Sekitar tahun 1600 M berdirilah sebuah padepokan yang didirikan oleh seorang Syeh Muhammad, seorang penyebar agama islam keturunan dari kerajaan Surakarta. Padepokan ini diberi nama padepokan Karangluwes. Karangluwes sendiri terdiri dari dua kata yaitu karang dan luwes. Karang yang berarti kekuatan sedangkan luwes yang berarti lemah lembut. Padepokan ini masih dalam kadipaten Onje yang pada saat itu adipatinya bernama Hanyokro Kusumo. Adipati Onje yang bernama Hanyokro Kusumo ini memiliki dua orang anak yang bernama Ki Yudantaka dan Ki Arsantaka. Karena sesuatu hal Ki Arsantaka meninggalkan kadipaten Onje dan di angkat menjadi anak angkat oleh seorang kyai yang bernama kyai Pindik dan diangkat menjadi seorang demang Pagendolan yang saat ini masuk daerah kabupaten Banjarnegara.
Pada suatu ketika kurang lebih pada tahun 1700 M pecahlah perang Mangkubumen antara pasukan Mangkubumi yang dibantu Raden Masaid melawan Pakubuwono II yang pada saat itu Padepokan Karangluwes dipimpin oleh seorang ngabehi yang bernama Raden Tumenggung Dipoyudo I. Raden Tumenggung Dipoyudo I terlibat dalam peperangan antara pangeran Mangkubumi melawan Pakubuwono II, dan Raden Tumenggung Dipoyudo I wafat dan jenazahnya hilang dalam waktu beberapa bulan. Kemudian secara kebetulan jenazah Raden Tumenggung Dipoyudo I dapat ditemukan Ki Arsantaka. Kemudian diangkat menjadi Demang Humbul, sementara putra Ki Arsantaka yang bernama Ki Arsanyuda diangkat menjadi Pati Ngabehi di Karangluwes yang saat itu ngabehi dijabat oleh Raden Tumenggung Dipoyudo II.
Berhubung Raden Tumenggung Dipoyudo II sering sakit-sakitan Ki Arsayuda putra dari Ki Arsantaka di angkat menjadi ngabehi di Karangluwes dan bergelar Raden Dipoyudo III. Hal tersebut karena Ki Arsantaka memiliki pandangan bahwa pemerintahan di Karangluwes Kurang strategis sehingga Ki Arsantaka menyarankan agar dipindahkan ke desa Purbalingga yang di anggap lebih strategis serta lebih subur. Hal tersebutlah yang menjadi cikal bakal kabupaten Purbalingga. Sehingga Pangabehian atau Padepokan Karangluwes ditinggalkan oleh Tumenggung Dipoyudo III. Tumenggung Dipoyudo III menjadi Adipati Purbalingga pertama. Padepokan Karangluwes dijadikan pakuwuhan (kelurahan) yang dipimpin oleh sepupunya yang bergelar Ki Lurah Cangkring I sekitar tahun 1800 an sampai tahun 1840. Kemudian dari tahun 1840 – 1890 di pimpin oleh Ki Lurah Cangkring II.
Sekitar tahun 1890 Ki Lurah Cangkring II wafat kemudian digantikan oleh Ki Saranata I dan padepokan dipindahkan ke padepokan Derik Karanglewas Barat. Ki Suranata I memimpin sampai tahun 1923. Kemudian tahun 1923 – 1945 kelurahan dipimpin oleh Ki Suranata II. Pada tahun 1945 kelurahan dipimpin oleh Ki Sastro Suparmo sampai tahun 1980. Setelah itu pada tahun 1980 dipimpin oleh H. Muhaini Hadi Pranoto sampai tahun 1996, Kemudian pada Tahun 1996-1998 kelurahan dipimpin oleh R. Suyatno. Selanjutnya pada tahun 1998 – 2006 dipimpin oleh Bapak Ngusman. Setelah itu tahun 2006-2010 kelurahan dipimpin oleh Bapak Indriyanto, kemudian pada tahun 2011 sampai sekarang kelurahan dipimpin oleh Bapak Tofik Hidayat.
Sumber: http://www.karanglewas.desa.id/sejarah-desa-karanglewas/
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja