Di tepi sebuah hutan hiduplah seorang janda. Mbok Randha, demikianlah panggilannya sehari-hari, mempunyai seorang anak laki-laki bernama Sentot. Hidup mbok Randha dan anaknya tam pak tenteram dan damai. Kambing piaraannya banyak dan gemuk gemuk.
Pada suatu hari, waktu senjakala, Sentot masih bermain-main di tepi hutan. Ibunya memanggil-manggil : ”Tot, Sentot, pulang! Hari sudah senja!”
Sentot menyahut : ”Apa, mak? Aku masih mencari belalang untuk makanan burung.” Ibunya berkata : ”Ketahuilah, nak. Kini saat Sandhekala (=senjakala). Pada saat-saat begini Den Bagus Sandhekala sering berjalan-jalan. Den Bagus (=gelar panggilan bagi orang muda yang dihormati) gemar makan kepala harimau atau kepala maling. Demikian juga kepala seorang anak yang suka bermain-main di luar di waktu senja.”
Mendengar ucapan ibunya demikian, Sentot merasa takut dan berlari-lari pulang. Pada saat itu Sentot dan ibunya tidak mengetahui, bahwa di dekat situ ada seekor harimau dan dua orang maling sedang mengintip mencari kesempatan.
Malamnya harimau masuk ke dalam kandang kambing. Tetapi harimau itu ragu-ragu setelah mendengar ucapan mbok Randha, bahwa Den Bagus Sandhekala sering berjalan-jalan dan suka makan kepala harimau. Harimau takut jangan-jangan Den Bagus San dhekala masih berada di dalam kandang.
Sedang harimau ragu-ragu, tiba-tiba masuklah kedua orang maling tersebut. ”Aduh, mati aku!”, pikir harimau. ”Inilah Sandhekala yang dituturkan mbok Randha tadi. Kepalaku jadi dimakan sekarang.”
Dalam kandang kedua maling itu berbicara : ”Kang, kang, mari kita pilih yang besar.” ”Baiklah.”
Dalam kandang (karena gelap), yang tampak paling besar sebenarnya bukan kambing, melainkan harimau. Segera harimau diikat dengan tampar dan dipikul keluar kandang. Harimau tidak berkutik sedikitpun. Pikirnya : ”Aku sudah ditakdirkan menjadi mangsa Sandhekala. Aku menyerah.”
Di tengah jalan maling yang memikul di belakang berseru : ”Kang, kang!” Yang di depan bertanya : ”Apa?” ”Anu, kang, kambingnya berloreng-loreng!” Setelah berkata de mikian terasa berdiri bulu kuduknya. Yang di depan tidak tahu, maka ia terus saja berjalan. Makin lama yang di belakang makin takut. Akhirnya pikulan dilemparkan sambil berteriak : ”Harimau, harimau! Harimau loreng!”
Dua orang maling tersebut lalu lari tunggang langgang. Karena gelap mereka saling bertunjangan. Akhirnya yang seorang terjerembab dalam sebuah kakus dansyang lain tercebur ke dalam anak sungai.
Sahdan si harimau yang ditinggalkan tertegun. Setelah sadar lalu berkata : ”Aduh, bukan Den Bagus Sandhekala. Manusia. Kalau aku mengerti, kumakan kepalamu.” Tali pengikat lalu di lepas, kemudian terus kembali ke hutan. Ia tidak jadi mencuri kambing si Sentot.
Sumber: https://play.google.com/books/reader?id=gJkACwAAQBAJ&pg=GBS.PA45
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja