Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Jawa Timur Madura
Asal Usul Air Terjun Toroan
- 11 Juli 2018
Pada zaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang bernama Sitti Fatimah dan Syayyid Abdurrahman yang lbih dikenal dengan Birenggono disebuah dusun kecil bernama dusun Langgher Dejeh diperbatasan desa Ketapang Daya dan desa Ketapang Timur kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang. Sepasang suami istri tersebut berasal adri pulau Kalimantan datang ke Madura bersama adik Birenggono yaitu Syayyid Abdurrokhim yang kemudian lebih dikenal dengan Birenggana untuk menyebarkan agama Islam. Mereka dikenal masyarakat setempat memiliki keluhuran budi dan ilmu kesaktian, sehingga masyarakat manaruh hormat kepada mereka. Birenggono dan Birenggana sering melanglang buana dalam waktu yang lama untuk menyebarkan agama Islam. Pada suatu hari ketika Birenggono sedang duduk ditepi jalan dekat rumahnya Nampak dari kejauhan terlihat ada seorang sedang memikul karung, setelah mendekat kemudian Birenggono menyapa pak tua tersebut : “Mau kemana Pak? “. “Mau pulang ke Pancor pak!” jawab pak tua tadi sambil memalingkan muka. Rupanya pak tua tadi ketakutan jangan – jangan orang yang menyapanya ini adalah seorang perampok. Kemudian Bertanya lagi kepada pak tua : “Apa yang Bapak pikul? “ . “Oh ini garam Pak”, jawab pak tua karena takut jika mengatakan beras maka Birenggono akan merampok berasnya tadi. “Silahkan kalau begitu, hati – hati banyak perampok di jalan ! ” ucap Birenggino mengingatkan pak tua. “Terima kasih” jawab pak tua. Setelah sampai dirumah alangkah terkejutnya pak tua melihat isi karungnya berubah menjadi garam. Kemudian pak tua kembali menemui Birenggono untuk menanyakan barangkali berasnya tertukar. “Ada apa Pak” Tanya Birenggono ketika pak tua kembali menemuinya. “Maaf saya mau menanyakan apakah karung yang saya bawa tadi tertukar dengan karung Bapak? ”, “Tidak, memangnya apa isi karung tadi?” Jawab Birenggono. “Maaf saya tadi tidak jujur , sebenarnya isi di dalam karung saya itu beras bukan garam”, Jawab pak tua. Makanya Anda harus jujur jangan suka berbohong Pak, sebaiknya Bapak pulang saja !” ucap Birenggono berusaha mengingatkan. Dengan wajah lesu akhirnya pak tua kembali pulang, tetapi sesampainya dirumah alngkah terkejut dan bahagianya pak tua ketika membuka karung tersebut sekarang isinya kembali berubah menjadi beras.
 
Pada awalnya sepasang suami istri tersebut hidup rukun dan bahagia, tetapi pada suatu hari mereka mengalami percekcokan. Sang suami mencurigai isterinya selingkuh dengan laki – laki lain demikian pula dengan sang isteri yang mencurigai suaminya juga selingkuh pada wanita lain. Puncak dari percekcokan tersebut sepasang suami isteri tersebut kemudian sepakat saling bersumpah dihadapan banyak orang. Sitti Fatimah bersumpah: “Jika memang dia bersalah maka ketika ia meninggal nanti jika dikuburkan ditengah sungai maka akan hanyut dibawa air sungai dan banjir, tetapi jika ia tak bersalah makamnya tidak akan hanyut oleh air sungai”. Begitupula sang suami Birenggono bersumpah jika ia nanti meninggal, makamkanlah ia di atas puncak bukit kapur. Jika ia tak bersalah maka akan mudah digali hanya dengan menggunakan ranting pohon jarak, sebaliknya jika memang bersalah maka kuburan tersebut tidak akan bisa digali.
 
Setelah beberapa tahun kemudian, sepasang suami isteri tersebut meninggal dunia bersamaan. Kemudian penduudk setempat memakamkan Sitti Fatimah ditengah sungai dan memakamkan Birenggono di atas bukit kapur sesuai dengan wasiat dan sumpah mereka ketika masih hidup. Dan sungguh tidak masuk akal, ketika penduduk memakamkan Sitti Fatimah ditengah hilir sungai, ternyata aliran sungai seolah – olah menghindari makam membelah menjadi dua aliran menuju laut membentuk air terjun. Kemudian air terjun tersebut oleh masyarakat dinamakan “Air Terjun Toroan” berasal dari kata toron (toron dalam bahasa Madura berarti turun). Makam Sitti Fatimah kemudian oleh masyarakat dinamakan “Asta Buju’ Penyppen”. Begitupula dengan jenazah Birenggono kemudian penduduk memakamkannya di atas bukit kapurtidak jauh dari makam Birengganah dengan cara menggali bukit kapur tersebut menggunakan ranting pohon jarak. Sungguh suatu keajaiban ternyata dengan mudah penduduk dapat menggali bukit kapur hanya menggunkan ranting pohon jarak. Makam Birenggono ini kemudian oleh masyarakat Ketapang Timur dikenal dengan “Asta Kam Tenggi” yaitu makam ditempat yang tinggi. Sampai saat ini kedua makam sepasang suami isteri tersebut dan air terjun Toroan masih dikeramatkan dan dijaga kelestariannya oleh masyarakat setempat.“Asta Buju’ Penyeppen” (makam Sitti Fatimah) terletak di dusun Langgher Daya Ketapang Daya Kecamatan Ketapang, sedangkan “Asta / Makam Tenggi” terletak di desa Ketapang Timur Kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang.
 
Sumber: https://ketapangtimursampang.wordpress.com/2015/08/07/asal-usul-air-terjun-toroan/

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline