Tari Pogogul adalah sebuah tarian Daerah Buol yang berkaitan dengan nama sebuah gunung yaitu Gunung Pogogul. Tarian ini diciptakan oleh Ibu Salmija Lupojo pada tahun 1960 yang mendeskripsikan budaya bercocok tanam padi yang dulunya dilakukan di sekitar unggag motarang (air terang). Penarinya berjumlah 8 orang, terdiri atas 4 orang wanita dan 4 orang pria. Tarian ini diawali dengan gerakan masuk yang diiringi lagu Bvuolyo Lripu Koponuku. Setelah konfigurasi penari telah siap, maka dimulailah gerakan mengajak membersihkan lahan (mopalyato guwa). Pembersihan akhir (molyopun dan momalyapuk) proses menanam padi ladang (motugoly) dengan mengunakan fhufhuak. Fhufhuak adalah semacam kayu patok yang diruncingkan bagian ujungnya agar mudah membuat lubang untuk menanam. Tarian ini diakhiri dengan gerakan menghilir (mogilik) membawa hasil panen turun ke roji (sebutan untuk wilayah muara sungai Buol) melalui alat angkutan perahu menyusuri sungai Buol, singgah di desa Momunu yang terletak di Gun...
Luminda adalah tari tradisional Suku Bungku yang ditarikan pada saat pesta rakyat atau hiburan di lingkungan keluarga istana. Kata “Luminda” berasal dari bahasa Bungku, 'Lumi' yang berarti halus atau perlahan-lahan dan 'Mepinda' yang berarti menginjakkan kaki atau bergerak. Sehingga secara etimologis, tari luminda diartikan sebagai gerakan tarian yang indah secara halus dan perlahan-lahan. Asal-muasal tari Luminda pada hakikatnya merupakan sebuah akulturasi budaya antara Kerajaan Buton dan Kerajaan Bungku. Akulturasi yang dimaksud yaitu Tari Linda Suku Tangkeno dan Tari Mohasili atau Tumadeako Samba yang merupakan tarian Suku Bungku. Terdapat empat gerak dasar dalam tari Luminda yaitu Tumadeako Samba, Palampa dan Losa-losa sebagai gerak melingkar, dan Tumadentina. Keempat gerakan tersebut dahulunya diperuntukkan untuk tujuan yang berbeda-beda. Gerak Tumadeako Samba khusus ditarikan oleh bangsawan pada saat upacara penyambutan tamu kerajaan, sedangkan ketiga sisanya dilakukan oleh...