Ambringan merah memiliki warna dasar merah jambu, di atasnya diberi motif berbagai macam bunga berwarna-warni. Dedaunan dibuat berwarna-warni, seperti bitu, hijau, merah dan putih. https://infotegal.com/2013/09/galeri-motif-batik-tegalan-bagian-2/
Motif bambu menggunakan warna dasar biru tua. Motif bambu menyimbolkan kehidupan masyarakat Tegal yang saling mengayomi, sehingga tercipta suasana yang mbetahi. Dikombinasi dengan motif bunga mawar putih mekar, semakin memperkuat motif bambu berwarna putih. https://infotegal.com/2013/09/galeri-motif-batik-tegalan-bagian-2/
Dikatakan motif kacangan karena motif ini berbentuk seperti kacang yang saling sambung satu sama lain. Layaknya kacang yang baru dipanen belum dipreteli sehingga masih menyambung dengan akarnya. Warna dasarnya berwarna hijau tua layaknya daun pohon kacang yang siap memberikan asupan makanan pada kacangnya. https://infotegal.com/2013/09/galeri-motif-batik-tegalan-bagian-2/
Aksen pinggiran batik dibuat seperti batu bertumpuk-tumpuk. Diatasnya motif tumbuhan dengan aksen bunga dan dedaunan berbagai macam bentuk. Rumput diubah menjadi motif yang cantik dan menjadi berbagai macam bentuk, sedikit bergelombang dan pucuk lancip. https://infotegal.com/2013/09/galeri-motif-batik-tegalan-bagian-2/
Motif Majapahit merupakan salah satu motif ukiran tradisional yang telah berkembang di Jawa khususnya atau Nusantara pada umumnya. Secara garis besar motif Majapahit mempunyai ciri-ciri yang dapat dibagi menjadi dua yaitu ciri-ciri umum dan ciri-ciri khusus. Ciri-ciri umum: Semua bentuk ukiran daun, bunga dan buah berbentuk melengkung cembung dan cekung. Dengan kata lain motif Majapahit mempunyai ciri-ciri secara umum mempunyai bentuk campuran antara yang cembung dan cekung. Ciri-ciri khusus: Angkup, motif Majapahit mempunyai bentuk yang disebut dengan angkup. Angkup pada motif ini berbentuk cekung dan berikal. Bentuk ini terdapat pada bagian atas sedangkan pada ujung angkup terdapat ikal sebagai akhir dari angkup tersebut. Jambul Susun, merupakan salah satu ciri khas yang ada pada motif Majapahit. Jambul Susun terletak pada muka daun pokok dengan pengulangan bentuk yang berkali-kali. Sesuai dengan namanya Jambul Susun ini bentuknya tersusun secara...
Prasasti Pakubuwana X ini, ditaruh di gapura-gapura yang berada di wilayah Kasunanan Surakarta. Prasasti-prasasti ini ditulis pada tahun 1938. Alihaksara Ejaan Normal Kapareng ing Karsa Dalem Sampéyan Dalem Ingkang Sinuhun ingkang minulya saha ingkang wicaksana Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Sénapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Ingkang kaping X ayasa gapura punika. Amarengi ing dinten Senèn Wagé tanggal sapisan wulan Saban tahun Jimawal angka 1869 wuku prangbakat Dewi Sri, Tulus, Tungle, Wasesa Sagara, Sanggar Waringin wanci jam 12 siyang. Sinengkalan: "Gapura rinengga samadyaning praja." Utawi kaping 26 September 1938, sinengkalan: "Esthi uninga gapuraning ratu Maka karena berhubung kehendak dia Sri Baginda Yang Mulia dan Yang Bijaksana, Sri Susuhunan Pakubuwana Senapati Ingalaga Ngabdurrahman Sayidin Panatagama Yang ke-X, gapura ini dibangun. Kala itu terjadi pada hari Senin Wage, tanggal 1 bulan Saban, tahun Jimawal, 1869 A....
Prasasti Ngadoman Prasasti Ngadoman peninggalan Kerajaan Mataram kuno yang melegenda berikutnya adalah prasasti Ngadoman. Prasasti Ngadoman ini sangatlah penting karena diperkirakan merupakan perantara antara aksara Budha dengan aksara kawi. Isi Prasasti Ngadoman ‘ong sri sarasoti kreta wukir hadi damalung uri ping buwana ‘añakra murusa patirtan palemaran hapan yang widi hani déni yang raditya yang wulan hanele ‘i halahayu ni dewamanusa yang hanut yang hagawe bajaran tapak tangtu kabah.ha deni dewamanusa muwah. sang tumon sangng amanah arenge luputa ring ila ila pad.a kadelana tutur jati yén ana ngabah ta  ...
Prasasti Wurudu Kidul adalah dua buah prasasti yang dipahatkan pada satu lempeng tembaga. Aksara dan bahasanya Jawa Kuno. Prasasti ini merupakan sebuah jayapatra atau prasasti yang membahas mengenai persoalan hukum. Prasasti pertama disebut Wurudu Kidul A, yang berupa semacam akta yang diberikan kepada seorang penduduk desa Wurudu Kidul bernama Sang Dhanadi, pada 6 Kresnapaksa bulan Baisakha 844 Saka, atau sama dengan 20 April 922 Masehi. Semula ia dituduh termasuk golongan 'budak raja' (weka kilalan). Setelah dilakukan penelitian sampai ke kakek, nenek, dan buyutnya, ternyata diputuskan bahwa semuanya adalah penduduk asli dan bukan weka kilalan. Oleh karena itu, pejabat kerajaan mengeluarkan akta penegasannya.[2] Prasasti kedua disebut Wurudu Kidul B, juga merupakan akta yang diberikan kepada Sang Dhanadi pada 7 Suklapaksa bulan Jyaista 844 Saka, atau sama dengan 6 Mei 922 Masehi. Ini karena seseorang bernama Sang Pamariwa menyangka Sang Dhanadi sebagai seorang Kh...
Prasasti kedua disebut Wurudu Kidul B, juga merupakan akta yang diberikan kepada Sang Dhanadi, karena seseorang bernama Sang Pamariwa menyangka Sang Dhanadi sebagai seorang Khmer. Sang Dhanadi mengadukan tuduhan itu ke pengadilan. Sang Pamariwa mendapat dua kali panggilan ke pengadilan untuk Dipahatkan pada satu lempeng tembaga. Aksara dan bahasanya Jawa Kuno dalam internet, website: http://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Wurudu_Kidul