MENU News Regional Ini 9 Permainan Tradisional Anak di Sulawesi Utara Kamis, 5 Mei 2016 | 16:24 WIB MANADO, KOMPAS.com - Libur panjang pada akhir pekan ini sangat cocok dimanfaatkan untuk mengajak anak bermain di luar rumah. Beberapa permainan tradisional dari masa tahun 1950-an hingga 1990-an masih bisa diajarkan bagi tumbuh kembang anak. "Permainan anak zaman dulu yang dilakukan beramai-ramai secara berkelompok sudah jarang lagi ditemui. Anak-anak sekarang lebih memilih tinggal di rumah bermalas-malasan sambil bermain gadget tanpa bersosialisasi dengan teman sebayanya," ujar Koordinator Studio dan Perfilman Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo, Rocky H Koagouw, Kamis (5/5/2016). Padahal permainan anak-anak tradisional memberikan banyak manfaat bagi tumbuh kembang anak, misalnya dalam pertumbuhan kesehatan dan motorik anak. Belum lagi keseruan permainan yang bisa dinikmati bersama teman-teman sebaya yang secara emosi member...
Pada zaman dahulu di suatu desa di Sumatera Utara hiduplah seorang petani bernama Toba yang menyendiri di sebuah lembah yang landai dan subur. Petani itu mengerjakan lahan pertaniannya untuk keperluan hidupnya. Selain mengerjakan ladangnya, kadang-kadang lelaki itu pergi memancing ke sungai yang berada tak jauh dari rumahnya. Setiap kali dia memancing, mudah saja ikan didapatnya karena di sungai yang jernih itu memang banyak sekali ikan. Ikan hasil pancingannya dia masak untuk dimakan. Pada suatu sore, setelah pulang dari ladang lelaki itu langsung pergi ke sungai untuk memancing. Tetapi sudah cukup lama ia memancing tak seekor iakan pun didapatnya. Kejadian yang seperti itu,tidak pernah dialami sebelumnya. Sebab biasanya ikan di sungai itu mudah saja dia pancing. Karena sudah terlalu lama tak ada yang memakan umpan pancingnya, dia jadi kesal dan memutuskan untuk berhenti saja memancing. Tetapi ketika dia hendak menarik pancingnya, tiba-tiba pancing itu disambar ikan yang la...
Salah satu tradisi adat yang berkembang bagi para nelayan di Pantai Malo, Kokorotan, Sulawesi Utara adalah Festival Mane`e. Festival Mane`e merupakan sebuah ritual menangkap ikan dengan diiringi do`a-do`a yang dilantunkan dalam bahasa adat kuno dengan tujuan agar mendapatkan hasil tangkapan yang banyak disertai dengan keselamatan dari Tuhan Yang Maha Esa. Ritual ini diawali dengan diadakannya musyawarah bersama antara pemuka adat dan perwakilan pemerintah daerah setempat untuk menentukan tanggal dilaksanakannya Ritual Mane`e. Setelah ditentukannya tanggal yang tepat, pemuka adat mulai membacakan do`a-do`a dalam bahasa adat kuno. Kemudian, masyarakat setempat mulai mengumpulkan tali dan janur (daun kelapa muda yang masih muda) untuk dibuat menjadi jarring, di mana masyarakat menyebutnya dengan Sammy. Pada hari yang telah ditentukan, pemuka adat dan perwakilan pemerintah setempat beserta masyarakat beramai-ramai menuju Pantai Malo. Ditariknyalah Sammy sepanjang mungkin ke...
Cerita Gumansalangi dan Putri Kondawulaeng ~ Dahulu kala menurut cerita datuk moyang, di Kotabatu, sebuah negeri pulau Mindanao Fillipina Selatan bersemayamlah seorang raja Kota Batu. Beliau mempunyai seorang putera yang bernama Gumansalangi. Namun Putera ini berbudi pekerti tidak baik, sehingga ia dikucilkan di tengah hutan rimba, tempat mana kemudian diberi nama Marauw. Dalam pengasingan itu barulah hati Gumansalangi tergugah dan menyesali perbuatannya yang tidak baik. Ia meratap tiada berkeputusan dan ratapan tangisnya itu keengaran hingga kepada Sang Hyang, Raja Kayangan Sang Hyang pun turunlah ke bumi menuruti bunyi ratapan itu dan dijumpainya seorang putera raja yang hidup sebatang kara di tengah-tengah hutan rimba, sehingga menimbulkan rasa belas kasihan. Sekembalinya di kayangan, ditanyakanlah puteri-puterinya "siapa yang rela berkorban untuk menolong seorang putera yang malang di dunia, bahkan berkenan menjadi pujaannya?" Permintaan sa...
Cerita Raja Dalero dan Jogugu Pandialang di Kerajaan Tabukan ~ Pada waktu Raja Tabukan bernama Mahengkelangi telah lanjut usianya, di Tabukan hiduplah dua orang yang ingin menjadi raja. Seorang bernama Dalero sedangkan yang lain Pandialang. Karena keduanya ingin memegang tampuk Kerajaan, hampir saja mereka saling membunuh. Peristiwa ini sampai ke telinga kakak Daleroraja Takaengetang, Raja Manganitu, dan Takaengtang berangkat meninggalkan Manganitu menuju Tabukan. Ia menasehati Dalero dan Panialang katanya, "Sebaiknya begini saudara-saudara. Kamu berdua bila saling membunuh siapa lagi yang akan menjadi raja? Lagi pula akan banyak nanti anak negeri yang tewas sebab kamu berdua dapat dinasehati, sebaiknya kamu berlomba. Masing-masig membuat Kora-kora dan kamu berdua pula yang mengemudinya." Dalero berkata,"Kalau demikian baiklah, agar terhindar bunuh membunuh dalam pemilihan raja ini." Keduanya mulai membuat kora-kora, namun pada wakt...
Cerita Rakyat, Asal Usul Ampuang Pertama ~ Dahulu kala hiduplah dua orang raksasa suami istri dengan anak mereka yang bernama Wataure. Nama raksasa laki-laki itu ialah Wakeng. Dan ada juga tiga orang bersaudara, dua orang adiknya Panggelawang sedangkan saudara perempuan mereka bernama Niabai. Pada suatu waktu kedua saudara laki-laki itu bepergian saudara perempuan mereka tinggal sendirian sementara menyambung-nyambung benang koro. sumber gambar : wikipedia.org Tak berapa lama antaranya datanglah si raksasa lalu didukungnya Niabai di bawa pergi untuk dijadikan lauknya. Setelah Wanggaia dan Panggelawang kembali Niabai tidak nampak lagi di dalam rumah. Mereka memperhatikan pekerjaannya dan menemukan bahwa benang karo itu telah terentang di sepanjang jalan. Timbullah pikiran mereka untuk mengikuti arah benang tersebut. Setelah diikuti arah benang itu jelas kelihatan bahwa ujung be...
Cerita Rakyat Panagian ~ Di sebuah desa yang bernama Wanita Uner hiduplah suami-istri yang sudah sekian lama belum memperoleh anak. Si suami namanya Pontororing dan istrinya bernama Mamalauawan. Mereka itu sudah lama berumah tangga tetapi belum mendapat keturunan (anak). Anehnya setelah mereka itu sudah tua atau berumur, baru istrinya mengandung. Ketika anak itu lahir ia diberi nama Panagian. Ia sangat disayangi oleh orang tuanya. Apa yang dimintanya selalu diikuti oleh orang tuanya, akan tetapi ia tidak boleh sembarangan keluar rumah. Pengawasan orang tuanya lebih ketat lagi ketika ia mulai menginjak masa remaja. Banyak orang mengatakan anak gadis mereka itu sangat cantik. Kebiasaan dahulu bila masa panen suah selesai, orang-orang berkumpul di suatu lapangan untuk mengikuti upacara syukur yang dipimpin oleh walian (pemimpin upacara). Ucapan syukur pada Tuhan ini dilangsungkan dengan masambo dan maengket (menyanyi dan menari) yang diikuti ole...
SETIAP daerah di Indonesia mempunyai tradisi berbeda-beda dalam menyambut tahun baru, salah satunya di Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Di Manado ada Tradisi Mekiwuka, tradisi menyambut tahun baru. Mekiwuka merupakan ungkapan rasa syukur atas pemeliharaan Tuhan disepanjang tahun yang telah dilewati. Beberapa daerah di Sulut juga memiliki tradisi ini, hanya istilahnya yang berbeda, seperti Kawukaan di Kakas, Kabupaten Minahasa dan Sakaiba di Tondano "Kalau Kakas di Minahasa tradisi ini disebut Kawukaan, sedangkan di Tondano disebut Sakaiba dan biasanya di buat pada malam tanggal 24 Desember dan malam tanggal 31 Desember. 24 desember "Maako Kawukaan" atau menjelang pembukaan dan 31 Desember "Kawukaan," ujar Jemmy Lombogia, warga Kakas, Kabupaten Minahasa. Mekiwuka merupakan parade yang dilakukan pada saat tengah malam jelang pergantian tahun dengan menggunakan alat musik tradisional masuk keluar rumah warga, bersilaturahmi saling mengucap syukur menyambut tahun yang...
"HIDUP cuma sekali, maka berpestalah. Jangan sampai setelah mati, kita baru bikin pesta". Selvie Warouw (49) mengucapkan kalimat itu dengan mimik serius saat menjelaskan mengapa orang Minahasa sebentar-sebentar bikin pesta. Fani Jolly Lapian (23) melangkah mantap ke depan pintu sebuah kamar. Ia mengetuk pintu pelan-pelan dan menunggu jawaban. Beberapa detik berlalu dalam kesunyian hingga akhirnya pintu terkuak juga. Amboi, di balik pintu ada seorang perempuan dengan gaun pengantin warna putih dan cadar. Fani menyingkap cadar itu dengan cara halus untuk melihat wajah cantik gadis pujaannya, Gracia Friska Raintung (25). Ia mengecup kening Gracia dan menyerahkan segenggam mawar merah. Hujan di pengujung November menambah romantis rangkaian prosesi ketuk pintu— prosesi khas pernikahan orang Minahasa. Selanjutnya, kedua mempelai berjalan kaki menuju gereja untuk pemberkatan pernikahan diiringi beberapa bruidsmeisjes (pengiring pengantin), keluarga, kerabat, dan rinai...