Pada zaman dahulu kala, di sebuah kabupaten di Purbalingga-Jawa Tengah terdapat dua buah desa yang berbatasan secara langsung yaitu desa Pagerandong dan desa Selamanik. Kedua desa tersebut maasing-masing dipimpin oleh seorang tokoh masyarakat yang disebut oleh masyarakat dahulu dengan nama “sesepuh”. Sesepuh memiliki makna orang yang dihormati. Desa Selamanik dipimpin oleh seseorang yang dijuluki Eyang Purwasuci, sedangkan desa Pagerandong dipipmpin oleh Eyang Adi Menggala. Konon kedua orang tersebut memiliki kekuatan yang luar biasa. Sehingga dengan kekuatan itu mereka disegani oleh orang lain dan dipercaya untuk menjaga keamanan desa dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dulunya mereka berasal dari satu perguruan yang sama. Menurut kepercayaan masyarakat sekitar bahwa masyarakat zaman dahulu banyak yang memiliki kekuatan-kekuatan magis (supranatural) yang jarang dimiliki oleh masyarakat pada zaman sekarang.
Seiring berjalannya waktu, terjadi sebuah konflik antar kedua desa tersebut yang hanya dibatasi oleh sebuah sungai yang bernama sungai Lebak. Masyarakat dari desa Pagerandong beserta pemimpinnya menghendaki adanya perluasan wilayah ke desa Selamanik. Akan tetapi, dari pihak masyarakat Selamanik menolak hal itu. Sehingga terjadilah perang besar antar kedua desa. Perang pada saat itu tidak hanya berupa perang fisik, akan tetapi dari kedua pihak saling mengadu kesaktian masing-masing.
Dengan kekuatan yang dimiliki, Eyang Adi Menggala menyebatkan sapu tangannya sehingga terjadi hujan batu di desa Selamanik mulai dari batu yang berukuran kecil hingga batu yang berukuran sangat besar dengan jumlah yang sangat banyak. Melihat kejadian itu, Eyang Purwasuci tidak tinggal diam. Ia berusaha menghalau batu-batu tersebut dengan menggunakan keris yang ia miliki. Akhirnya ia mampu mengembalikan hujan batu yang dikirimkan oleh Eyang Adi Menggala dan kawan-kawannya. Akan tetapi, karena jumlah batu yang berjatuhan itu sangat banyak, Eyang Purwasuci tidak mampu mengembalikan batu-batu tersebut secara keseluruhan ke desa Pagerandong sehingga masih banyak tersisisa batu di desa Selamanik sampai saat ini. Di antara batu-batu tersebut terdapat sebuah batu yang berukuran sangat besar yang tertinggal di sungai Lebak. Namun terdapat keanehan pada batu tersebut yaitu batu tersebut mengapung di atas sungai. Menurut cerita, batu tersebut mengapung akibat kekuatan suci yang dimiliki oleh Eyang Purwasuci. Melihat kekuatan yang dimiliki oleh Eyang Purwasuci, akhirnya niat Adi Benggala untuk menambah luas kawasan desa Pagerandong ke desa Selamanik pun dibatalkan.
Semenjak kejadian itu, nama Selamanik pun berganti menjadi nama Selakambang yang pada dasrnya terdiri dari dua kata yaitu Sela yang berarti batu, dan kambang yang berarti terapung. Sehingga jika digabungkan memiliki arti “batu yang mengapung”. Sampai saat ini, batu besar tersebut masih berada di sungai lebak. Tidak tanggung-tanggung, ukurannya memang sekitar lima kali lebih besar dari ukuran rumah pada umumnya yang ada saat ini. Hanya saja, keadaannya sudah tidak lagi mengapung seperti cerita yang masyarakat katakan, akan tetapi sungainya mengalir mengitari sungai Lebak yang mengindikasikan bahwa keadaan desa tersebut sudah aman. Kepercayaan masyarakat akan kekuatan gaib yang dimiliki batu besar tersebut masih tersisa sampai saat ini yang dibuktikan dengan adanya masyarakat yang melakukan ritual-ritual khusus pada malam hari terutama malam jumat kliwon dengan berbagai tujuan. Ketika sore hari, banyak masyarakat yang datang sekedar untuk melihat-lihat pemandangan atau bersantai-santai.
Cerita tidak berhenti sampai di situ. Akibat konflik dan permusuhan yang terjadi antar Eyang Purwasuci dan Adi Menggala, menimbulkan larangan terhadap anak keturunannya untuk saling menikahkan sanak-saudaranya (besanan) antara warga desa Selakambang dengan waarga desa Pagerandong. Ini adalah sebuah karma yang masih dipercayai oleh sebagian besar masyarakat. Jika larangan tersebut dilanggar maka keluarga yang melannggarnya itu akan mendapat musibah. Memang terbukti bahwa masyarakat dari kedua desa tidak melakukan besanan. Sebagian dari mereka yang melanngar hal itu mendapat musibah seperti orang tuanya menjadi gila, terserang penyakit, dan sebagainya. Apakah itu hanyalah kebetulan atau karma atau bahkan kehendak Tuhan? Wallahu’alam.
Sumber: http://catkil.blogspot.com/2012/03/asal-mula-nama-desa-selakambang.html
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.