluman Prabu Sepanjang yang melarikan diri. Semenjak itu, Kedu menjadi daerah yang aman dan tentram.
 
Namun, didalam pengejarannya membasmi jin penunggu hutan Kedu, Sang raden yang malah bertemu seorang gadis cantik penduduk sekitar bernama Putri Rantam (ada juga yang meyebutkan namanya Rara Rambat), anak Kyai Keramat dan Nyai Bogem. Terlena oleh kemolekan sang gadis, Raden Kuning melamar Putri Rantam dan pada akhirnya menikah. Raden Kuning pun lupa akan tugasnya untuk menumpas Prabu Sepanjang.
 
Mengetahui kejadian itu, Sang raja siluman, Prabu Sepanjang mendapatkan ide untuk membalas dendam kepada pasukan Mataram dengan merubah wujudnya sebagai seorang laki-laki bernama Sonta dan mengabdikan diri kepada mertua Raden Kuning, Kyai Keramat sebagai kamuflase misi balas dendamnya. Semenjak Sonta  menjadi pengikut Kyai Keramat, banyak terjadi kematian aneh dikalangan pasukan Mataram. Kematian demi kematian yang semakin banyak akhirnya membuat Pangeran Purboyo resah dan akhirnya berkonsultasi kepada sang ayah, Panembahan Senopati. Sang raja Mataram itu bersemedi mencari petunjuk kepada Sang Penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul atas apa yang terjadi di hutan Kedu. Dalam persemediannya inilah ia mendapatkan jawaban bahwa penyebab semua kejadian ini adalah laki-laki bernama Sonta, abdi Kyai Keramat.

Lukisan Panembahan Senopati dan Nyi Roro Kidul
Atas wisik tersebut, Panembahan Senopati memberitahu anaknya, Pangeran Purboyo, dan lantas meneruskan informasi ini kepada Kyai Keramat. Bahwasanya, penyebab kejadian – kejadian aneh di Kedu selama ini adalah ulah abdinya yang bernama Sonta. Sontak, sang Kyai menjadi geram dan terjadilah perang tanding antara Kyai Keramat dan Sonta sang jelmaan Raja Siluman. Pertempuran sengit pun terjadi diantara mereka, namun apa daya, sang Kyai kalah dan tewas ditangan abdinya itu. Melihat suaminya tewas bersimbah darah, Sang Istri, Nyai Bogem tidak terima dan bertarung melawan Sonta. Malang tak dapat ditolak, Nyai Bogem pun harus mati ditangan Sonta. Konon, lokasi tewasnya Kyai Keramat dan Nyai Bogem ini menjadi nama kampung Keramat dan Bogeman di Magelang.
 
Mengetahui tragedi kematian yang mengerikan atas kedua pasangan suami – istri ini, Pangeran Purboyo memerintahkan tumenggung terbaiknya, Tumenggung Mertoyudo untuk mengejar dan membunuh Sonta. Perang tanding sengit pun terjadi diantara mereka berdua. Namun  sayang, kesaktian Sang Raja Siluman bukan tandingan Tumenggung Mertoyuda dan harus rela meregang nyawa ditanah Kedu. Untuk membalas kematian Tumenggung Mertoyudo, Pangeran Purboyo mengutus Senopati andalan sekaligus saudaranya, Raden Kerincing untuk membunuh Sonta. Namun sayang, lagi – lagi utusan Pangeran ini harus bertekukuk lutut dan tewas dibunuh Sonta. Lokasi gugurnya dua utusan Mataram ini kelak diabadikan menjadi nama daerah Mertoyudan dan Kerincing di Magelang. 
 
Habis sudah kesabaran Pangeran Purboyo mengetahui para abdinya tewas ditangan Si Raja Siluman, Ia pun memerintahkan semua pasukanya untuk memburu Sonta. Terdesak oleh kejaran pasukan Mataram dan Pangeran Purboyo, Sonta kabur dan masuk kedalam hutan. Dengan melakukan strategi pengepungan mengelilingi hutan dengan sangat rapat dan tanpa celah oleh pasukan Mataram atau strategi ini lebih dikenal sebagai ‘Tepung Gelang’ atau ‘Ateping Temu Gelang’, Sonta tidak bisa kabur kemana-mana lagi. Ia terpaksa bersembunyi diatas pohon ditengah hutan. Namun ia tidak bisa mengelabuhi kesaktian Sang Pangeran. Dihajarlah Sonta oleh Pangeran Purboyo hingga ia tewas jatuh terjelembab ke tanah. Lokasi tewasnya Sonta ini konon menjadi asal mula desa Santan di Magelang.
 
Keanehan terjadi takala jasad Sonta berubah menjadi wujud asli Sang Raja Siluman Prabu Sepanjang. Pertempuran keduapun terjadi antara Prabu Sepanjang dan Pangeran Purboyo. Pertempuran dahsyat pun terjadi, ilmu – ilmu kanuragan dan jurus andalan masing-masing dikeluarkan. Singkat cerita, Prabu Sepanjangpun tewas ditangan Pangeran Purboyo. Sesaat setelah Prabu Sepanjang tewas, tiba – tiba muncul asap hitam keluar dari jasadnya yang membumbung tinggi dan menutupi langit Kedu sehingga gelap gulita. Sedikit demi sedikit, kegelapan itu mulai sirna diikuti dengan musnahnya pula jasad Prabu Sepanjang. Jasad itu ternyata  berubah menjadi sebuah tombak. Ternyata Prabu Sepanjang adalah jelmaan sebuah pusaka azimat sakti berbentuk bilah tombak bertangkai kayu yang panjang. Pangeran Purbaya pun memerintahkan untuk menanam atau menguburkan tombak itu kesebuah bukit yang mana konon bukit itu adalah Gunung Tidar.
  
Dalam versi ini, maka dapat ditarik kesimpulan asal muasal nama Magelang merupakan sebuah nama lokasi strategi pengepungan Pangeran Purboyo atas raja Siluman Prabu Sepanjang. Strategi yang dalam bahasa jawa disebut ‘Tepung Gelang’ atau ‘Ateping Temu Gelang’ yang bermakna mengepung rapat seperti gelang inilah yang konon menjadi dasar penamaan Magelang.



Versi keempat,
Versi ini adalah versi yang sudah tertulis dalam sebuah majalah berbahsa Belanda pada masa kolonial dulu terbitan 1930an. Menurut majalah itu, Masyarakat umum Magelang yang mengatakan bahwa nama Magelang berasal dari kata 'Maha' dan 'Gelang' yang mengandung makna gelang yang sangat besar. Ungkapan tersebut berdasarkan letak geografis Magelang yang berada ditengah tengah gunung - gunung berapi yang mengelilingi Magelang. Jajaran gunung - gunung itu laksana untaian gelang raksasa yang memagari Magelang. Sehingga munculah kata Maha-Gelang yang lama kelamaan berubah menjadi Magelang.


Dokumentasi Pribadi
 
Sumber: http://mblusukmen.blogspot.com/2016/01/salam-mblusukmen-asal-usul-nama-magelang.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Dari Rendang Hingga Gudeg: 10 Mahakarya Kuliner Indonesia yang Mengguncang Lidah
Makanan Minuman Makanan Minuman
DKI Jakarta

1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...

avatar
Umikulsum
Gambar Entri
Resep Ayam Goreng Bawang Putih Renyah, Gurih Harum Bikin Nagih
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Resep Ayam Ungkep Bumbu Kuning Cepat, Praktis untuk Masakan Harian
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Barat

Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...

avatar
Apitsupriatna
Gambar Entri
Konsep Ikan Keramat Sebagai Konservasi Lokal Air Bersih Kawasan Goa Ngerong Tuban
Cerita Rakyat Cerita Rakyat
Jawa Timur

Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...

avatar
Muhammad Rofiul Alim
Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya