Hiduplah seorang laki-laki yang bernama Pak Mendong. Di panggil Pak Mendong, karena pekerjaannya ialah membuat tikar mendong. Tikar hasil pekerjaannya itu dijual ke kota. Isterinya, mbok Mendong, sehari-hari membantu suaminya membuat tikar. Hidupnya sangat mengibakan. Diam di gubug kecil. Halamannya sempit. Hidupnya hanya dari hasil penjualan tikar mendongnya. Mereka sering tidak makan karena miskinnya.
Pak Mendong dan mbok Mendong mempunyai seorang anak perempuan yang masih kecil. Namanya Sumi. Badan anak itu kurus karena kurang makan. Bajunya pun sudah compang-camping.
Pada suatu hari pak Mendong bermimpi. Rasanya ia keda tangan nenek buyutnya. Mendiang nenek buyut ini berpesan agar ia mengadakan kenduri dengan menyembelih lembu. Tentu saja ia menjadi bingung. Yang diundang ke kenduri itu hendaknya fakir miskin.
”mBokne, apa gerangan yang kita jual untuk beaya kendu ri?” tanyanya kepada isterinya.
”Rumah dan halaman kita ini saja dijual!” ”Laku berapa kalau dijual? Siapa pula mau membeli rumah seburuk ini dan tanah yang sekecil ini?”
Tidak lama kemudian mereka menemukan akal. Anak perem puannya, Sumi, lalu digadaikan kepada seorang-orang kaya di desa itu. Jadilah. Sumi digadaikan. Uangnya dibelanjakan untuk keper luan kenduri. Pak Mendong membeli beras, sapi, kuali dan lain lainnya. Setelah semuanya siap, maka kaum fakir miskin diundang berkenduri. Orang menjadi heran. Mereka tidak menduga sama sekali bahwa pak Mendong mampu mengadakan kenduri secara besar-besaran. Karena mbok Mendong pandai memasak, maka segala hidangan kenduri itu pun habis tak bersisa sedikit pun. Seha bis kenduri, pak Mendong dan isterinya duduk termangu-mangu, karena sedih. Mereka berpikir bagaimana cara menebus anaknya yang digadaikan itu.
Tetapi tidak lama kemudian mereka dikejutkan oleh sinar bercahaya yang berasal dari kuali bekas kenduri. Mereka pun meli hat ke dalam kuali itu. Alangkah terkejut mereka ketika menda pati kuali itu penuh dengan uang emas dan perak. Pak Mendong bukan main sukacitanya. Uang itu digunakan untuk menebus anak perempuannya.
Sahdan kekayaan pak Mendong yang mendadak itu tersebar luas. Seorang kaya tetapi kikir menanyakan kepada pak Mendong dari mana kekayaannya itu. Dasar pak Mendong orang yang jujur, maka pak Mendong dan isterinya secara terus-terang menceritakan apa yang dialaminya dari awal sampai akhir.
Setelah mendengar kisah pak Mendong dan isterinya, maka orang kaya tapi kikir itu pun ingin mengadakan kenduri.
Ia pun pergi ke pasar hewan untuk membeli seekor lembu. Tetapi ia tidak berhasil, sebab tawarannya terlalu rendah. Ia pulang dengan tangan kosong. Akhirnya anjing piaraannya disembelih, dagingnya dimasak untuk lauk-pauk kenduri. Setelah tiba saatnya kenduri, kaum fakir miskin diundang. Tetapi atas kehendak Illahi, pada saat orang sedang membacakan doa, anjing yang sudah men jadi lauk-pauk tadi tiba-tiba hidup kembali dan menggigit orang kaya tapi kikir itu. Tentu saja orang-orang yang melingkari tum peng kenduri itu bubar. Mereka lari tunggang-langgang. Tumpeng nya berserakan. Yang tinggal hanya suara : aduh ...... aduh ...... aduh ...... jeritan si kaya kikir. Ia digigit oleh anjingnya yang hidup kembali.
Sumber: https://play.google.com/books/reader?id=gJkACwAAQBAJ&pg=GBS.PA48
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja