Tari Wirayuda Tari Wirayuda berasal dari daerah Bali. Nama lainnya adalah tari perang bali Wirayuda yang berasal dari dua kata, yakni Wira berarti pahlawan dan Yudha artinya perang. Jadi kesimpulan sederhananya, Tari Wirayuda merupakan tari yang bertemakan peperangan dan menunjukkan kegagahan sosok laki-laki prajurit kerajaan. Tari ini ditarikan oleh 2 sampai 4 pasang penari pria yang membawa senjata tradisional Bali tombak. Tari yang diciptakan pada tahun 1979 ini menggambarkan sekelompok prajurit Bali Dwipa yang sedang bersiap-siap untuk maju ke medan perang dengan alat perang tradisional . Karena bertemakan perang, maka penari Wirayuda ini mengenakan hiasan ikat kepala berbentuk udeng-udengan. Tarian ini merupakan seni kreasi tari tradisional modern yang diciptakan oleh I Wayan Dibia. https://www.silontong.com/2018/09/18/tarian-adat-tradisional-daerah-bali/
Tari Trunajaya Tarian tradisional dari Bali yang satu ini bernama Tari Trunajaya. Tari yang terdiri dari kata Truna dan Jaya ini mempunyai arti yang heroik. Truna artinya pemuda dan Jaya artinya jaya (puncak). Pada pertunjukkannya, Tari Trunajaya menggambarkan gerak gerik seorang pemuda yang baru menginjak dewasa. Gerakan dan ekspresinya menggambarkan prilaku seorang remaja yang tubuh kuat, penuh enerjik, emosional dan gerakannya senantiasa untuk memikat hati seorang gadis. Tari Trunajaya termasuk kategori tari putra dengan ekpresif keras. https://www.silontong.com/2018/09/18/tarian-adat-tradisional-daerah-bali/
Tari Cendrawasih Tari Cendrawasih yang berasal dari Bali ini adalah hasil karya seni gerak dari I Gede Manik. Menurut informasi, tari ini pertama kali ditampilkan di subdistrik atau kecamatan Sawan di Kabupaten Buleleng pada 1920an. Seiring berjalannya waktu, tari Cendrawasih yang sering dipertunjukan adalah hasil olahan koreografi oleh N. L. N. Swasthi Wijaya Bandem, yang diaransemenkan pada penampilan pertamanya di tahun 1988. Bak tari burung Merak dari Jawa Barat (Jabar), tari Cendrawasih Bali menggambarkan keindahan corak dan tubuh burung Cendrawasih. Menjadi ikon tanah Papua, burung Cendrawasih bagi masyarakat Bali dikenal sebagai Manuk Dewata. Jumlah penari pada Tari Cendrawasih sebanyak 2 orang wanita yang berperan sebagai burung Cendrawasih jantan dan cendrawasih betina. Pada Geraknnya, kedua burung ini ibarat sepasang burung yang memadu kasih dan meliuk-liuk seperti ketika menjelang perkawinan. https://www.silontong.com/2018/09/18/tarian-adat-trad...
Tari Gopala Tari Gopala adalah tari tradisi Bali yang menceritakan tingkah laku sekelompok pengembala sapi di suatu ladang / tempat penggembalaan. Kata Gopala sendiri diambil dari bahasa Kawi yang berarti penggembala sapi. Jumlah penari Tari Gopala yaitu 4 sampai 8 orang penari putra. I Nyoman Suarsa (penata tari) dan I Ketut Gede Asnawa (sebagai penata iringan) adalah dua seniman yang menciptakan Tari Gopala. Yang menarik dari tari Gopala adalah sebuah ekspresi gerakan tari yang humoris dengan materi gerak yang merupakan perpaduan antara gerak-gerik tari Bali yang sudah ada. https://www.silontong.com/2018/09/18/tarian-adat-tradisional-daerah-bali/
Tari Condong Tari Condong berasal dari daerah Bali. Pada umumnya tari ini digunakan sebagai pendahuluan dari tari Legong. Pada pertunjukkannya, tarian ini dibawakan dengan diiringi oleh Gamelan Pangulingan. Menurut sejarah, Tari Condong diperkirakan tercipta pada abad ke-19 di lingkungan kraton atau istana kerajaan Bali. Anehnya, tidak dapat diketahui dengan pasti tokoh yang menciptakan tari. Menurut kepercayaan yang berkembang di masyarakat Bali, bahwa asal mula tari Condong ini bermula dari seorang pangeran dari Sukawati yang sakit parah. Kemudian ia mendapat penglihatan gaib dua gadis cantik menari dengan anggun ditemani alat musik tradisional (link) yang bernama Gamelan. Setelah pengeran tersebut sehat kembali, gerakan tarian itu ia ulangi. https://www.silontong.com/2018/09/18/tarian-adat-tradisional-daerah-bali/
Tari Rejang Tari Rejang merupakan seni tari tradisional dari daerah Bali. Tari ini juga populer saat kegiatan upacara keagamaan di pura adalah Tari Rejang. Gerakan tari ini sangat sederhana namun progresif dan lincah. Diketahui, bahwa tarian ini adalah bentuk pengabdian kepada dewa – dewi penganut agama Hindu di Bali. Pakaian adat tradisional Bali yang di pakai oleh para penarinya tampak meriah dengan banyak dekorasi-dekorasi. Kemudian mereka menari dengan berbaris melingkari halaman pura atau pelinggih yang kadang kala dilakukan dengan berpegang-pegangan tangan. https://www.silontong.com/2018/09/18/tarian-adat-tradisional-daerah-bali/
Tari Tenun Tari tenun merupakan tarian adat dari Bali. Tari tradisional ini menggambarkan perempuan Bali dalam membuat kain tenun (sejenis kain tradisional Bali Timur). Ekspresi riang gembira sangat terlihat pada proses menenun yang digambarkan pada aksi tari. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh tiga orang penari atau lebih. Pada tahun 1962 tarian tenun ini diciptakan oleh I Nyoman Ridet dan I Wayan Likes. https://www.silontong.com/2018/09/18/tarian-adat-tradisional-daerah-bali/ Selain itu, tari Tenin juga berfungsi untuk melestarikan kebudayaan tenun-menenun yang ada di Bali dan juga melestarikan alat-alat tradisional yang dipergunakan dalam menenun.
Tari Gambuh Tari Gambuh merupakan sebuah drama tari warisan budaya Bali yang memperoleh pengaruh dan drama tari zaman Jawa-Hindu di Jawa Timur. Sebuah drama tari klasik yang lahir di Puri pada masa lampau dan masih dilestarikan diberbagai daerah di Bali. https://www.silontong.com/2018/09/18/tarian-adat-tradisional-daerah-bali/
Tari Telek Tari Telek termasuk budaya tari dari daerah Bali dan sampai saat ini masih sering dipentaskan secara teratur oleh sejumlah banjar atau desa adat di Bumi Serombotan, Klungkung. Seperti di desa Adat Pancoran Geigel dan di Desa Adat Jumpai. Merupakan warisan leluhur, Tari Telek termasuk jenis tari yang pantang untuk tidak dipentaskan. Bagi masyarakat Bali, pementasan tari Telek ini sebagai sarana untuk meminang keselamatan dunia, khususnya di wilayah banjar atau desa adat mereka. Jika nekat tidak mementaskan tarian ini, maka diartikan dengan mengundang kehadiran sasab (penyakit pada manusia), merana (hama-penyakit pada tanaman dan ternak) dan marabahaya lainnya yang mengacaukan harmonisasi di dunia. Keyakinan tersebut diatas begitu kuat dihati krama Banjar Adat Pancoran, Gelgel dan juga Desa Adat Jumpai. Tarian ini dilestarikan dari tahun ke tahun dan dari generasi ke generasi sampai tidak tergerus arus zaman. Begitu kuatnya mereka menjaga kesenian ini. Sampai-sa...