Tiwah adalah upacara kematian tingkat akhir bagi penganut kaharingan. Tiwah merupakan prosesi kematian paling akhir setelah penguburan yang dianjutkan dengan Balian Tantulak Ambun Rutas Matei (ritual membuang sial setelah kematian). Ritual ini dilaksanakan oleh suku daya di Daerah Aliran Sungai Kahayan dan Kapuas. Pada ritual ini zat atau roh orang yang meninggal akan dipindahkan atau dikembalikan kepada orangtuanya. Zat atau roh dari ayah dikembalikan ke ayah, sedangkam roh dari ibu dikembalikan kepada ibunya. Sementara roh dari Tuhan kembaki ke Tuhan, yang disebut roh Panyalumpuk atau Hambaruan. Ritual kematian lain yang dilakukan yaitu Ijambe atau Wara oleh suku Dayak di DAS Barito dan Nyorot oleh suku Dayak di DAS Katingan dan Mentaya. Setelah ritual itu dilakukan orang yang mati akan hidup sempurna di surga (Lewu Tatau Dia Rumpang Tulang Rundung Raja Isen Dia Kamalesu Uhat). Kelengkpan ritual Tiwah adalah sangkai raya balai nyahu, duhung, mandau, pakaian (sangkurat), pa...
Pakaian adat pengantin yang dipakai suku Dayak di Kalimantan Tengah tidak lagi menggunakan bahan dari serat nenas, serat lemba, serat tengang, atau kulit nyamu, melainkan menggunakan kain bintik bermotif batang haring atau motif khas Dayak lainnya. Pakaian adat pengantin tersebut dilengkapi dengan sanggul dan aksesoris berupa gelang, cinicn, dan ikat kepala.
Pakaian adat pengantin lainnya menggunakan kain beludru disertai dengan aksesori (air busi). Motifnya lukisan batang haring. Pakaian adat pengantin ini seragam - warna dan bahannya sama. Aksesoris yang dugunkan yaitu anting-anting, gelang, cincin, ikat kepala (lawung) bagi laki-laki dan salutup bagi perempuan.
Pakaian adat untuk pernikahan suku Dayak di Kalimantan Tengah pertama-tama menggunakan baju sangkarut. Baju sangkarut menyerupai rompi, Bahannya dari serat daun nenas, serat daun lemba, serat tengang, dan serat nyamu. Pakaian atau celana tersebut dinamakan ewah. ksesoris yang dugunkan yaitu anting-anting, gelang, cincin, ikat kepala (lawung) bagi laki-laki dan salutup bagi perempuan. Biasanya selain digantungkan sulau dan jenis kerang-kerangan ada juga digantung azimat-azimat tertentu yang membuat orang yang memakai ini menjadi kebal akan senjata tajam atau senjata api
Seiring dengan kemajuan zaman, pakaian adat perkawinan suku dayak di kalimantan Tengah menggunakan kain tenun. Kain tenun itu berupa benang bintik ataupun polos. bentuk pakaian model sanghai- atau lebih dikenal dengan model palembangan - untuk kostum pengantin laki-laki dan baju kurung untuk kostum pengantin perempuan. Model kostum pengantin tersebut merupakan pengaruh budaya Melayu. Ada pula kostum pengantin berupa kebaya bagi pengantin wanita. Model ini dipengaruhi budaya jawa. Model kostum ini dapat dipadu dengan model kostum Dayak ( baju sangkarut dan ewah). Aksesoris yang digunakan yaitu anting-anting, gelang, cincin, tusuk konde, ikat kepala (lawung) bagi laki-laki dan salutup bagi perembuan.
Kuatnya pengaruh kepercayaan pada masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah masih menyisahkan peninggalan berupa benda-benda keramat atau mistik. Di antaranya adalah pakaian pawang. pakaian pawang tersebut di gunakan oleh seorang ulama atau tokoh masyrakat ketika menyampaikan doa untuk mendatangkan hujan, perlindungan dari pengaruh jahat, dan mengobati orang yang sedang sakit. Pakaian pawang tersebut terbuat dari kulit kayu atau serat tumbuhan yang khusus dan dianggap memiliki magis. Sering pula pakaian ini dilengkapi dengan aksesoris.
Pakaian berperang dapat dijumpai di masyarakat Dayak Kalimantan Tengah. Pakaian berperang tersebut terbuat dari kulit kayu, kulat binatang, dan di hiasi logam. Seringkali pakaian berperang itu dilengkapi dengan tulisan-tulisan (rajah) dengan tujuan menangkal sipemakai ketika berperang atau berkelahi, sehingga ia selamat. Pakaian berperang disebut juga Baju Basurat.
Seiring dengan kemajuan teknologi, maka orang dayak di kalimantan Tengah mengalami perkembangan perilaku. Di antaranya adalah menyesuaikan diri dalam penggunaan busana pengantin tersebut, yaitu jenis kain beludru. Kain beludru untuk busana pengantin itu, diberi aksesoris dari bahan manik-manik. Manik-manik yang di tempel pada busana pengantin tersebut berbentuk motif Batang Hariang. Selain untuk busana pengantin, pakaian dari bahan beludru juga digunakan untuk acara menari atau untuk menyambut tamu kehormatan.
Mihing merupakan penangakap ikan yang dianggap memiliki kekuatan magis. Mihing dibuat dari bermacam-macam jenis kayu. Masing-masing mempunyai makna khusus dalam bahasa Dayak Ngaju disebut ngguang,dumah,palus,tuntang tame. Artinya, berkunjung datang,masuk,ke dalam. Kayu untuk bahan mihing adalah: 1. Kayu tabulus, hakikatnya silakan (palus); 2. Kayu Tate, hakikatnya masuk (tame); 3. Kayu Kaja, hakikatnya datang (dumah); 4. Kayu Banuang, hakikatnya berkunjung (ngguang); 5. Kayu Marakuwung, hakikatnya Mihing adalah terpat yang disukai; 6. Bambu paligkau, hakikatnya benda atau binatang harus datang ke mihing; 7. Uei paka atau uei banturung atau uei tapah, hakiaktnya benda atau binatang hanya datang ke mihing saja; 8. Uei anak, hakikatnya benda atau binatang yang masuk ke mihing seperti anak kecil yang penurut. Menurut legenda suku Dayak Ngaju, alat ini dibuat pertama kali oleh Bowak. Dia di culik oleh orang dari alam khayangan, dan di sana ia melihat benda tersebut dibuat...