Suku bangsa Nias mempunyai adat dan upacara perkawinan yang khas. Pada suku bangsa ini peran seorang tetua adat yang dinamakan 'MADO' penting, karena ia menentukan apakah seorang pemuda dan seorang gaids menurut aturan adat boleh dikawinkan. namun syarat terberat bagi seorang pemuda Nias yang hendak kawin adalah soal mas kawinnya. Mas kawin amat besar dan sulit dipenuhi oleh kebanyakan pemuda. Umumnya mas kawin tersebut berupa 100 ekor babi dewasa. Pria yang belum sanggup membaar mas kawin, tetapi sudah hendak menikah boleh saja, namum sebagai gantinya ia harus bekerja mengabdi pada mertuanya, sampai mas kawinnya lunas.
Adat perkawinan Nias dimulai dengan masa pertunangan. Masa ini ditandai dengan pengiriman sejumlah emas pada upacara mamebola dari pihak keluarga pria pada kelarga wanita. Sebagai imbalan, pihak wanita memerikan sekantong daging bai rebus yang mereka sebut simbi. Daging yang dikirim dipilihkan bagian rahang bawah, jantung, dan hati. Semuanya dibungkus dalam sebuah kantong dari anyaman tikar yang disebut mboola. Sekitar 20 hari kemudian, pihak pria melakukan upacara famuli mboola, yakni mengembalikan kantong tikar tadi. Daging babi rebus juga diisikan pada kantong itu pada saat mereka mengembalikannya.
Umumnya ada 10 tata urutan pernikahan adat Nias, sebagai berikut :
1. Mencari Jodoh
Pemuda yang ingin mencari jodoh memilih secara diam-diam si gadis, karena adat melarang untuk berhadapan atau berbicara secara langsung dengan si gadis
• Istilah Mencari Jodoh ini disebut Famaigi Niha (Nias Barat, Laraga, Nias Tengah)
• Famakha Bale (Hilinawalo, Nias Selatan)
• Lobi-Lobi (Hilisimaetano, Bawomataluo, Aramo, Siwalawa)
Tahap mencari jodoh ini juga memakai cara :
a.Manandra Fangifi (Daerah Tuhegewo, Amandraya, Aramo) artinya melihat jodoh baik atau tidak dari mimpi si laki laki calon mempelai,atau
b.Famaigi todo manu (Lolowa’u) artinya melihat jodoh baik atau tidak dari pemeriksaan jantung ayam
Jika laki-laki telah menemukan jodohnya, maka melalui perantara istilahnya:
• Si’o (Telangkai)
• Balondrela
• Samatua’li
• Si’ila (Daerah To’ene/NISEL) menanyakan status gadis kepada HIWA (keluarga dekat si gadis) apakah sigadis belum terikat dan bersedia menerima pinangan lamaran.
2. Famatua / Pertunangan
Pihak laki laki menyampaikan lamaran secara resmi kepada pihak perempuan,tanda jadi peminangan diserahkan Afo si Sara, yakni :
* Tawuo = sirih
* Betua = kapur sirih
* Gambe= gambir
* Fino = pinang
* Bajo = tembakau
BOLA AFO
Semua bahan bahan ini dibungkus dengan baik,sebanyak 100 lembar sirih disusun berdempet. Inti acara ini adalah pertunangan secara resmi yang berlangsung di rumah pihak perempuan.Pertunangan tahap ini masih longgar yang istilahnya fohu-fohu bulu ladari (Diikat dengan dun ladari). Bisa batal tanpa resiko apapun.
• Istilah pertunangan ini disebut Famatua
• Famaigi bowo (Daerah Moro’o)
• Fame Laeduru yaitu tukar cincin (Daerah Laraga,Tuhegewo/
Amandraya, Aramo, Daro-Daro Balaeka)
Acara Famaigi Bowo dipandu oleh Satua Famaigi bowo (Pembawa acara) meliputi ::
- Penyerahan babi jantan hidup-hidup ukuran 7 alisi (50 kg)
- Penyerahan Afo si Sara (sirih) kira-kira 100 lembar,gambir 25 biji , tembakau 1 ons,pinang 20 biji,kapur sirih 1 ons, dibungkus dengan baik, dalam bungkusan diselipkan cincin belah rotan (suasa) untuk bahan tukar cincin, jika dipakai cincin emas dianggap menantang pihak perempuan tentang jujuran.
- Kepada pihak perempuan disampaikan maksud dan tujuan kedatangan,kemudian disambut oleh ketua adat pihak perempuan,setelah selesai lalu dilanjutkan makan bersama
3. Fangoro / Berkunjung ke Rumah Mertua
Kunjungan calon penganten Pria kerumah calon mertua. Satu hari setelah Famigi bowo calon penganten laki datang ke rumah si perempuan membawa nasi dan lauk seekor anak babi yang telah dimasak, serta membawa seperangkat sirih.Penganten laki ditemani adiknya laki-laki.Dirumah si perempuan calon penganten pria disambut dengan seekor anak babi yang dipotong, sebagian dibungkus dibawa pulang untuk oleh-oleh.kepada orang tua laki-laki.
4. Fanema Bola / Penentuan Jujuran
Kunjungan pihak perempuan ke rumah pihak lelaki tanpa disertai penganten perempuan, hanya disertai saudara laki-laki si perempuan .Kedatangan pihak perempuan disambut dengan menambatkan 2 ekor babi besar (@50 kg) untuk dimakan bersama, babi dibelah sama rata.
Acara penghitungan jujuran ini disebut femanga bawi nisila hulu (artinya: seekor babi dibelah dua dari kepala sampai ekor; separoh untuk perempuan dan separohnya untuk lelaki, sebagai simbol kesepakatan,mempersatukan dua keluarga, tanda pertunangan tidak dapat dibatalkan lagi. Jika batal perempuan harus mengembalikan jujuran lipat ganda atau pihak pria tidak menerima jujuran jika batal sepihak oleh pria.
Acara ini disebut :
• Fanunu manu sebua (Daerah Laraga)
• Famorudu nomo (Moro’o)
• Fangerai bowo (Daerah Aramo,To’ene)
• Fanofu bowo (Bawomataluo)
• Mamalua angeraito bowo
Besarnya jujuran yang harus dibayar oleh pihak laki-laki berbeda menurut derajat sosial dan wilayah adatnya
Derajat sosial di daerah NIAS SELATAN terbagi atas :
1. Si’ulu (Kaum Bangsawan)
2. Si’ila (Kaum Cerdik Pandai)
3. Sato (Masyarakat Awam)
Derajat sosial di NIAS UTARA, TENGAH, BARAT terbagi atas:
1. Bosi si Siwa
2. Bosi si Walu
3. Bosi si Fitu
5. Famekola / Pembayaran Uang Mahar
Keluarga pria datang ke pihak perempuan untuk membayar mahar dengan membawa seperangkat sirih dan 10 gram emas.
Pihak perempuan menyambut dengan menyediakan 3 ekor babi, untuk :
1. Satu ekor untuk rombongan yang datang
2. Satu ekor untuk ibu pengantin pria
3. Satu ekor lagi dibawa pulang hidup-hidup
6. Fanua'a Bawi / Melihat Babi Adat
Pihak perempuan datang melihat kedua ekor babi pernikahan, cocok atau tidak menurut persyaratan : Kedua ekor babi yang melambangkan kedua pihak keluarga ,dipelihara secara khusus sejak kecil hingga besarnya sekitar 100 Kg atau lebih,Babi tidak boleh cacat,ekornya mesti panjang,dan warna bulunya harus sama ,tidak boleh berwarna belang atau merah, warnya harus satu hitam atau putih.Babinya berwibawa ( terlihat dari taringnya,ekornya ,bulu tengkuknya ) Pada saat FANU’A BAWI Pihak pria menyediakan dua ekor babi untuk dimakan bersama dan saat pihak perempuan pulang diserahkan lagi 10 gram emas dan sebagian daging babi tadi.
Materi acara dalam Fanu’a Bawi adalah:
• Menentukan hari dan tanggal pernikahan (Falowa)
• Persiapan sehubungan perlengkapan pernikahan
• Menghitung/mengingatkan jumlah mahar yang masih belum dibayarkan
• Besar bowo (Mahar) ditentukan oleh tinggi rendahnya kedudukan dalam adat
Penerimaan Bowo adalah sebagai berikut:
a. Tolambowo (Orang tua kandung) menerima 100 gram emas
b. Bulimbowo (Famili terdekat) menerima 20 gram emas dan dibagi rata
c. Pelaksanaan penerimaan bowo ini dilakukan pada waktu pesta pernikahan
7. Fanga'i Bowo / Mengambil Beras Bantuan
Pihak perempuan datang mengambil beras bantuan ke pihak pria untuk mengambil beras bantuan pada pesta pernikahan, tanda waktu pelaksanaan tidak berubah lagi.
Jumlah beras yang diambil adalah sebanyak = 4 Zoe + 2 Lauru
*Catatan :
1 Zoe = 14 Kaleng
1 Zoe = 10 Lauru
1 Lauru = 24 takaran
Takaran beras, gabah dan kacang. Dianyam dari batang tumbuhan jalar ‘Tutura atau Tura-tura. Volumenya: 7500 gram beras. Tinggi 24,2 cm dengan diameter lingkaran 28,1 cm.
Jenis Takaran:
1. Takaran/Tetehösi, Idanögawo Volumenya: 1500 gram beras, Tinggi 15,5 cm, diameter 16,7 cm.
2. Takaran/Ambukha, Nias Tengah Volumenya: 375 gram beras, Tinggi 9,8 cm, diameter 9,7 cm.
3. Takaran/Ambukha, Nias Tengah Volumenya: 500 gram beras, Tinggi 10,4 cm dan diameter 10,85 cm.
4. Takaran/Lölö’ana’a, Nias Tengah Volumenya: 750 gram beras, Tinggi 16,8 cm dengan diameter 11 cm.
8. Fame'e / Nasehat Untuk Calon Mempelai
3 Hari sebelum pernikahan dilakukan upacara fame’e (tuntunan cara hidup untuk berumah tangga). Calon pengantin pria ditemani teman-temannya (Ortu tidak ikut) datang ke rumah perempuan membawa seperangkat sirih. Para ibu-ibu pihak keluarga perempuan menasehati sang gadis, biasanya si gadis menangis (Fame’e = menangisi sigadis, karena akan pisah dengan keluarga). Mulai saat fame’e dibunyikanlah gong (Aramba) dan gendang (Gondra) terus menerus, sampai hari pesta dilaksanakan. Sang gadis pun dipingit, untuk menjaga kesehatan dan kecantikannya.
Dalam adat NIAS, peran Paman sangat dihormati (Paman = Sibaya/Saudara laki - laki ibu si gadis) sebelum pernikahan dilangsungkan, maka pihak perempuan melaksanakan Fogauni Uwu (Mohon doa restu Paman untuk pelaksanaan pernikahan mendatang).
9. Folau Bawi / Mengantar Babi Adat
Sehari sebelum pernikahan, pihak laki-laki mengantar kedua ekor babi pernikahan dan seekor pengiringnya ke rumah keluarga perempuan. Ke-2 Babi Adat ini diberangkatkan dari rumah keluarga laki-laki dengan upacara tertentu, dan disambut oleh pihak perempuan juga dengan upacara tertentu dengan syair yang berbalas-balasan.Kedatangan rombongan pihak laki-laki disambut dengan memotong dua ekor babi yang dimakan bersama juga untuk dibawa pulang.
Acara ini disebut Fondroni Bawi, dengan rincian pembagian Babi Adat adalah sebagai berikut :
- Babi yang pertama: yang paling besar untuk keluarga perempuan (So’ono) dan pihak paman si gadis (Uwu)
- Babi yang kedua, diperuntukkan bagi warga kampung keluarga si gadis (Banua) dan pihak laki-laki (Tome)
Menguliti dan memotong-motong babi ternyata tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Babi yang paling besar jatuh pada keluarga yang paling dihormati oleh keluarga yang menyelenggarakan pesta, demikian seterusnya hingga babi yang paling kecil.. Yang paling sulit adalah melepas rahang (simbi), karena simbi tidak boleh rusak. Simbi adalah bagian paling berharga dari babi.Cara memotong-motong daging babi di Nias dipotong secara teratur dan mengikuti pola yang nampaknya sudah lazim di sana.
1. Pertama, melepas bagian simbi.
2. Kedua, membelah babi dari mulai ujung hidung, sebelah telinga, hingga ekor yang disebut söri.
3. Ketiga, membagi bagian perut dari söri dengan menyertakan sedikit telinga yang disebut sinese.
4. Keempat, membagi rahang atas menjadi dua, yang mereka sebut bole-bole.
5. Kelima, memotong kaki belakang, disebut faha.
6. Keenam, memotong kaki depan yang disebut taio. Semua babi dikuliti dan dipotong-potong dengan cara yang sama, lalu dibagikan kepada hadirin, kerabat, dan tetangga sesuai stratanya masing-masing.
- Simbi adalah haknya ketua adat atau orang yang paling dihormati.
- Söri adalah haknya ketua adat, para paman, mertua, dan ketua rumpun keluarga.
- Sinese adalah haknya ketua adat, adik atau kakak laki-laki, tokoh agama, dan tokoh pemerintah.
- Bole-bole adalah haknya ketua adat, ketua rumpun keluarga, dan salawa.
- Faha adalah haknya keponakan dan anak perempuan.
- Taio diberikan khusus untuk para pemotong.
Menurut adat, pihak FADONO (Saudara wanita dari penganten perempuan) berhak menerima salah satu Ta’io (Kaki depan) yang dipotong dalam upacara itu.
10. Fawola / Pesta Pernikahan
Acaranya :
• Pada hari pernikahan Paman datang dan disambut dengan memotong dua ekor babi penghormatan
• Rombongan penganten Pria datang:membawa keperluan Pesta
• Menyerahkan sirih tanda penghormatan
• Penyelesaian bowo untuk . Tolambowo ( orang tua kandung ) menerima 100 gram emas dan Bulimbowo
• Famili terdekat menerima 20 gram emas dan dibagi rata ke semua.
• Demikian juga io naya nuwu (Mahar untuk Paman) juga turut dibayarkan.
• Puncak acara dilaksanakan FANIKA GERA’ERA (MEMBUKA PIKIRAN) yaitu perhitungan kembali semua mahar (Jujuran/bowo atau disebut juga boli gana’a *Boli : Harga - ana’a ; emas) baik yang sudah maupun yang belum dilunasi,oleh pihak keluarga laki-laki. Arti bowo adalah: Budi Baik.
Biasanya selalu ada sebagian dari jujuran itu yang belum dilunasi,sering dihiasi dengan pepatah: ”Hono mbowo no awai, hono mbowo lo sawai” (Artinya Ribuan jujuran sudah dilunasi,ribuan jujuran belum terlunasi) Oleh Ketua adat pihak perempuan, nasehat diberi kepada penganten pria , antara lain diberitahukan tentang hutang adat yang harus dipenuhi ,nasehat kewajiban suami kepada isteri,nasehat sebagai menantu kepada mertua,sebagai anggota suku.Selesai diucapkan nasehat itu, punggungnya diketuk (Pelan ) (1x) sekali.
Demikianlah dilakukan berulang-ulang,selesai upacara ucapan nasehat.Jika nasehat ini tidak dihiraukan ( penganten laki dalam posisi duduk di lantai ) , maka ia diwajibkan melunasi dulu jujuran yang belum terlunasi, dan jika penyelesaian pembicaraan fanika gera’era tidak selesai , maka pesta bisa ditunda atau dibatalkan sama sekali.
Selesai acara diatas, dilanjutkan dengan acara pemotongan Babi Adat, yang dipotong dengan cara :
BABI DIBELAH DARI KEPALA SAMPAI EKOR ATAS 2 BAGIAN , untuk :
1 bagian orang tua si gadis dan keluarga si gadis (So’ono)
1 bagian untuk teman sekampung si gadis (Banua)
1 bagian untuk orang tua laki laki dan rombongan (Tome)
1 bagian untuk Paman si gadis (Uwu)
Menguliti dan memotong-motong babi ternyata tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Babi yang paling besar jatuh pada keluarga yang paling dihormati oleh keluarga yang menyelenggarakan pesta, demikian seterusnya hingga babi yang paling kecil. Yang paling sulit adalah melepas rahang (Simbi), karena simbi tidak boleh rusak. Simbi adalah bagian paling berharga dari babi.Cara memotong-motong daging babi di Nias dipotong secara teratur dan mengikuti pola yang nampaknya sudah lazim di sana.
1. Pertama, melepas bagian simbi.
2. Kedua, membelah babi dari mulai ujung hidung, sebelah telinga, hingga ekor yang disebut söri.
3. Ketiga, membagi bagian perut dari söri dengan menyertakan sedikit telinga yang disebut sinese.
4. Keempat, membagi rahang atas menjadi dua, yang mereka sebut bole-bole.
5. Kelima, memotong kaki belakang disebut faha.
6. Keenam, memotong kaki depan yang disebut taio. Semua babi dikuliti dan dipotong-potong dengan cara yang sama, lalu dibagikan kepada hadirin, kerabat, dan tetangga sesuai stratanya masing-masing.
Upacara pernikahan di Nias meriah sekali. Puluhan ekor babi disembelih untuk pesta itu dan banyak tamu diundang. Aneka rupa perhiasan dikenakan pada pengantin wanita. Biasanya perhiasan itu milik keluarga, yang hanya dipinjamkan pada salah seorang anak perempuan ketika ia menikah. Sesuai perkawinan, pengantin wanita diusung dengan tandu, ke rumah keluarga pengantin pria.
Beberapa hari kemudian, kedua pengantin pergi mengunjungi orang tua pengantin perempuan. Upacara ini disebut famul nucha. Pada saat itu, rombongan pengantin baru itu membawa buah tangan beruba daging babi rebus. Tujuan utama mengunjungi orang tua pengantin wanita itu terutama adalah mengembalikan perhiasan pengantin yang dipinjamkan pada hari pernikahan. Setelah upacara serah terima perhiasan selesai, keda pengantin baru diminta berdiri. Pada saat inilah ayah pengantin wanita menyerahkan seekor babi betina yang gemuk dan sehat untuk bibit ternak. Babi semacam itu disebut sigelo. Selain itu, kepada mereka juga diserahkan sebilah parang balewa, bibit padi serta bibit palawija. Itu semua merupakan bekal bagi suami istri muda yang akan memulai hidup baru mereka.