Batik Jambi merupakan salah satu hasil akulturasi budaya Kerajaan Melayu Kuno Jambi dengan berbagai bangsa asing (Tiongkok, Turki, India, dan sebagainya), termasuk dengan kota-kota pesisir di pulau jawa. Inisiatif menghidupkan Batik Jambi pada tahun 1875 di Desa Mudung Laut, Pelayangan, Jambi, dilakukan oleh Haji Mahibat dari Jawa Tengah.
Kawasan Candi Muaro Jambi merupakan kompleks warisan peninggalan yang terletak di tepi aliran Sungai Batanghari, Jambi, yang merupakan sungai terpanjang di Sumatera, berhulu di Pegunungan Bukit Barisan dan bermuara di pantai timur Jambi. Luas kawasan percandian Muaro Jambi adalah sekitar 3.981 Hektar, tertetak 01° 26' 25" LS,- 01° 30' 22,4" LS dan 103° 37' 23,7" BT, 103° 42' 45,4" BT. Di dalam kawasan itu terdapat banyak sekali candi-candi, sehinga sering disebut gugus candi Muaro Jambi. Hasil penelitian arkeologi yang dipadukan dengan bidang ilmu geografi dan geologi memberi informasi, bahwa Kawasan Cagar Budaya Muarajambi merupakan dataran tanggul alam kuno yang dikelilingi sungai-sungai kuno yang melingkari daratan tempat berdirinya bangunan-bangunan candi. Hasil penelitian ini juga menjadi dasar tentang perlunya pelestarian di Kawasan cagar budaya Muarajambi. Dimulai dari pekerjaan clearing yang sudah dilakukan sejak tahun 197...
Candi Tinggi merupakan salah satu candi di Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Yang pertama kali menyebut Candi Tinggi yaitu F.M. Schnitger dalam laporan tahun 1937. Candi Tinggi terletak pada 01°28'33.611 LS dan 103°40'7.311 BT. Luas kompleks Candi Tlnggi 2,92 Ha terdiri dari 1 bangunan induk, 6 bangunan perwara dan pagar keliling. Bangunan induknya telah dipugar berdenah bujursangkar, berukuran 16 m x 16 m dengan tinggi 7,6 m. Pada awalnya bangunan ini dibangun dalam 2 tahap, struktur bangunan yang lebih tua ditemukan masih tetap utuh di bagian dalam bangunan. Bagian penampil dan tangga naik berada di sebelah selatan. Sedangkan bangunan perwara berbentuk bujur sangkar terletak menyebar di timur taut, barat, barat daya, dan selatan dari bangunan induk. Keadaan sekarang dari bangunan tersebut yang tersisa hanya bagian pondasi serta sedikit bagian kaki. Gapura menuju komplek candi terletak di timur dan barat. Candi Tinggi dibatasi...
Candi Tinggi merupakan salah satu candi di Kawasan Cagar Budaya Muarajambi. Yang pertama kali menyebut Candi Tinggi yaitu F.M. Schnitger dalam laporan tahun 1937. Candi Tinggi terletak pada 01°28'33.611 LS dan 103°40'7.311 BT. Luas kompleks Candi Tlnggi 2,92 Ha terdiri dari 1 bangunan induk, 6 bangunan perwara dan pagar keliling. Bangunan induknya telah dipugar berdenah bujursangkar, berukuran 16 m x 16 m dengan tinggi 7,6 m. Pada awalnya bangunan ini dibangun dalam 2 tahap, struktur bangunan yang lebih tua ditemukan masih tetap utuh di bagian dalam bangunan. Bagian penampil dan tangga naik berada di sebelah selatan. Sedangkan bangunan perwara berbentuk bujur sangkar terletak menyebar di timur taut, barat, barat daya, dan selatan dari bangunan induk. Keadaan sekarang dari bangunan tersebut yang tersisa hanya bagian pondasi serta sedikit bagian kaki. Gapura menuju komplek candi terletak di timur dan barat. Candi Tinggi dibatasi...
Kompleks Candi Gedong I terletak pada titik koordinat 01 o 28'33.48" LS dan 103 o 39'32.89" BT. Kompleks candi yang berdiri di lahan seluas 5.525 m 2 ini telah dipugar pada tahun 1998. Benda-benda purbakala di lokasi candi ini antara lain enam buah umpak batu, pecahan arca, sejumlah bata berhias dan bertulis, pecahan genteng. Selain itu juga ditemukan pecahan Cina masa Dinasti Sung (abad 10-13 M), Yuan (abad 15-16 M), Ming (abad 14-17 M) dan Ching (17-20 M), serta pecahan kaca kuno yang kemungkinan berasal dari Timur Tengah dan India.
Kolam Telagorajo ditemukan pada pertengahan tahun 1970. Kepastian tentang kegunaannya jelas, namun dapat disimpulkan bahwa kolam ini berhubungan dengan reservoar untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat kuno. Dibutuhkan penelitan lebih jauh untuk mengetahui kegunaannya. Telagorajo adalah simbol makroskosmik dan mikroskosmik dalam agama Budha, dimana sebuah kolam melambangkan samudera. Kolam ini terletak 100 meter tenggara Candi Gumpung, pada 01 o 28'41.6" LS dan 103 o 40'8.0" BT. Kedalamannya sekitar dua sampai tiga meter dari permukaan tanah sekarang. Jika diukur gundukan tanah yang mengelilingi, kedalamannya mencapai tiga hingga empat meter.
Kampilan merupakan sebuah pedang yang termasuk jenis senjata tebas. Kampilan merupakan senjata tradisional yang dimiliki oleh suku Melayu bagian Timur Jambi. Gagang terbuat dari kayu dibentuk menyerupai kepala naga dan dilengkapi dengan rumbai. Pedang ini pernah digunakan oleh pasukan Selempang Merah dalam menghadapi tentara Belanda di Kuala Tungkal pada masa perang kemerdekaan RI tahun 1949. Untuk menambah semangat dalam perjuangannya selalu disertai dengan menyebut nama Alla "Yaa zal zala liwa ikram."
Baju rajah merupakan baju sejenis rompi penuh bertuliskan rajah (sekumpulan huruf-huruf) mempunyai ilmu hikmah yang mengandung kekuatan dan kekebalan, biasanya baju ini dipakai untuk perlindungan dari serangan musuh. Baju rajah ini dimiliki oleh Ibrahim Abdul Gani dikenal dengan sebutan Datuk Ahim, beliau seorang Panglima Selempang Merah. Baju ini pernah dipakai saat menghadapi serangan tentara Belanda dalam pertempuran perang mempertahankan Kemerdeaan RI di desa Parit Deli Kuala Tungkal tahun 1949.
Keris salah satu senjata tradisional yang digunakan untuk menghadapi serangan Agresi tentara Belanda II tahun 1949 oleh Panglima Selempang Merah Ibrahim Abdul Gani (Datuk Ahim) di Desa Parit Deli Kuala Tungkal