Rawa adalah daratan yang secara periodik atau terus menerus digenangi air, Menurut kondisi airnya, rawa dapat dikategorikan atas rawa payau dan rawa tawar. Rawa payau biasanya berada dekat laut, sedangkan rawa tawar umumnya berada di pedalaman. Di Indonesia luas rawa adalah sekitar 35 juta atau 17% dari luas wilayah daratan, suatu areal yang karena luasnya sangat potensial sebagai sumber daya alam (peta I ). Dalam kenyataan sejumlah kelompok masyarakat dengan Jatar belakang budaya yang berbeda-beda sudah sejak lama memanfaatkan daerah rawa sebagai tempat permukiman dan sumber penghasilan dalam bentuk pertanian dan atau perikanan. Sungguhpun demikian secara keseluruhan kehidupan masyarakat di daerah rawa memperlihatkan suatu corak yang khas, berbeda dengan kehidupan masyarakat di medan yang kering. Sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/10913/
Desa adat sebagai warisan budaya yang aktif dan masih ada hingga saat ini (living heritage) merupakan kekayaan budaya Indonesia. Keberadaan desa adat sebagai pelestari sekaligus pelaku aktif kearifan lokal, sangat potensial dalam mempertahankan identitas budaya serta membangun kesadaran akan keberagaman budaya di Indonesia. Dengan demikian, desa adat merupakan bagian dari kekayaan bangsa yang wajib dilestarikan dan salah satu upaya pelestariannya adalah dengan melakukan revitalisasi. Sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/9699/
Buku Strategi Pemberdayaan Komunitas Adat ini merupakan sebuah usaha yang dilakukan pemerintah untuk melestarikan nilai-nilai budaya komunitas adat dengan mempertimbangkan unsur-unsur budayanya secara holistik. Yang menjadi titik tolak pertimbangan dalam penyusunan strategi pemberdayaan ini adalah manusia, kebudayaan dan lingkungannya, sehingga permasalahanpermasalahan terkait komunitas adat diupayakan terpotret dan bagaimana strategi pemberdayaannya. Strategi pemberdayaan komunitas adat ini diharapkan dapat menjadi salah satu payung dalam berbagai kegiatan dan program yang tidak hanya dipakai oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, namun dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat yang terkait dengan pemberdayaan komunitas adat secara luas. Di samping itu, juga telah disusun sebuah pedoman pelestarian kepercayaan komunitas adat yang lebih difokuskan ke masalah-masalah yang sifatnya teknis, sehingga dapat memandu berbagai prog...
Kebudayaan masyarakat Betawi yang merupakan inti penelitian dan pembahasan dalam tulisan ini, memiliki tahap-tahap kebudayaan yang dipandang penting dan kritis mulai dari masa kehamilan, khususnya pada usia kehamilan 7 bulan, masa kanak-kanak yang ditandai dengan upara khitanan dan Khatam Al Quran, serta masa memasuki jenjang kehidupan baru yang ditandai dengan upacara perkawinan. Pandangan mengenai adanya tahap-tahap kehidupan masyarakat seperti ini, tercermin dalam pola tingkah sehari-hari berupa kebiasaan atau adat istiadat yang diturun-temurunkan sampai sekarang oleh masyarakat pendukungnya. Oleh karena itu naskah hasil penelitian ini mencoba menggali dan mengkaji beberapa jenis upacara daur hidup pada masyarakat Betawi yang pembahasannya tidak hanya dibatasi pada bentuk aktivitas upacaranya, melainkan mencoba menelaah keterkaitan upacara itu sendiri dengan kehidupan keagamaan serta keterkaitannya dengan aspek aspek sosial lainnya. Selain itu pada bagian tertentu tulisan ini ju...
Cagar Budaya adalah salah satu warisan budaya kekayaan bangsa yang ragamnya begitu kaya dan unik. berdasarkan Undang-Undnag Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, disebutkan bahwa Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda, Bangunan, Struktur, Situs dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan di air yang perlu dilestarikan keberadaanya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, aagama, dan kebudayaan melalui proses penetapan. dengan demikian kegiatan pelestarian tentu harus selalu kita tingkatkan, salah satunya melalui penerbitan album ini. Sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/9706/
Tampaknya masalah “memandang” dan “dipandang” antara bekas terjajah dengan 159 mantan kolonial-penjajah memang tidak selesai dengan pengakuan kemerdekaan saja. Mereka, generasi kedua bangsa, masih membutuhkan waktu untuk memulihkan sejarah masa lampau kedua negara. Namun lebih penting lagi perspektif mereka, seperti kutipan semula. Mereka justru butuh kesadaran memulihkan pemahaman patriotisme-nasionalisme dengan bersikap sportif dan bijaksana dalam setiap melihat sumber masalah kedua bangsa. Rutinitas tahunan Peringatan Hari Pahlawan untuk pahlawan yang gugur, semoga tidak sia-sia. Sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/11379/
Naskah kuno Melayu kebanyakan menggunakan huruf Arab Melayu yang dikenal pula sebagai huruf Jawi. Dengan huruf yang demikian hanya orang-orang tertentu yang dapat "menyentuhnya" dan orang yang tidak "mengetahui" huruf itu tidak berminat menyentuhnya. Perbandingan antara orang yang "mengetahui" dan "Tidak mengetahui" di zaman sekarang lebih banyak yang tidak mengetahui. Bahkan ada sementara orang yang menganggap dengan melihat fisiknya dari naskah kuno akan merusak kesehatan. Untuk memindahkan sebuah naskah kuno harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/7631/
Kata prasasti berasal dari bahasa Sanskerta. Arti sebenarnya adalah pujian. Namun kemudian didefinisikan sebagai artefak berupa huruf-huruf, kata-kata atau tanda-tanda konvensional yang dipahatkan pada bahan-bahan yang tidak mudah rusak dimakan usia. Contoh artefak-artefak itu batu, logam, dan tanah liat bakar. Itulah uraian pada bagian awal buku Prasasti. Selanjutnya uraian tentang aksara, bahasa, dan pertanggalan pada prasasti. Buku ini menjelaskan pula pengertian candrasangkala, yakni angka tahun yang dinyatakan dalam bentuk kalimat dengan kata-kata yang mempunyai nilai angka tertentu. Sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/10859/
Penerbitan buku "Unsur Sejarah Dalam Naskah Melayu" tulisan Dra. Yumsari Yusuf adalah usaha Museum Nasional mengetengahkan hasil kajian naskah-naskah Melayu dalam hubungannya dengan sejarah sebagian dari wilayah republik kita yang diharapkan akan bermanfaat bagi pengembangan penelitian selanjutnya. Pada dasarnya memang sulit untuk meneliti latar belakang suatu negara melalui sebuah karya sastra sejarah. Kita tidak mungkin mendapatkan fakta-fakta yang dapat dipercaya. Hampir sebagian besar isinya merupakan cerita mitologi dan dongeng setempat atau pemujaan secara berlebihan terhadap seorang tokoh atau sebuah negeri, sehingga banyak bercampur dengan cerita fantasi. Untuk dapat mengetahui nilai historis dari sebuah karya sastra sejarah, kita harus mengadakan penelitian terhadap catatan-catatan lokal dan membandingkannya dengan beberapa sumber asing. Sumber: http://repositori.kemdikbud.go.id/8283/