Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis Daerah Istimewa Yogyakarta DI Jogjakarta
Refleksi Realitas dan Hiperrealitas Jean Baudrillard Pada Keraton Yogyakarta
- 19 Oktober 2024 - direvisi ke 4 oleh Journalaksa pada 19 Oktober 2024

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam kehidupan manusia sebab kebudayaan tidak hanya merupakan hasil olah budi dari intelektualitas manusia, tetapi juga memberi pelajaran melalui simbol-simbol (Permadi 2022). Manusia juga menjadikan kebudayaan sebagai pedoman dalam berperilaku dan beraktivitas individu maupun sosial sehingga dapat menciptakan identitas diri pada kelompok masyarakat (Kirom 2021). Indonesia, memiliki banyak sekali kebudayan, salah satu contoh kebudayaan yang masih eksis dan dilestarikan saat ini adalah Keraton Yogyakarta. Keraton Yogyakarta merupakan kompleks utama kerajaan Yogyakarta Hadiningrat yang dibangun oleh Hamengku Buwana I sebagai bentuk implementasi simbolisasi orang Jawa yang diserap dari agama Islam dalam bentuk spiritualitas Kejawaan. Sampai pada era sekarang (Sri Sultan Hamengku Buwana X), bangunan Keraton Yogyakarta masih dilestarikan karena memiliki peran yang penting dalam masyarakat dan bernegara. Keraton tersebut juga menjadi salah satu simbol penting budaya Jawa yang kaya akan tradisi, budaya, sejarah, dan spiritual. Namun seperti elemen budaya lainnya, Keraton Yogyakarta dapat dilihat melalui dua aspek, yakni dari aspek realitas Keraton Yogyakarta dan hiperrealitas yang ada pada Keraton Yogyakarta. Untuk memahami keduanya, pada tulisan ini akan dijelaskan bagaimana Keraton Yogyakarta berfungsi dalam konteks realitas dan bagaimana Keraton Yogyakarta direpresentasikan atau dikomodifikasi dalam konteks modern (hiperialitas).

a. Aspek Realitas pada Keraton Yogyakarta Realitas yang ada pada Keraton Yogyakarta dapat dilihat dari kompleks utama keraton sebagai kerajaan besar, yang di mana berperan penting dalam kehidupan masyarakat dan bernegara, seperti pertama, keraton difungsikan sebagai tempat kediaman raja beserta keluarganya. Kedua, keraton juga menjadi lokasi pelaksanaan upacara adat atau kenegaraan, seperti Grebeg, Sekaten, dan Tingalan Dalem Jumenengan. Selain itu, keraton juga menjadi media kerajaan untuk menujukkan kewibawaan kerajaan. Ketiga, keraton juga menggambarkan filosofis tentang manusia dan alam raya. Hal itu dapat dilihat dari pemilihan tata ruang, vegetasi, atau bangunan di Keraton Yogyakarta (Yudoyono 2017). Keraton yang menjadi titik pusat filosofis pendekatan seseorang kepada pencipta-Nya disimbolkan dengan satu lampu yang tidak pernah mati sejak era Sultan Hamengkubuwana I, yakni lampu Kyai Wiji. Jika merujuk pada kepercayaan Hindu, keraton juga menjadi titik pusat filosofis karena kompleks suci selalu berada diantara dua sungai. Berdasarkan kepercayaan tersebut, Keraton Yogyakarta sendiri dibangun diantara enam sungai di sisi timur dan baratnya serta di sisi utara diapit Gunung Merapi dan Laut Selatan di sisi Selatan. Lalu pembangunan keraton juga berlandaskan konsep Tri Hitta Karana , yakni keraton juga manifestasi dari pawongan yang harus bisa menghubungkan antara raja dengan alam sekitarnya.

b. Aspek Hiperrealitas pada Keraton Yogyakarta Aspek hiperrealitas yang ada pada Keraton Yogyakarta tidak lagi mengenai nilai dan peran tradisionalnya sebagai pusat kebudayaan dan spiritualitas, tetapi juga sebagai objek konsumsi wisata, media, dan komodifikasi budaya. Hal itu disebabkan adanya masifnya digitalisasi, modernisasi, dan globalisasi yang membawa generasi muda ke dalam dunia hiperrealitas yang pragmatis (Permadi dan Yantari 2023a). Berikut contoh bagaimana Keraton Yogyakarta menjadi bagian dari hiperrealitas:

  1. Pariwisata dan Komodifikasi Budaya Saat ini Keraton Yogyakarta memiliki daya tarik tersendiri dan sudah menjadi salah satu destinasi wisata utama di Indonesia. Dalam konteks ini, nilai tradisi, pertunjukkan, atau upacara keraton yang dipentaskan disederhanakan sesuai ketentuan yang telah disesuaikan untuk tujuan wisata sehingga mengurangi kedalaman makna spiritual atau budayanya. Dengan kata lain, pertunjukan tadi dilakukan untuk memenuhi ekspektasi wisatawan. Apa yang dialami wisatawan disebut sebagai simulasi budaya, yakni pertunjukkan budaya dijadikan dan disesuaikan untuk konsumsi massal dari pada pengalaman otentik atau asli dari tradisi Jawa.
  2. Representasi Media dan Populeritas Media massa juga berperan dalam menghiperrealitasi Keraton Yoyakarta, baik dalam bentuk konten media sosial, dokumenter, ataupun sinetron. Penggambaran keraton di media sosial sering kali dilebih-lebihkan untuk memberikan kesan menarik dan menciptakan citra keraton yang lebih simbolik tanpa menggali lebih dalam makna atau sejarah di baliknya.
  3. Keraton sebagai Simbol Komoditas dan Branding Budaya Keraton Yogyakarta dalam konteks modern sudah menjadi bagian dari branding budaya Jawa. Dengan kata lain, simbol-simbol keraton, seperti batik Yogyakarta, arsitektur, dan gamelan yang menjadi bagian dari identitas nasional Indonesia telah dikomersialkan, baik dalam bentuk produk komoditas budaya maupun pariwasata. Dalam hal ini, Keraton Yogyakarta telah mengalami komodifikasi, di mana nilai-nilai tradisionalnya diubah menjadi produk komoditas budaya.

Melalui karya dari Jean Baudrillad yang berjudul “Simulacra and Simulations” (1985), dapat diketahui bahwa terdapat dikotomi berbeda dalam melihat Keraton Yogyakarta. Perbedaan antara realitas dan hiperrealitas Keraton Yogyakarta mencerminkan bagaimana modernisasi, globalisasi, digitalisasi, dan media massa dapat mengubah pandangan kita tentang budaya tradisional. Dalam aspek realitas, Keraton Yogyakarta berperan penting sebagai pusat filososfis budaya, spiritual, dan politik dalam kehidupan masyarakat. Sebaliknya dalam aspek hiperrealitas, Keraton Yogyakarta telah menjadi bagian dari simulasi budaya yang direpresentasikan untuk konsumsi massa, baik dalam bentuk pariwisata maupun produk komoditas dan branding budaya. Hiperrealitas Keraton Yogyakarta membuat budaya yang seharusnya memiliki makna spiritual dan historis yang mendalam menjadi sesuatu yang sifatnya dangkal dan konsumtif. Jean Baudrillard melalui karyanya yang berjudul “Simulacra and Simulations” (1985) menyebut ini sebagai “Simulacra”, ialah kenyataan yang dimodifikasi menjadi simbol yang lebih dominan dari kenyataan aslinya itu sendiri. Dengan kata lain, proses representasi lebih penting dibanding objek itu sendiri. Dalam konteks ini, gambar keraton yang ada di media atau objek pariwisata telah menggantikan realitas sosial dan spiritual dari keraton menjadi komersial atau produk komoditas budaya.

Daftar Pustaka Asharudin, Ropip. “Analisis Pemikiran Jean Baudrillard Tentang Simulasi Dan Realitas Dalam Konteks Era Digital.” Gunung Djati Conference Series 24 (2023): 906–21. https://conferences.uinsgd.ac.id/index.php/gdcs/article/view/1682/1205. Kirom, Syahrul. 2021. “Menerapkan Nilai Kearifan Lokal Budaya Samin Dalam Pemerintahan di Indonesia.” Jurnal Tamaddun : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam 9(1):139–64. doi: 10.24235/tamaddun.v9i1.8028. Permadi, Danur Putut, and Nur Kholis. “PUNJERING NGAURIP : Understanding the Yogyakarta Palace on the Philosophical Axis of the Yogyakarta Palace in the Perspective of Cultural Philosophy” 4668, no. 1 (2024): 322–43. Permadi, Danur Putut, dan Hanif Fitri Yantari. 2023a. “Hiperrealitas Generasi Z dan Peran Penting Agama Sebagai Kontrol Sosial.” Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy 4(2). Permadi, Danur Putut. 2022. “Memoir of Kidung Rumekso Ing Wengi in the Frame of Symbolism.” Islah: Journal of Islamic Literature and History 3(1):39–58. doi: 10.18326/islah.v3i1.39-58. Yudoyono, Bambang. 2017. Jogja Memang Istimewa. Cet.1. Yogyakarta: Galangpress.

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Taman Lansia Ceria
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan GKJ Pakem merupakan bagian dari kompleks sanatorium Pakem, yang didirikan sebagai respon terhadap lonjakan kasus tuberculosis di Hindia-Belanda pada awal abad ke-20, saat obat dan vaksin untuk penyakit ini belum ditemukan. Sanatorium dibangun untuk mengkarantina penderita tuberculosis guna mencegah penularan. Keberadaan sanatorium di Indonesia dimulai pada tahun 1900-an, dengan pandangan bahwa tuberculosis adalah penyakit yang jarang terjadi di negara tropis. Kompleks Sanatorium Pakem dibangun sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan kapasitas di rumah sakit zending di berbagai kota seperti Solo, Klaten, Yogyakarta, dan sekitarnya. Lokasi di Pakem, 19 kilometer ke utara Yogyakarta, dipilih karena jauh dari keramaian dan memiliki udara yang dianggap mendukung pemulihan pasien. Pembangunan sanatorium dimulai pada Oktober 1935 dan dirancang oleh kantor arsitektur Sindoetomo, termasuk pemasangan listrik dan pipa air. Sanatorium diresmikan oleh Sultan Hamengkubuwono VIII pada 23...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Pecel Mie
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Timur

Bahan-bahan 4 orang 2 bungkus mie telur 4 butir telur kocok 1 buah wortel potong korek api 5 helai kol 1 daun bawang 4 seledri gula, garam, totole dan merica 1 sdm bumbu dasar putih Bumbu Dasar Putih Praktis 1 sdm bumbu dasar merah Meal Prep Frozen ll Stok Bumbu Dasar Praktis Merah Putih Kuning + Bumbu Nasi/ Mie Goreng merica (saya pake merica bubuk) kaldu jamur (totole) secukupnya kecap manis secukupnya saus tiram Bumbu Pecel 1 bumbu pecel instant Pelengkap Bakwan Bakwan Kriuk bawang goreng telur ceplok kerupuk Cara Membuat 30 menit 1 Rebus mie, tiriskan 2 Buat telur orak arik 3 Masukkan duo bumbu dasar, sayuran, tumis hingga layu, masukkan kecap, saus tiram, gula, garam, lada bubuk, penyedap, aduk hingga kecap mulai berkaramel 4 Masukkan mie telur, kecilkan / matikan api, aduk hingga merata 5 Goreng bakwan, seduh bumbu pecel 6 Siram diatas mie, sajikan dengan pelengkap

avatar
Netizen
Gambar Entri
Wisma Gadjah Mada
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Gadjah Mada terletak di Jalan Wrekso no. 447, Kelurahan Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma Gadjah Mada dimiliki oleh Universitas Gadjah Mada yang dikelola oleh PT GAMA MULTI USAHA MANDIRI. Bangunan ini didirikan pada tahun 1919 oleh pemiliknya orang Belanda yaitu Tuan Dezentje. Salah satu nilai historis wisma Gadjah Mada yaitu pada tahun 1948 pernah digunakan sebagai tempat perundingan khusus antara pemerintahan RI dengan Belanda yang diwakili oleh Komisi Tiga Negara yang menghasilkan Notulen Kaliurang. Wisma Gadjah Mada diresmikan oleh rektor UGM, Prof. Dr. T. Jacob setelah di pugar sekitar tahun 1958. Bangunan ini dikenal oleh masyarakat sekitar dengan Loji Cengger, penamaan tersebut dikarenakan salah satu komponen bangunan menyerupai cengger ayam. Wisma Gadjah Mada awalnya digunakan sebagai tempat tinggal Tuan Dezentje, saat ini bangunan tersebut difungsikan sebagai penginapan dan tempat rapat. Wisma Gadjah Mada memiliki arsitektur ind...

avatar
Seraphimuriel
Gambar Entri
Rumah Indis Wisma RRI
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Bangunan ini dibangun tahun 1930-an. Pada tahun 1945 bangunan ini dibeli oleh RRI Yogyakarta, kemudian dilakukan renovasi dan selesai tanggal 7 Mei 1948 sesuai dengan tulisan di prasasti yang terdapat di halaman. Bangunan bergaya indis. Bangunan dilengkapi cerobong asap.

avatar
Seraphimuriel