Kampung Adat Wologai terletak di ketinggian sekitar 1.045 mdpl merupakan salah satu kampung adat tersisa yang masih ada di Flores. Diperkirakan usianya sudah sekitar 800 tahun. Wologai terletak sekitar 37 kilometer arah timur kota Ende, di Kecamatan Detusoko yang dapat ditempuh dengan kendaraan umum maupun mobil sewaan dengan harga sekitar 300 ribu rupiah selama sehari. Di bagian depan sebelah kanan pintu masuk kampung terdapat sebuah pohon beringin yang diyakini komunitas adat Wologai ditanam oleh leluhur mereka, yang sekaligus konon setara dengan waktu pendirian kampung adat ini. Satu hal unik dari Wologai adalah arsitektur bangunannya yang berbentuk kerucut. Rumah-rumah dibangun melingkar dan ada tiga tingkatan dimana setiap tingkatannya disusun bebatuan ceper di atas tanah yang sekelilingnya dibangun rumah-rumah. Semakin ke atas, pelataran semakin sempit menyerupai kerucut. Deretan rumah panggung di kampung ini dibangun melingkar mengitari Tubu Kanga , sebu...
Nenek Wini Tange, begitulah nama perempuan tua itu. Penduduk biasa memanggilnya nene' Wini tapi beberapa perempuan lebih suka menyebutnya nenek' Tange. Nenek Wini sama seperti penduduk kampungnya yang hampir seluruh hidupnya mengandalkan dari usaha berkebun dan bertani. Nene Wini juga memiliki beberapa ekor ternak peninggalan suaminya seperti ayam, babi dan kambing. Seperti halnya rumah-rumah di kampung ini yang berbentuk panggung, kandang ternak-ternaknya ada di bawah lantai rumah. Selain untuk kandang ternak, bagian bawah rumah juga digunakan untuk menyimpan kayu bakar dan peralatan-peralatan berkebun. Mencari kayu bakar di hutan adalah kegiatan lain yang juga umum dilakukan penduduk kampung, demikian juga nenek Wini apalagi setelah suami yang dicintainya meninggalkannya sendiri. Suaminya meninggalkannya saat umur nenek Wini belum tua dan hanya meninggalkan seorang anak perempuan. Karena ditinggal mati suaminya dalam umur yang belum tua, beberapa lelaki mencoba m...
Teman-teman mari kita mengenal sebuah dongeng dari Pulau Sawu yang berjudul "Menghilangnya Dua Putra Raja." Dongeng ini banyak diceritakan oleh orang-orang tua masyarakat Timor, Rote, Sumba dan Sawu. Biasanya mereka bercerita kepada anak-anaknya ketika waktu senggang. Dongeng "Menghilangnya Dua Putera Raja," adalah sebagai berikut. Dahulu kala hiduplah sebuah keluarga yang sangat miskin. Keluarga itu terdiri dari pasangan suami -istri dua orang anak yang masih kecil. Kehidupan keluarga hanya mengandalkan sebidang tanah warisan yang tidak luas. Tanah warisan itu sudah ditanami turun temurun, maka tanah itu sudah tidak subur lagi. Untuk membantu orang tuanya, kedua anak yang masih kecil itu bekerja. Pekerjaan yang mereka lalukan adalah menjadi pengembala kambing milik raja. Pada suatu sore, ketika mereka hendak mengandangkan kambing -kambing milik raja, turun hujan yang sangat lebat. Keduanya berlari untuk berteduh di sebuah pondok reyot. Pondok itu berantakan, diterjang...