Ritual Mombesara dilakukan untuk menyambut tamu terhormat atau pemimpin, termasuk mereka yang baru terpilih sebagai kepala daerah. Ritual ini sudah dilakukan sejak jaman dulu di kalangan para raja-raja. Tujuannya adalah agar tidak ada lagi konflik politik setelah pilkada selesai dilakukan. Pemerintah juga berharap bahwa pemerintahan yang akan dilakukan oleh kepala daerah terpilih dapat berjalan damai, sejuk dan lancar tanpa ada dendam, amarah antar kawan maupun lawan yang bersaing dalam pilkada. Konon, tradisi ini bermula dari perseteruan dua anak raja di Konawe. Mereka adalah Sorumba dan Buburanda. Kedua anak raja ini tengah memperebutkan wilayah kekuasaan di daratan Konawe. Untuk mendamaikan keduanya, Raja Tebawo mengambil jalan tengah dengan membagi wilayah kekuasaan menjadi dua bagian dimana Sorumba memegang kekuasaan di wilayah Timur Konawe dan Buburanda memegang wilayah Latoma Tua. Dan sebagai tanda sah berhentinya pertikaian antar kedua putra raja ini maka dihelatkan ritual...
Cerita ini menggambarkan nasib seorang anak laki-laki yang dibenci oleh bapak tirinya. Atas desakan sang bapak tiri, ibu Lasirimbone bernama Wa Roe dengan berat hati nan pilu mengasingkan anak kesayangannya ke negeri yang amat jauh dengan bekal ketupat secukupnya. Dipengasingan La Sirimbone pada mulanya sangat takut karena ia ditemukan olek raksasa betina akan tepai La Sirimbone mampu beradaptasi. Dalam perkembangan cerita La Sirimbone berhadapan dengan berbagai persolan yang menimbulkan konflik baru. Diantaranya ia berkelahi dengan jin jahat, ia pun dapat mengelabui seekor babi, dan juga dapat mengakali seorang nelayan, serta dapat membunuh seekor naga.
Permainan Posangkaulele biasa dilakukan oleh anak-anak petani atau nelayan di Kabupaten Muna. Pongsakaulele adalah nama suatu permainan anak-anak yang dalam penampilannya mereka saling menepuk lawan dengan tangan, sambil melarikan diri lewat suatu batas daerah tertentu. Dulu pada tahun 1970-an permainan ini masih ramai dilakukan oelh anak-anak di Kabupaten Muna, namun sayang seiring berkembangnya jaman permainan ini sudah tidak dimainkan lagi.
Posoy adalah nama salah satu permainan anak di daerah Kabupaten Muna. Istilah ini berasal dari bahasa daerah Muna yang terdiri dari dua suku kata yaitu: Po sebagai suatu awalan yang mengandung arti sebagai suatu pekerjaan yang berbalasan atau berkompetisi dalam suatu permainan. Soy berarti anyaman/sirat dan berarti pula sulit atau sukar. Jadi istilah Posoy mengandung pengertian suatu permainan/perlombaan membentuk anyaman yang sulit untuk dibuka lawan. Seorang anak yang akan memasuki masa kedewasaannya, harus sudah memiliki keterampilan mengayam. Mereka diajar oleh orang tua mereka sebagai suatu pewarisan pengetahuan leluhur kepada generasi keturunannya. Permainan posoy dahulunya hanya dimainkan pada waktu ada kematian, dan ini menandakan bahwa permainan ini sudah lama berkembang sebab tradisi memperingati malam-malam pertama sampai malam ketujuh kematian dari salah seorang keluarga mereka telah ada jauh sebelum masuknya agama Islam di daerah itu Peserta: berusia 9 - 15 tahun. Namu...
Permainan Tadi-tadi diperkiran muncul sekitar abad ke-16 di kampong Lembo Benua kecamatan Lasolo sekarang Kabuaten Konawe Utara. Menurut sumber bahwa permainan tadi-tadi ini telah ada sebelum orang mengenal permainan memanu dan Mousu di Kabupaten kendari dan Kolaka. Permainan Tadi-tadi merupakan pengulangan dari perkataan tadi, yaitu suatu istilah dalam bahasa daerah Tolaki, yang berarti taji yaitu suatu alat yang diruncing dari bambu. Bentuknya seperti mata pena. Memainkan permainan ini disebut Metadi-tadi (bertaji-tajian). Permainan ini dimainkan oleh anak-anak di pedesaan masyarakat petani yang sedang menjaga adik atau menjaga padi yang sedang dijemur. Peserta permainan 2 orang, boleh saja kelompoknya ditambah. Usia pemainnya rata-rata sekitar 7-13 tahun. Jenis kelamin pesertanya baik laki-laki maupun perempuan. Biasanya permainan ini ramai dipentaskan pada saat tiba panen hasil dipadi diladang.Dalam beradu menggunakan terung yang dipasangkan taji, kemudian diputar, sambil berputar...
Pendidikan Seorang Puteri di Puri Mangkunegaran menurut sejarah sebenarnya sudah ada sejak Kadipaten Mangkunegaran berdiri pada tahun 1757 Pendidikan seperti ini ada juga di Keraton baik Surakarta maupun Yogyakarta hanya yang begitu marak di Pura Mangkunegaran. Terlebih-terlebih sewaktu hidupnya Permaisuri Mangkunegara III yang di kenal sebagai Gusti Putri. Beliau lahir pada tahun 1923 meninggal tahun 1978. Pendidikan bagi Putri di Pura Mangkunegaran merupakan ajaran hidup sebelum para Putri Bangsawan berumah tangga. Bagaimana melayani suami yang baik, untuk memperoleh pendidikan mereka harus tinggal di Keputren di mulai sesudah Menstruasi yang pertama.Pelajaran yang di berikan seperti bagaimana cara berpakaian , cara berbicara, cara makan dan sex education. Bagaimana sikap seseorang isteri yang baik , malam jadi pelacur untuk Suami, pagi jadi Bojo, sore hari ketika suami lelah sepulang kerja bisa jadi Mbkyu dan Ibu. Hidup di Keputren sewaktu ngenger seperti dalam pingitan tidak ada p...
Dahulu kala di Sulawesi Tenggara, hidup dua orang gadis bersahabat, kedua gadis tersebut masing-masing bernama Bangun Hijau dan Bangun Merah. Baik Bangun Hijau maupun Bangun Merah, keduannya tidak lengkap orang tuanya. Bangun Hijau tinggal bersama ayahnya; sedangkan bangun Merah tinggal bersama ibunya. Bangun Hijau amat prihatin kepada ayahnya. Oleh karena itu, ia bermaksud mencarikan pasangan istri baru untuk ayahnya. Ternyata yang dimaksud itu adalah ibu orang tua bangun merah. Bangun hijau dan bangun merah berunding sepakat untuk menjodohkan orang tua mereka. Kehidupan pun diawali. Akan tetapi, justru terjadi keganjilan dalam kehidupan mereka, diantaranya kurang kompak dalam mengurus rumah; Bangun Merah menjadi pemalas dan kuat makan; sedangkan Bangun Hijau mendapatkan pekerjaan yang banyak; ayah dan ibu tiri Bangun Hijau mengkhianati Bangun Hijau. Akibatnya adalah Bangun Hijau pergi dari rumah. akan tetapi ia hidup bahagia di istana ikan peliharaannya. Akhirnya, orang tua, ibu tir...
Alkisah, di daerah Kendari, Sulawesi Tenggara, hidup seorang pemuda tampan bernama Oheo. Ia tinggal sendirian di sebuah gubuk di tengah hutan. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, ia menanam pohon tebu di kebunnya. Oheo seorang petani yang rajin dan tekun. Setiap hari ia merawat tanaman tebunya dengan baik. Pada suatu waktu, ketika tanaman tebunya sudah siap dipanen, Oheo berjalan-jalan mengelilingi kebunnya. Alangkah terkejutnya ia ketika menyaksikan banyak ampas tebu yang berhamburan di pinggir kebunnya dekat sungai. Melihat keadaan itu, Oheo menjadi kesal dan marah. Ia pun berniat untuk menangkap pelakunya. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Oheo berangkat ke kebunnya. Sesampainya di kebun, ia segera menuju ke tepi sungai. Saat akan sampai di tepi sungai, tiba-tiba langkahnya terhenti. Tidak jauh dari tempat ia berdiri, ada tujuh bidadari cantik sedang terbang berputar-putar di atas sungai. Melihat hal itu, ia segera bersembunyi di balik sebuah pohon besar. Dari balik pohon itu i...
Alkisah, di sebuah daerah di Sulawesi Tenggara, Indonesia, hidup seorang janda cantik bernama Wa Roe bersama seorang anak laki-laki yang masih kecil bernama La Sirimbone. Mereka tinggal di sebuah gubuk di pinggir kampung. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, Wa Roe bekerja mencari kayu bakar dan menjualnya ke pasar. Pada suatu hari, datang seorang pedagang kain dari negeri seberang yang bernama La Patamba. Ia menawarkan barang dagangannya dari satu rumah penduduk ke rumah penduduk lainnya. Ia memulainya dari sebuah gubuk yang terletak di paling ujung kampung itu, yang tidak lain adalah tempat tinggal Wa Roe. Alangkah terkejutnya La Patamba saat melihat penghuni gubug itu adalah seorang perempuan cantik jelita. "Aduhai, cantik sekali perempuan ini," ucapnya dalam hati dengan takjub. Dengan perasaan gugup, La Patamba menawarkan kain dagangannya kepada Wa Roe. Namun, Wa Roe tidak membeli karena tidak mempunyai uang. Setelah itu, La Patamba mohon diri untuk menawarkan dag...