Alkisah di dalam hutan yang berada di pinggiran hamparan sawah terdapat seekor tikus besar yang memiliki banyak simpanan padi. Setiap masa panen tikus itu mencuri padi-padi milik petani. Bulir demi bulir padi dikumpulkan di dalam rumahnya untuk berjaga menghadapi tibanya musim paceklik. Sebab di musim itu sawah petani akan mongering dan makanan sulit didapat.
Ketika tikus sedang menghitung jumlah bulir-bulir padinya seekor burung tekukur mengintipnya dari lubang rumahnya.
“Satu…dua…tiga…!” Tikus menghitung jumlah padinya. Tikus kemudian menghentikan hitungannya melihat bayangan burung tekukur yang menimpa padi-padinya.
“Hai, kenapa mengintip di situ?” Tanya tikus kemudian.
“Padimu banyak sekali, kawan!” sapa burung tekukur kemudian.
“Ya, susah-susah aku mengumpulkannya. Untuk persediaan musim paceklik mendatang!” jawab tikus singkat.
“Kawanku tikus, bisakah aku minta tolong padamu? Pinjamilah aku padi barang lima kaleng saja!” Kata tekukur ketika memasuki rumah tikus.
Tikus melipat tangannya, memikir-mikirkan permintaan tekukur.
“Kelak, akan kubayar enam kaleng!” kata tekukur meyakinkan.
“Boleh saja. Tapi, kapan kau akan membayarnya? Jangan terlalu lama!” sambung tikus.
“Nanti, setelah musim panen pasti aku akan membayarnya!” jawab tekukur.
“Baiklah!” Jawab tikus bersungguh-sungguh.
Setelah itu tikus menakar padinya sebanyak lima kaleng kemudian diserahkan kepada tekukur. Tekukur pun membawa pulang padi itu.
Setelah beberapa lama, musim menuai padi pun tiba. Tikus menunggu-nunggu padinya dikembalikan tekukur. Namun, pada musim itu tekukur bernasib sial. Dia tidak berhasil mengumpulkan padi sejumlah utangnya untuk dibayarkan kepada tikus. Jangankan untuk membayar utangnya kepada tikus, untuk makan satu keluarga saja hampir tak punya. Sementara tikus berharap-harap tekukur membayar utangnya sehabis panen.
Pagi-pagi sekali tikus berangkat ke rumah tekukur dengan maksud untuk menagih utang.
“Maaf kawan. Hari ini aku belum punya padi untuk membayar utang!”
Tikus pun pulang dengan tangan hampa.
Setelah ditunggu berhari-hari tekukur tak juga datang ke rumah tikus. Akhirnya tikus menyuruh anaknya untuk menagih utang ke rumah tekukur.
“Saya disuruh ibu mengambil padi utangmu”, ujar anak tikus.
“Wah, anak manis. Saya belum punya padi untuk membayar utang. Sampaikan kepada ibumu, besok akan kubayar. Sekarang ini aku belum punya!” jawab tekukur ringan.
Anak tikus itu pun pulang dengan tangan kosong. Ia menceritakan kepada tikus bahwa tekukur belum mempunyai padi untuk membayar utangnya.
Sejak saat itu tikus sering datang ke rumah tekukur untuk menagih utangnya. Kalau tidak, dia pasti menyuruh anak-anaknya. Meski demikian tidak juga membuahkan hasil. Tekukur tidak pernah memiliki padi untuk membayar utangnya.
Pada suatu hari, tikus datang ke rumah tekukur, kali ini ia nampak marah-marah sekali kepada tekukur.
“Kamu pembohong”, tuduh tikus berkecak pinggang. “Mana padi yang kaujanjikan itu? Kalau berani berhutang maka kamu harus berani membayar”, sambung tikus dengan geram.
“Tenang…tenang dulu kawan!” sambung tekukur sambil menjatuhkan sisir ke kolong rumah. Tikus masih saja memaki-maki tekukur.
“Baiklah, hari ini akan kubayar utangku”, kata tekukur kemudian.
Tikus terkesiap mendengar jawaban yang berbeda dari biasanya.
“Tapi, aku minta tolong ambilkan sisirku yang jatuh ke kolong itu!” sambung tekukur kemudian.
“Baiklah!” jawab tikus mantap, “Asal utangku dibayar!”
Tikus segera berjalan ke kolong rumah itu untuk mengambil sisir. Tetapi, ketika tikus berada di kolong rumah, tekukur menyiramnya dengan air panas. Tikus berteriak-teriak kesakitan. Badannya mengelupas karena kepanasan. Seluruh tubuhnya menjadi merah. Bulu-bulunya rontok. Tikus segera berlari ke rumahnya.
Sesampainya di depan rumah, anak-anak tikus menyongsong kegirangan.
“Ibu datang. Ibu datang bawa baju merah!” Teriak mereka sambil bertepuk tangan.
“Bodoh kalian semua,” bentak tikus kepada anak-anaknya.
“Bukannya ibu berbaju merah. Ini merah terkena siraman air panas. Perih dan sakit. Lihatlah, buluku rontok,” kata tikus sambil menahan rasa sakit.
Tikus kesakitan terkena air panas yang disiramkan tekukur. Kulitnya habis terkelupas. Anak-anaknya serentak menjadi sedih. Mereka mencari makan sendiri. Satu dua anaknya bergantian menunggu induknya yang sedang sakit.
Ketika menderita sakit, tikus mengucapkan janjinya, “Jika nanti kulitku telah pulih, bulu-buluku telah tumbuh, aku akan mengadakan selamatan pada bulan purnama!”
Tikus beristirahat di dalam rumah. Secara berangsur-angsur sakitnya pulih. Kulitnya yang telah terkelupas tumbuh berganti kulit yang baru. Bulu-bulunya pun perlahan-lahan tumbuh lagi.
Setelah benar-benar sembuh, tikus menunaikan janjinya. Ia dibantu anak-anaknya menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk upacara selamatan membayar nazar. Tikus segera menyuruh anaknya untuk mengundang para sahabat dan kenalan yang pandai mengaji. Anak tikus yang tertua segera pergi meninggalkan rumahnya.
Ketika sampai di tengah jalan tikus kecil itu berpapasan dengan kucing. Mereka sama-sama terkejut. Tikus bermaksud melarikan diri, namun diurungkan. Jika dirinya lari tidak mungkin dapat menyelamatkan diri karena kucing besar sudah berada di depannya.
“Waah, ada tikus kecil. Hmmm…kamu akan saya makan,” ujar kucing sambil menakut-nakuti.
“Jangan, aku jangan dimakan. Aku sedang disuruh ibuku mengundang sahabat-sahabat yang pandai mengaji,” kata anak tikus.
“Hmmm…..mengaji” Tanya kucing heran.
“Yah, ibuku akan mengadakan selamatan. Karena itu aku harus mengundang sahabat-sahabat yang pandai mengaji!”
“Kalau mengaji aku bisa!” jawab kucing.
“Coba kalau kau bisa mengaji. Aku akan mendengarnya dulu,” suruh anak tikus.
Tak lama kemudian terdengar suara kucing itu sedang mengaji.
“Ngeong, ngeong, ngeooong!” terdengar suara kucing memperdengarkan suaranya.
“Bagus sekali suara ngajimu! Nanti kuundang hadir pada waktu bulan purnama”, ujar anak tikus sambil tersenyum.
Setelah itu anak tikus melanjutkan perjalanannya mencari sahabat-sahabat yang bisa mengaji.
Tak lama berjalan dia bertemu dengan burung hantu.
“Oi, anak tikus mau ke mana kamu?” tegur burung hantu.
“Aku disuruh ibu untuk mengundang sahabat-sahabat yang pandai mengaji”, ujar anak tikus sambil memandang ke atas, ke tempat burung hantu bertengger.
“Wah, ada acara apa sih?” Tanya burung hantu.
“Mau membayar nazar ibuku,” jawab anak tikus.
“Wah, makan besar nih!” ujar burung hantu sambil tersenyum.
“Eh, kamu bisa mengaji nggak?”
“Bisa!” jawab burung hantu pendek dengan mata membelalak meyakinkan anak tikus.
“Coba dengar suaraku. Dut, dut, duut, nguik, nguiikkk”.
“Bagus, bagus”, seru anak tikus kegirangan setelah mendengar suara burung hantu.
“Kamu akan kuundang untuk hadir nanti di malam bulan purnama!”
Burung hantu menyanggupi undangan itu.
Anak tikus kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian bertemu dengan seekor anjing.
“Hei anjing”, sapa anak tikus.
“Hei, tumben kau jalan sendirian. Mau kemana?” sapa anjing.
“Aku disuruh ibu mencari sahabat-sahabat yang pandai mengaji. Nanti pada malam bulan purnama ibu akan mengadakan selamatan. Apa kamu bisa mengaji?”
“Bisa!” jawab anjing singkat.
“Nah, kalau begitu engkau kuundang hadir ke rumahku nanti pada waktu bulan purnama!”
Anjing menyanggupi undangan itu.
Anak tikus meneruskan perjalanannya. Tak lama kemudian bertemu burung taguk-taguk. Burung taguk-taguk itu ikut diundang oleh anak tikus.
Ketika menjelang sore hari, anak tikus telah kelelahan menyampaikan undangan-undangannya.
Setelah ditunggu-tunggu tibalah waktu bulan purnama. Upacara selamatan diadakan di rumah tikus. Para undangan berdatangan. Warga tikus ikut serta diundang. Induk tikus gelisah melihat tamu-tamunya. Semua binatang yang telah diundang anaknya biasa memakan daging tikus. Namun, melihat muka mereka yang amah, induk tikus menyembunyikan kekhawatirannya.
Setelah mereka berkumpul upacara selamatan segera dimulai. Rumah kecil itu menjadi ramai. Suaranya keras menghentak-hentak. Masing-masing mengaji.
Sampai lewat tengah malam tikus belum juga mengeluarkan hidangan untuk tamu-tamunya. Burung hantu berbisik-bisik kepada yang lainnya.
”Apabila aku bilang begini ‘ nguik…nguik…’ maka segera tiup lampu itu.” Burung hantu memberi syarat.
Anjing segera berbisik, “Bila aku berteriak, pintu dan jendela segera ditutup!” Mereka setuju.
Setelah warga tikus merasa asyik dengan nyanyian-nyanyiannya seketika burung hantu memberi tanda. Menyusul teriakan anjing. Suaranya nyaring menggetarkan lubang rumah itu. Lampu seketika menjadi padam, jendela dan pintu terkunci rapat.
Tak lama kemudian terdengar suara riuh bersahutan. Semua tamu undangan berebut menyambar tikus-tikus. Tikus-tikus itu menjadi santapan para tamu undangan. Kecuali satu ekor yang masih bersembunyi di dalam tiupan api. Yang satu ekor itulah kelak menurunkan tikus-tikus yang ada sekarang ini.
Sumber: https://aning99.wordpress.com/
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...