Bentuk segitiga menyerupai kiat tombak dan pola ini melambangkan semangat kepahlawanan dari Orang Nias. Sumber: http://www.museum-nias.org/istiadat-nias/
Pada zaman dulu di wilayah Maenamölö, Nias Selatan ada sebuah upacara di mana patung harimau diusung dan diarak keliling. Karena tidak ada harimau di Nias, patung itu (Adu Harimao) tampak lebih seperti anjing berkepala kucing. Upacara sakral ini digelar sekali setiap tujuh atau empat belas tahun. Usungan patung harimau itu kemudian dipatahkan dan patung harimau dibuang di sungai. Upacara tersebut dinamakan ‘Famatö Harimao’. Masyarakat lokal percaya bahwa semua dosa yang mereka lakukan selama tahun-tahun sebelumnya akan hanyut bersama dengan patung. Karena sebagian besar dari Orang Nias menjadi Kristen, upacara Famatö Harimao tidak lagi dirayakan. Dalam upaya untuk melestarikan dan merevitalisasi budaya lokal, upacara perarakan ini kadang-kadang dilakukan di Nias Selatan di acara-acara tertentu. Hari ini, upacara telah berubah nama menjadi 'Famadaya Harimao' (perarakan patung harimau). sumber: https://www.museum-nias.org/istiada...
Warna Nias adalah merah, kuning dan hitam. Arti dari warna adalah: Kuning (emas): mewakili kekayaan, kemuliaan dan kesuksesan. Merah (darah): mewakili keberanian dan keganasan pendekar Nias, serta marga mereka dan keluarga. Hitam (tanah): mewakili tanah air mereka dan tanah yang subur di Nias, serta ketabahan dari orang-orang biasa. Pakaian tradisional selalu menggunakan kombinasi dari tiga warna tersebut. Perempuan dari selatan memakai pakaian yang didominasi warna kuning, sementara perempuan di utara memakai pakaian yang didominasi warna merah. Pakaian tradisional juga menggabungkan pola dan lambang desain tertentu. Yang paling biasa digunakan adalah deretan corak segitiga, yang disebut 'Ni'ohulayo'. Bentuk segitiga menyerupai kiat tombak dan pola ini melambangkan semangat kepahlawanan dari Orang Nias. Pola ini tidak hanya digunakan dalam pakaian tradisional, namun saat ini sering dikaitkan dengan budaya atau apapun yang m...
Alasan-alasan untuk mengadakan pesta adat atau pesta jasa (owasa) adalah: perkawinan, mendirikan rumah baru, mendirikan salah satu megalit, mengadakan perhiasan emas, sudah berumur atau sebelum menghadap ajal. Seluruh warga desa dijamu pada pesta owasa. Siapa pun di desa yang mampu biayai untuk membeli babi yang diperlukan untuk upacara itu, bisa menyelenggarakan owasa. Orang yang menyelenggarakan owasa diusung dalam desa dan kepadanya diberi nama yang mulia. Kemudian osa-osa batu atau tugu batu lainnya didirikan di depan rumahnya. Sumber: https://www.museum-nias.org/istiadat-nias/
Perkawinan di Nias adalah eksogami. Mempelai pria harus melunasi emas kawin kepada semua pihak yang punya hubungan famili dengan mempelai wanita itu, terutama kepada pihak ibunya ( uwu) . Kemudian di dalam desa sendiri masih diharapkan supaya mempelai pria mengadakan satu pesta untuk seluruh warga. Pesta itu merupakan syarat kalau di kemudian hari hendak diadakan pesta jasa ( owasa) . Kalau mempelai pria tidak memberi pesta dalam desanya, dia tetap dianggap sebagai anak-anak [iraono], sekalipun ia sudah tua secara umur, dan tidak punya hak suara dalam desa. Biaya utama dari pesta pernikahan waktu itu dan masih sampai hari ini adalah pembayaran sebanyak babi yang dibutuhkan untuk pesta. Sampai hari ini, biaya pesta pernikahan merupakan beban besar pada pasangan muda yang berencana untuk menikah. Sumber: https://www.museum-nias.org/istiadat-nias/
Seperti di banyak tempat di Asia, mengunyah sirih adalah sesuatu yang biasa di Nias. Tradisi ini disebut sebagai "manafo". Lima bahan yang digunakan; daun sirih (tawuo), kapur (betua), gambir (gambe), tembakau (bago), dan pinang (fino). Ramuan dari lima bahan ini disebut "Afo". Karena tradisi ini sangat hidup, "manafo" dianggap sebagai satu simbol budaya Nias dan sering menjadi bagian di acara tradisional di Nias, seperti upacara menyambut pengunjung penting. Di upacara penyambutan ini tamu akan ditawarkan sirih, dari tas anyaman indah yang dikenal sebagai Bola nafo. Bola berarti tempat atau kantong, dan afo adalah ramuan dari lima bahan. Tas Bola nafo dibuat dengan menganyam rumput yang telah dikeringkan dan diwarnakan. Biasanya dihiasi dengan simbol dan motif dari Nias, masing-masing dengan makna tersendiri. Motif Ni'otarawa digunakan oleh bangsawan sementara motif Ni'ohulayo digunakan oleh masyarakat umum. Teknik yang digunakan untuk menganyam&nb...
Pada pesta-pesta dan upacara, tempat untuk acara ini sering dihiasi dengan anyaman daun-daun janur. Dengan menyambungkan anyaman daun janur ini, Orang Nias membuat bentuk dan pola yang indah . Ini disebut Ni'okindrö (anyaman daun janur). Gaya Ni'okindrö bervariasi antara daerah ke daerah. Bentuk yang dibuat oleh daun janur memiliki banyak arti yang berbeda. Hari ini ketika kunjungan tamu penting ke Nias, mereka sering disajikan dengan kalung yang dibuat menggunakan teknik ini. Kalung ini dikenal sebagai Nifatali Bulumio. Hanya beberapa orang yang mampu membuat kalung seperti ini. Di tahun 2016 pada waktu kunjungan Presiden Jokowi ke Nias, beliau dipersembahkan dengan Nifatali Bulumio yang dibuat oleh karyawan museum. sumber: https://www.museum-nias.org/istiadat-nias
Bawömataluo adalah desa tradisional terbesar dan yang terawat baik di Pulau Nias, dengan lebih dari 140 rumah tradisional. Desa ini kadang-kadang disebut Desa Raja. Sebenarnya bukan seorang raja tetapi seorang kepala suku yang kuat yang memerintah daerah itu. Desa ini sering menerima pengunjung, dan penduduk setempat melakukan upacara lompat batu yang terkenal (Hombo Batu). Tarian perang yang spektakuler juga kadang-kadang dipertunjukkan di sini. Banyak pemahat kayu yang membuat seni dan kerajinan tangan tinggal di desa ini. Sumber: https://www.museum-nias.org/situs-budaya-nias-selatan
Desa Orahili Fau hanya beberapa ratus meter menuruni bukit dari Bawömataluo dan dapat diakses melalui tangga. Desa ini juga sangat menarik dengan sejumlah 70 rumah tradisional, banyak megalith dan satu batu lompat. sumber: https://www.museum-nias.org/situs-budaya-nias-selatan/