Tamansari sebagai salah satu wujud warisan budaya, antara lain kita jumpai di Aceh, Bali, Lombok, Solo, Yogyakarta, dan Cirebon. Ditinjau dari bentuk, gaya dan fungsinya Tamansari Sunyaragi di Cirebon mempunyai keunikan sendiri. Nama Sunyaragi adalah nama asli yang diperuntukan bangunan itu, sedangkan desa Sunyaragi yang sekarang terletak di kawasan Tamansari dan sekitarnya di Kodya Cirebon adalah nama yang kemudian dan yang justru diambil dari nama Tamansari. Tamansari Sunyaragi mudah dikunjungi sebab letaknya hanya beberapa ratus meter disebelah kiri (utara) jalan by pass A.R. Dharsono ke jurusan Semarang.
Tata Letak Bangunan
Situs Tamansari Sunyaragi yang sekarang luasnya ± 2 ha.dikelilingi perkampungan dengan tanah kering berdebu itu dahulu terletak diatas perairan yang luas (± 350 ha.) sehingga dapat dibayangkan sebagai bukit karang yang muncul diatas laut.
Dari sisa-sisa unsur bangunan yang sekarang berhasil ditampakan kembali, maka secara vertikal dapat diamati adanya unsur kolam-kolam di bawah permukaan tanah, taman-taman dipermukaan tanah, bukit-bukit buatan dan bangunan-bangunan lain yang menjulang di atas permukaan tanah.
Taman-taman tersebut diantaranya adalah Taman Bujenggi Obahing Bumi, Puteri Bunyu, Perawan Sunti dan Keputren. Bangunan-bangunannya antara lain gapura, balai kambang, kupel, goa-goa, gedung Panembahan. Keputran, Keputren dan Pesanggrahan. Di dalam bukit-bukit itu terdapat ruang-ruang dan lorong-lorong yang disebut goa, diantaranya Goa pengawal, Peteng, Padang Ati, Kelanggengan, Lawa, Dapur, dan Goa Langse.
Untuk jelasnya agar struktur horizontal dapat ditelusuri urutaannya, sesuai dengan arah hadapnya yang biasa dilalui para pengunjung. Pertama-tama memasuki alun-alun timur melawati pintu gerbang masuk ke Gedung Jinem yakni ruang tunggu. Sambil menanti kita dapat menukmati pemandangan di sekitarnya seperti kolam Si Manyang, mulut Goa Pengawal dan Mande Kemasan. Selanjutnya ke taman Mande Beling, dari tempat itu dapat mengamati Taman Bujengi Obahing Bumi, Goa Lawa, Goa Dapur, Taman Perawan Sunti, Makara, dan tirai air. Berikutnya masuk Goa Peteng yang gelap dan sempit. Setelah keluar lalu memasuki ruang arca Puteri Cina, dimana terdapat banyak jendela. Diatas ruangan ini terdapat kupel kecil berukuran dengan 2 x 2 m dan berbentuk joglo, konon untuk tempat Penembahan, Keputran dan Keputren, pintu gerbang dan kolam-kolam air beserta taman,
kita menuju Balaikambang, sebuah bangunan joglo berdenah 4 x 4 m terletak diatas air. Setelah melewati rentangan jembatan kayu kita menuju komplek Arga Jumut yang terdiri atas bukit karang yang menjulang dengan banyak goa di dalamnya yang disusun bertingkat, dilengkapi dengan halaman/taman, gapura bentar dan dikelilingi air.
Dalam perjalanan kembali kita ambil jalan memutar lewat taman di sebelah utara Gedung Kaputren, mendaki bukit, tuturun ke taman Mande Beling kemudian keluar lewat pintu borotan (samping)
Fungsi dan Gaya Bangunan
Masyarakat setempat menyebut Tamansari ini sebagai Goa Sunyaragi. Sunyaragi tentunya berasal dari kata Sunya = sunyi, dan Ragi = raga, jadi dimaksudkan untuk tempat peristirahatan. Kata Goa yang mereka tambahkan itu rupanya karena kesan yang diperoleh dari bangunan ini adalah begitu banyak ruang dan lorong gelap serta sempit dengan mulut menganga seperti ga-goa di pantai Laut Selatan.
Di samping sebagai tempat peristirahatan, kemudian juga untuk tempat musyawarah, mengatur taktik dan strategi menghadapai musuh/penjajah, untuk benteng pertahanan melawan Belanda dll. Jadi termasuk bangunan serbaguna.
Tamansari Sunyaragi menggunakan bata dan batu karang sebagai bahan bakunya. Yang digambarkan memang bukit karang yang dikombinasikann dengan pengertian Mahameru yang diliputi oleh awan. Ragam hias bukit karang atau Wadus dan awan atau Megamendung ini kemudian menjadi ciri khas ragam hias Cirebonan yang tampak pada seni lukis, seni ukir, batik, dan pelbagai dekorasi.
Tamansari Sunyaragi dalam catatan Sejarah
Menurut buku Purwaka Caruban Nagari karangan Pangeran Arya Carbon (1720), Tamansari Sunyaragi dibangun oleh Pangeran Kararangen pada tahun 1703, tetapi menurut sumber-sumber lain ternyata bahwa pada awal abad ke-16 Tamansari itu sudah ada. Tadinya pesanggarahan terletak di gunung Sembung yang disebut Giri Nur Sapta Rengga, karena digunakan untuk pemakaman, pesanggrahan dipindahkan ke Sunyaragi. Kemudian ternyata bahwa yang dibangun tahun 1703 hanya sebagian dari Tamansari itu yakni komplek Arga Jumut.
Pada 1787 taman ini dihancurkan oleh Belanda. Pada 1852 yakni masa pemerintahan Sultan Adiwijaya dilakukan perbaikan. Jadi tamansari sepanjang sejarahnya sering mengalami penambahan atau perbaikan-perbaikan. Walaupun sudah berkali-kali mengalami kerusakan dan bahkan pernah terlantar, namun untunglah masih dapat kita selamatkan hingga sekarang.
Pembinaan dan Pendayagunaan
Seperti telah diterangkan, sejak zaman pemerintahan kesultanan pun Tamansari sudah sering diperbaiki dalam rangka pelestariannya. Perbaikan juga dilakukan oleh peemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1937-1938 yang dilaksanakan oleh Krijsman selaku petugas kebudayaan di Semarang. Bagian-bagian yang runtuh disusun kembali sedangkan yang rapuhn dikonsolidasi.
Pada masa Orde Baru, Pemerintah Indonesia telah melakukan serangkaian tindakan untuk pelestariannya seperti studi teknis, pengamanan, perawatan dan pemugaran. Pemugaran dilakukan sejak tahun 1976 hingga 1984. Bagian-bagian yang tertmbun tanah dan semak belukar dikupas, yang pecah atau patah disambung, dipagar, dibenahi lingkungannya, pertamanannya ditata dan diberi tanaman hias, beberapa sarana umum seperti jalan, ruang informasi, tempat istirahat dll dibangun sehingga layak untuk dinikmati kembali sebagai warisan budaya bernilai luhur.
Mengingat pentingnya tidaklah berlebihan kalau kita ajak seluruh masyarakat beserta Pemerintah yang terkait untuk bersikap dan berperilaku positif dalam membantu upaya pelestarian warisan busaya yang luhur itu dan sama-sama didayagunakan sebagai sasana wisata-budaya yang tertib, nyaman dan menguntungkan banyak pihak.
Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/995/tamansari-sunyaragi#photo[gallery]/0/
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...