Pada saat naga diluncurkan menuju Kutai Lama, maka di keraton dilaksanakan upacara “Beumban” untuk Sultan/Raja yang dilakukan oleh Juri’at keturunan yang lebih tua walaupun dari segi umur masih muda di lingkungan kerabat. Pada upacara yang sakral ini Sultan berbaring diatas tilam memakai bantal, kemudian di sekujur tubuh yang dipegang oleh kerabat sultan yang tua usianya. Seorang pangeran yang tertua menggulung daun mayang di atas badan Sri Sultan yang dilapisi kain kuning tersebut dari kepala ke kaki tiga kali berturut-turut, kemudian pada samping sebelah kanan berturut-turut dua kali dimaksudkan untuk menyempurnaka ujud serta meneempa keluhuran. Upacara Beumban ini diambil dari peristiwa yang terjadi pada diri leluhur seorang putera suku tunjung yang bernama Puncan Karna yang kemudian berjodoh dengan Aji Raja Puteri kakak perempuan dari Maharaja Sultan.
Ritual Mengulur Naga merupakan kilas balik tentang lahirnya Putri Karang Melenu atau Putri Junjung Buyah di Hulu Dusun. Merupakan cikal bakal keturunan Raja – Raja Kutai Kartanegara. Naga melambangkan kemakmuran, kekuatan, kelembutan dan diturunkan (ngulur) ke sungai. Di Keraton Kutai Kartanegara disemayamkan 2 ekor replika naga, Naga Laki disemayamkan di bagian serambi Keraton, sedangkan Naga Bini disemayamkan di bagian serambi kiri Keraton. Pada masing-masing replika naga di bagian bawah sekitar dada ditaruh/ditempatkan masing-masing Peduduk lengkap dengan isinya. Dihadapan serambi kiri kanan naga terdapat titian yang disebut Rangga Titi tempat naga diturunkan yang dihampari kain kuning untuk menuju ke Sungai, sebelum naga diturunkan dari persemayamannya ada prosesi persembahan oleh Dewa Belian memberi jamuan dan Besawai bahwa naga akan diturunkan. Setelah ritual Besawai oleh para Belian, 17 orang Belian yang mengenakan Baju Ci...
Prosesi Seluang Mudik diawali dengan penampilan Tari Kanjur yang ditarikan oleh kerabat kesultanan, pada saat mereka menari seluruh hadirin berdiri dan turut serta mengikuti tarian tersebut dengan formasi beberapa lapis yang saling berlawanan arah yang diartikan sebagai melambangkan kehidupan hewan air yaitu “Ikan Seluang” yang ada di Sungai Mahakam. Dengan diiringi alunan gamelan Kanjur, suasana menjadi gembira dan hangat. Kemudian para hadirin yang masing-masing menggenggam beras ditangan, di dalam mangkuk dan di dalam gelas mulai menghamburkan beras tersebut ke atas, kesamping dan pada akhirnya saling melemparkan beras tersebut satu sama lain dengan suasana gembira dan senda gurau. Kemudian alunan musik gamelan melemah dan TARIAN Kanjur dan Seluang Mudik selesai maka para hadirin saling bersalaman dan saling memaafkan. Prosesi ini menggambarkan simbol kemakmuran bahan pangan berupa beras sebagai makanan pokok raky...
Mendirikan atau merebahkan Ayu hanya dilaksanakan oleh 7 (tujuh) orang. Tiga orang di sebelah kiri dan empat orang disebelah kanan. Sulta (Raja) dan seorang yang bergelar Adji Pangeran ratu tidak turut melaksanakannya mendirikan/merebahkan Pohon Ayu, yang melaksanakan mendirikan/merebahkan Pohon Ayu adalah Pangeran yang ditunjuk oleh Sultan dan kerabat yang dituakan. Rebahnya pohon Ayu yang disaksikan oleh Sri Sultan, pangkon, undangan, para bangsawan, kerabat dan tamu undangan pertanda bahwa adat Kraton Kutai Kartanegara yang disebut Erau sudah usai dan diakhiri pula dengan pembacaan doa keselamatan. Selesainya acara dengan saling melemparkan beras kemudian disambung dengan bunyi gong golong, keemduian seluruh kerabat dan para hadirin bersalam-salaman mohon maaf atas segala kesalahan.
Begelar (anjumenangan) merupakan prosesi pemberian penghargaan kepada siapapun yang telah berjasa dalam mendukung, mempertahankan dan mengembangkan adat budaya di lingkungan Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang dilaksanakan setiap tahun dan dinyatakan dalam acara resmi kerabat keraton untuk mengetahuinya. Sebelum acara pemberian gelar (Begelar), dilangsungkan acara kentayungan, yaitu Sultan / Raja menari-nari di sekitar Pohon Ayu pertanda kegembiraan karena acara Erau telah dilaksanakan dengan baik. Tarian ini sebagai ungkapan rasa syukur dan kebahagiaan atas segala sesuatu yang diberikan dan dapat dinikmati bersama oleh seluruh kerabat dan rakyat. Dalam acara ini Sekretaris Kesultanan membacakan surat keputusan Sultan di hadapan Sultan, para kerabat dan para hadirin mendengarkan dengan seksama terhadap tokoh/orang/figur dari petinggi hingga masyarakat yang mendapatkan gelar oleh Kesultanan dan diakhiri dengan doa. Bagi yang mendapatkan gel...
Prosesi Rangga Titi dimulai dengan turunnya Sultan didampingi para kerabat menuju Tepi Sungai Mahakam (pelabuhan). Sesampainya di pelabuhan, Sultan duduk di atas Balai yang telah disediakan sebelumnya, Sultan duduk menghadap ke Sungai Mahakam (timur) dan diapit oleh 7 orang Pangkon Laki dan 7 orang Pangkon Bini. Dewa Belian Bememang dan Kirab Tuhing (kain kuning) dibentangkan memanjang memayungi Sultan yang di tiap sudutnya dipegang oleh 4 orang pembantu sambil membolak-balik dan diputar sebanyak 2 kali. Setelah Dewa Belian selesai bememangg, maka mereka langsung melaksanakan Tepong tawar kepada Sultan. Kemudian Sultan memasukkan bunga/mayang pinang ke dalam molo/guci yang telah berisi air tuli yang dibawa dari Kutai Lama. Mayang pinang yang telah dicelupkan tadi dikibas-kibaskan ke kanan, ke kiri, ke muka dan ke belakang dengan posisi empat penjuru mata angin. Setelah itu Sultan memasukkan/mencelupkan kedua tangannya kedalam molo/guci Air T...
Terdapat Balai yang terbuat dari Haur Kuning (bambu) bertiang 16 beserta perlengkapannya menghadap ke timur. Balai bertiang 16 ini diambil dari riwayat Putri karang Melenu yang timbul dari Sungai Mahakam di Kutai Lama. Kemudian Sultan naik ke Balai dan dudduk di atas balai diselubungi kain kuning dan di atas kain tersebut disembelih seekor ayam laki berbulu merah oleh seorang Menteri Kerajaan. Darah ayam tersebut kemudian dimasukkan ke dalam piring berpinggir perak. Kemudian dengan jari tangannya darah ayam tersebut oleh Sri Sultan dicecahkan (dicorak) ke dahi atau ke antara dua keningnya. Lalu sultan mencecahkan darah ayam tersebut ke kepala para bangsawan yang dekat darah keturunannya atau para kerabat dekatnya. Darah dalam pring tersebut di edarkan kepada para pangeran dan lain-lain untuk bercorak dan disertai dengan air pemadam.
Prosesi Upacara Adat Ngatur Dahar dilaksanakan pada malam hari setelah siangnya utusan Dewa Belian Ngalak Air di Kutai Lama Tepian Batu dan pada mala mini masuk ritual Merangin malam ketiga. Sultan istirahat sejenak sambil menunggu para Dewa Belian menyelesaikan ritual Merangin di Serapo Belian, setelah selesai para Dewa Belian langsung memasuki ruangan Ngatur Dahar dan Sultan keluar dari peristirahatannya menuju Tilam Kasturi dan duduk untuk memimpin acara ini. Di hadapan Sultan telah terhampar 41 jenis jajak (kue) kampong, Tembelong Besar, 3 buah Peduduk di sebelah kiri, 3 buah Peduduk di sebelah kanan dan satu buah Peduduk di hadapan Sultan. Sultan didampingi oleh Dewa dan di kiri kanan memanjang mengelilingi hidangan di isi oleh kerabat Kesultanan dan para petinggi/pejabat daerah. Sedangkan di bagian belakang 7 Dewa dan 7 Belian menempatkan diri memagar duduk bersila. Pawang Besawai sambil mengucapkan...
Air yang terdapat di sungai lama diyakini mempunyai “TUAH” karena sebagai asal usul turunan kerajaan. Maka Ngalak Air Kutai Lama adalah kelanjutan air kehidupan yang disatukan dengan air Mahakam dalam satu wadah dalam upacara “Bepelas”. Prosesi ini dimulai dengan berangkatnya utusan Dewa dan Belian dari Tenggarong menuju Kutai Lama melalui jalur Sungai Mahakam dengan membawa guci / molo yang akan diisi air di Kutai Lama. Dalam perjalanan mereka tersebut, mereka harus singgah di lima tempat dengan tujuan untuk meminta ijin dan sekaligus pemberitahuan tentang akan dilaksanakannya Erau. Di 5 tempat tersebut melakukan acara ritual Besawai dan Melaboh Tigu (Buang telur). 5 tempat tersebut adalah: 1. Di Belakang Pulau Kumala 2. Di Loa Gagagak (Loa Kulu) 3. Di Pamerangan (Jembayan) 4. Di Tepian Aji ( Samarinda Seberang ) 5. Di Tepian Bat...