Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Bengkulu Bengkulu
ASAL MULA DANAU TES DI LEBONG, BENGKULU
- 18 Juli 2018

Danau Tes adalah sebuah danau terbesar di Provinsi Bengkulu yang terbentang antara dua buah dusun adat suku Rejang, yaitu: dusun adat Kutei Donok (Desa Tengah) dan dusun adat Tes. Danau ini terletak di kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong, dan berada di lereng pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.
Secara geografis topografi Danau Tes dan daerah di sekitarnya adalah lereng perbukitan dengan ketinggian menengah (sekitar 500 meter di atas permukaan laut), hal ini praktis menjadikan Danau Tes dan daerah sekitarnya memiliki cuaca yang sejuk dengan curah hujan yang kebanyakan adalah merata sepanjang tahun.
Konon, Danau Tes ini dulunya merupakan aliran Sungai Air Ketahun. Namun, karena terjadi suatu peristiwa, aliran itu berubah menjadi danau.

Dikisahkan di Dusun Kutei Donok, Tanah Ranah Sekalawi (atau daerah Lebong sekarang ini), hidup seorang sakti bersama seorang anak laki-lakinya. Oleh masyarakat Kutei Donok, orang sakti itu dipanggil si Lidah Pahit. Ia dipanggil demikian, karena lidahnya memiliki kesaktian luar biasa. Apapun yang dikatakannya selalu menjadi kenyataan. Meski demikian, ia tidak asal mengucapkan sesuatu jika tidak ada alasan yang mendasarinya. 
 
Pada suatu hari, si Lidah Pahit berniat untuk membuka lahan persawahan baru di daerah Baten Kawuk, yang terletak kurang lebih lima kilometer dari dusun tempat tinggalnya. Setelah menyampaikan niatnya kepada para tetangganya dan mendapat izin dari Tuai Adat Kutei Donok, ia pun segera menyiapkan segala peralatan yang akan dipergunakan untuk membuka lahan persawahan baru.
  • “Anakku, kamu di rumah saja! Ayah hendak pergi ke daerah Baten Kawuk untuk membuka lahan persawahan baru,” ujar si Lidah Pahit kepada anaknya. 
  • “Baik, Ayah!” jawab anaknya. 
Setelah berpamitan kepada anaknya, si Lidah Pahit pun berangkat dengan membawa kapak, parang, dan cangkul. Sesampainya di daerah Baten Kawuk, ia pun mulai menggarap sebuah lahan kosong yang terletak tidak jauh dari Sungai Air Ketahun. Si Lidah Pahit memulai pekerjaannya dengan menebangi pohon-pohon besar dengan kapak dan membabat semak belukar dengan parang. Setelah itu, ia pun segera mencangkul lahan kosong itu. Tanah-tanah cangkulannya ia buang ke Sungai Air Ketahun. 
 
Setelah dua hari bekerja, si Lidah Pahit telah membuka lahan persawahan seluas kurang lebih setengah hektar. Bagi masyarakat Kutei Donok waktu itu, termasuk si Lidah Pahit, untuk membuka lahan persawahan seluas satu hektar dapat diselesaikan dalam waktu paling lama satu minggu, karena rata-rata mereka berbadan besar dan berotot. Alangkah senang hati si Lidah Pahit melihat hasil pekerjaannya itu. 
 
Pada hari ketiga, si Lidah Pahit kembali ke Baten Kawuk untuk melanjutkan pekerjaannya. Ia bekerja dengan penuh semangat. Ia tidak memikirkan hal-hal lain, kecuali menyelesaikan pekerjaannya agar dapat dengan segera menanam padi di lahan persawahannya yang baru itu. Namun, tanpa disadari oleh si Lidah Pahit, para ketua adat dan pemuka masyarakat di kampungnya sedang membicarakan dirinya. Mereka membicarakan tentang pekerjaannya yang selalu membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun, sehingga menyebabkan aliran air sungai itu tidak lancar. Kekhawatiran masyarakat Kutei Donok yang paling besar adalah jika si Lidah Pahit terus membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun akan menyumbat air sungai dan mengakibatkan air meluap, sehingga desa Kutei Donok akan tenggelam. 
 
Melihat kondisi itu, ketua adat bersama tokoh-tokoh masyarakat Kutei Donok lainnya segera bermusyawarah untuk mencari alasan agar pekerjaan si Lidah Pahit dapat dihentikan. Setelah beberapa jam bermusyawarah, mereka pun menemukan sebuah alasan yang dapat menghentikan pekerjaan si Lidah Pahit. Maka diutuslah beberapa orang untuk menyampaikan alasan itu kepada si Lidah Pahit. Sesampainya di tempat si Lidah Pahit bekerja, mereka pun segera menghampiri si Lidah Pahit yang sedang asyik mencangkul. 
  • “Maaf, Lidah Pahit! Kedatangan kami kemari untuk menyampaikan berita duka,” kata seorang utusan. 
  • “Berita duka apa yang kalian bawa untukku?” tanya si Lidah Pahit. 
  • “Pulanglah, Lidah Pahit! Anakmu meninggal dunia. Kepalanya pecah terbentur di batu saat ia terjatuh dari atas pohon,” jelas seorang utusan lainnya. 
  • “Ah, saya tidak percaya. Tidak mungkin anakku mati,” jawab si Lidah Pahit dengan penuh keyakinan. 
Beberapa kali para utusan tersebut berusaha untuk meyakinkannya, namun si Lidah Pahit tetap saja tidak percaya. Akhirnya, mereka pun kembali ke Dusun Kutei Donok tanpa membawa hasil. 
  • “Maaf, Tuan! Kami tidak berhasil membujuk si Lidah Pahit untuk kembali ke kampung ini,” lapor seorang utusan kepada ketua adat. 
  • “Iya, Tuan! Ia sama sekali tidak percaya dengan laporan kami,” tambah seorang utusan lainnya. 
Mendengar keterangan itu, ketua adat segera menunjuk tokoh masyarakat lainnya untuk menyampaikan berita duka itu kepada si Lidah Pahit. Namun, lagi-lagi si Lidah Pahit tidak percaya jika anaknya telah mati. Ia terus saja mencangkul dan membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun. 
Melihat keadaan itu, akhirnya ketua adat bersama beberapa pemuka adat lainnya memutuskan untuk menyampaikan langsung alasan itu kepada si Lidah Pahit. Maka berangkatlah mereka untuk menemui si Lidah Pahit di tempat kerjanya. 
“Wahai si Lidah Pahit! Percayalah kepada kami! Anakmu benar-benar telah meninggal dunia,” kata ketua adat kepada si Lidah Pahit. 
Oleh karena sangat menghormati ketua adat dan pemuka adat lainnya, si Lidah Pahit pun percaya kepada mereka. 
  • “Baiklah! Karena Tuan-Tuan terhormat yang datang menyampaikan berita ini, maka saya sekarang percaya kalau anak saya telah meninggal dunia,” kata si Lidah Pahit dengan suara pelan. 
  • “Kalau begitu, berhentilah bekerja dan kembalilah ke kampung melihat anakmu!” ujar ketua adat. 
  • “Iya, Tuan! Saya akan menyelesaikan pekerjaan saya yang tinggal beberapa cangkul ini,” jawab si Lidah Pahit.
Mendengar jawaban itu, ketua adat beserta rombongannya berpamitan untuk kembali ke Dusun Kutei Donok. Setelah rombongan itu pergi, si Lidah Pahit baru menyadari akan ucapannya tadi. 
Dalam hati, ia yakin betul bahwa anaknya yang sebenarnya tidak meninggal kemudian menjadi meninggal akibat ucapannya sendiri. Maka dengan ucapan saktinya itu, anaknya pun benar-benar telah meninggal dunia
Namun, apa hendak dibuat, nasi sudah menjadi bubur. Ucapan si Lidah Pahit tersebut tidak dapat ditarik kembali. Dengan perasaan kesal, ia pun melampiaskan kemarahannya pada tanah garapannya. Berkali-kali ia menghentakkan cangkulnya ke tanah, lalu membuang tanah cangkulannya ke Sungai Air Ketahun. 
Setelah itu, ia pun bergegas kembali ke Dusun Kutei Donok hendak melihat anaknya yang telah meninggal dunia. Sesampainya di rumah, ia mendapati anaknya benar-benar sudah tidak bernyawa lagi. 
Konon, tanah-tanah yang dibuang si Lidah Pahit itu membendung aliran Sungai Air Ketahun dan akhirnya membentuk sebuah danau besar yang diberi nama Danau Tes.
Demikian cerita Asal Mula Danau Tes dari Provinsi Bengkulu. Hingga kini, Danau Tes menjadi sumber mata pencaharian penduduk Kota Donok.
***
 
Cerita di atas termasuk ke dalam kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. 
Salah satu pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah keburukan sifat mudah percaya pada omongan orang-orang yang berpangkat atau penguasa, “ karena tidak selamanya ucapan seorang penguasa selalu benar ”. 
Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku si Lidah Pahit yang mudah percaya dengan laporan ketua adat di kampungnya, sehingga mengakibatkan anak kesayangannya meninggal dunia.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Danau Tes memiliki banyak cerita rakyat berbentuk; legenda, mitos, kepercayaan dan tambo. Sejak zaman dahulu (kepercayaan para leluhur/nenek moyang orang Lebong), Danau Tes dikisahkan merupakan daerah yang angker dan tempat berdiamnya setan.
 
Danau ini terletak di dua wilayah kemasyarakatan (marga), yaitu Marga Jurukalang dan Marga Bermani. Beratus-ratus tahun kemudian kedua marga itu digabungkan dalam satu marga (hingga sistem kemargaan dihilangkan) menjadi Marga Bermani Jurukalang. Wilayah Marga Bermani Jurukalang itu (salah satu asal suku Rejang puak Lebong) membawahi mulai dari Desa Tapus (Topos, desa tertua di Lebong) sampai Desa Turan Lalang. Sekarang secara administratif Marga Bermani Jurukalang terbagi ke dalam dua wilayah kecamatan: yaitu Kecamatan Rimbo Pengadang dan Kecamatan Lebong Selatan (awalnya hanya wilayah Kecamatan Lebong Selatan).
 
Danau Tes, Kabupaten Lebong, Bengkulu
 
Danau Tes yang merupakan perut Bioa Ketawen (Air Ketahun) merupakan wilayah sumber mata pencarian penduduk sekitarnya, termasuk sepanjang Air Ketahun yang melintasi Kabupaten Lebong. Di danau itu, masyarakatnya dapat mencari ikan dengan pancing, jala, bubu, jaring, mengacea (mancing di air deras), tajua (pancing yang dipasang malam hari), menyuluak (mencari ikan di malam hari dengan peralatan lampu petromak, tombak ikan bermata tiga (trisula) dan menggunakan perahu) dan sebagainya alat penangkap ikan khusus masyarakat Kotadonok dan sekitarnya.
 
Bila siang hari, ketika melintas di jalan raya di pinggir Danau Tes, dengan jelas dapat dilihat masyarakat mencari ikan di tengah Danau. Sedangkan yang mencari ikan dengan peralatan kecil, biasanya berada di pinggir-pinggir danau. Di sisi lain, Danau Tes merupakan sarana transportasi air bagi penduduk Kotadonok yang mengolah areal persawahan di kawasan sawah Baten (nama arean pertanian yang terletak diseberang Desa Tes, Taba Anyar, Mubai, dan Turun Tiging). Alat transportasi penduduk ke sawah dengan jarak tempuh sekitar 4 km adalah menggunakan perahu kayu, termasuk untuk mengangkut hasil panen.
 
Di sepanjang jalan di tepi Danau Tes yang menghubungkan Desa Kotadonok dengan Ibukota Kecamatan Lebong Selatan, Tes sepanjang 5 km yang jalannya adalah jalan utama di Kabupaten Lebong. Dapat disaksikan betapa indahnya panorama Danau Tes. Di sana ada tempat wisata bernama Pondok Lucuk (Pondok Runcing). Penamaan mengikuti bentuk bangunan yang sejak zaman kolonial, bentuk atap seperti kerucut. Luas bangunan sekitar 6x6 meter. Lokasinya berada di sebelah kanan arah jalan dari Kotadonok ke Tes, tepat di pinggir danau.
 
Danau Tes Tahun 1926
COLLECTIE TROPENMUSEUM Het meer van Tas TMnr 60014434.jpg
Potensi Danau Tes didukung dengan pemandangan di sekitar kawasan danau yang terletak di Kecamatan Lebong Selatan. Selain dikelilingi kawasan hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) Danau Tes juga menyimpan pesona alam yang tak kalah menariknya untuk dikunjungi.
 
Selain sebagai tempat wisata, Danau Tes juga merupakan pusat Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Bengkulu. Danau ini adalah salah satu objek wisata andalan di Kabupaten Lebong, sekaligus danau terbesar di Provinsi Bengkulu. Danau yang terbentang dari Kutei Donok (Kota Donok) sampai ke Kelurahan Tes Kecamatan Lebong ini luasnya lebih kurang 750 hektare.
 
Di Danau Tes, pengunjung juga dapat menyaksikan aktivitas penduduk desa di sekitar danau yang mayoritas mata pencahariannya adalah petani dan nelayan. Rutinitas mereka sehari-harinya adalah melakukan kegiatan seperti mengolah sawah, memancing, dan menangkap ikan di danau. Pada setiap tahunnya di penghujung bulan Mei, di tempat ini biasanya diadakan acara ritual panen kizing/tiram air tawar.
 
Danau Tes mendapatkan suplai air terutama dari Air Ketahun dan Air Pau. Kedua sungai ini bermuara ke danau tes di desa Kota Donok. Vegetasi di pinggiran Air Pau cukup terpelihara, sehingga daerah aliran sungai Air Pau perlu dijaga dan dipantau secara rutin untuk menjamin suplai air yang menuju ke danau. Sementara Air Ketahun yang kanan kirinya berupa berbukitan memungkinkan terjadinya erosi dan pengendapan sedimen yang dibawa ke dalam danau. Beberapa tahun yang lalu terjadi banjir bandang yang banyak membawa material dan masuk ke dalam badan air. Sehingga tampak sekali terjadi pendangkalan badan danau. Hal ini dikuatkan oleh beberapa beberapa orang tua penduduk asli desa Kota Donok. Mereka mengatakan bahwa sewaktu mereka muda kedalam air cukup dalam mungkin lebih dari 6-10 meter, namun saat ini kedalam air tidak lebih dari 2 meter. Keadaan ini dapat dilihat sepanjang pinggiran danau sudah sejak lama terjadi pelebaran pinggiran danau yang sudah ditumbuhi oleh semak, bahkan oleh penduduk sekitar telah diubah menjadi petak-petak. Dengan terjadinya pendangkalan oleh proses sedimentasi yang terus-menerus, maka sewaktu-waktu dapat mengancam fungsi Danau Tes sebagai sumber pembangkit tenaga listrik.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
Sumber: http://agathanicole.blogspot.com/2017/08/asal-mula-danau-tes-di-lebong-bengkulu.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline