Tari Wayangan (http://surabaya.tribunnews.com) Tari Wayangan yang dibawakan oleh tujuh penari perempuan ini menggambarkan sebuah pagelaran wayang yang merupakan bayangan kehidupan manusia di dunia. Sehingga itulah para penyaji Tari Wayangan menggunakan media gunungan yang biasa digunakan saat pementasan wayang kulit. Wayang memiliki filosofi yang sangat mendalam terhadap kompleksitas kehidupan manusia di dunia dengan segala aspek dan dinamikanya. Kesenian ini juga sangat melekat dengan kehidupan masyarakat Lamongan. Sehingga diangkat dalam sebuah tari kreasi agar tidak dilupakan oleh generasi sekarang. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/10/tarian-tradisional-lamongan-jawa-timur/
Tari Kiprah Bahlun (https://kelompok9b04.blogspot.com) Tari ini merupakan tari pembuka dalam kegiatan kesenian tayub khas Lamongan. Tari ini menceritakan tentang ucapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/10/tarian-tradisional-lamongan-jawa-timur/
Tari Eklek (https://twicsy.com) Tarian ini diciptakan oleh Sukarman (ayah Deasy) pada tahun 1978 , berasal dari desa Pelem, Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan. Tari ini menggambarkan orang yang sedang mencari rumput sambil membawa eklek. Eklek adalah wadah atau tempat membawa sabit yang diikatkan di pinggang. Petani membawa eklek ketika pergi ke ladang dan sawah untuk kepraktisan. Cangkul dan perlengkapan lain dipikul dan sabit dimasukkan dalam eklek. Pada saatnya sabit digunakan untuk memotong rumput atau dedaunan sebagai pakan ternak, dikeluarkanlah sabit dari wadahnya. Jika telah selesai dimasukkan lagi. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/10/tarian-tradisional-pacitan-jawa-timur/
Tari Methik Pari (https://www.kamerabudaya.com) Tari ini menggambarkan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa karena telah diberi hasil panen yang berlimpah. Tarian kreasi baru yang dikembangkan oleh seorang guru yang bernama Anang dari sanggar Blarak Pacitan, Desa Jeruk, Kecamatan Bandar. Tarian ini biasanya ditarikan oleh 5 (lima) orang penari yang keseluruhnya perempuan. Tarian ini diawali dengan masuknya satu persatu para ke atas panggung. Kelima orang penari tersebut bergerak melingkar, memutar, dan kemudian berbaris lurus dengan gerak dasar tumit, tangan dan pinggul. Setelah itu para penari berpencar dan saling berhadapan satu sama lain dalam formasi setengah lingkaran. Gerakan tarian dilanjutkan dengan para penari berjongkok seraya meragakan gerakan memetik padi. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/10/tarian-tradisional-pacitan-jawa-timur/
Tari Ruung Sarung Merupakan seni tari kreasi baru yang idenya dikembangkan dari kebudayaan masyarakat setempat, yang diciptakan oleh Deasylina da Ary, seorang praktisi seni budaya sekaligus Dosen Universitas Negeri Semarang. Tarian yang menggambarkan kegiatan keseharian para ibu ini diciptakan oleh perempuan yang akrab disapa Lina tersebut, pada tahun 2004. Tari ini terinspirasi dari harmonisme masyarakat setempat, terutama dari kebiasaan masyarakat yang memakai sarung. Karya tari daerah Pacitan ini mengisahkan ibu-ibu petani desa yang memanfaatkan sarung sebagai penghangat tubuh, penggendong senik ke Tegal, pergi ke pasar, juga sekaligus sebagai sarana ibadah. Dalam penampilannya, empat penari perempuan berbaju putih dan bercelana hitam nampak menari lincah kesana kemari. Dengan mengenakan properti sarung bermotif batik, keempat perempuan tersebut menampilkan gerakan lincah namun serasi. Kadang sarung dijadikan kerudung, kadang juga ditarik lurus, begitu seterusnya. Hi...
Tari Sanjaya Rangin (https://pacitanku.com) Tarian sanjaya rangin ini adalah buah karya dari koreografer kenamaan dari Kecamatan Ngadirojo, pasangan Edi Suwito-Adi Peni dengan dibantu Kasim sebagai penata musik pada tahun 2013. Tari Sanjaya Rangin berkisah tentang kiprah Raden Panji Sanjaya Rangin dalam upaya untuk mengubah hutan belantara menjadi sebuah wilayah. Adapun, Raden Panji Sanjaya Rangin sendiri merupakan seorang tokoh yang berilmu yang digunakan sebagai senjata untuk melakukan babad alas Lorok. Lorok merupakan wilayah eks kawedanan yang mencakup tiga kecamatan yaitu Tulakan, Ngadirojo, dan Sudimoro. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/10/tarian-tradisional-pacitan-jawa-timur/
Tari Genggongan Mangslup (https://pacitanku.com) Merupakan tari yang digarap oleh Sanggar Tari Edi Peni, Ngadirojo, Pacitan. Tari ini merupakan fragmen dari Jangkrik Genggong yang menampilkan dua tokoh, yaitu Gadhung Mlati dan Wonocaki. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/10/tarian-tradisional-pacitan-jawa-timur/
Tari Jangkrik Genggong (https://infonyapacitan.blogspot.com) Tari Jangkrik Genggong seringkali digelar dalam upacara adat yang diselenggarakan di lokasi TPI Tawang Desa Sidomulyo setiap selasa Kliwon di Bulan Longkang (Dulkangidah). Upacara adat diawali dengan penampilan tari kontemporer yang menggambarkan sejarah upacara adat itu sendiri. Dalam pelaksanaan Jangkrik Genggong, tari tayub dengan lima penari pria yang menari bergantian. Kelima penari pria tersebut merupakan pengejawantahan dari pepunden mereka yaitu Rogo Bahu, Gadhung Mlati, Gambir Anom, Sumur Wungu dan Wonocaki. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/10/tarian-tradisional-pacitan-jawa-timur/
Tari Pentul Melikan (https://budayajawa.id) Tarian ini ditarikan dengan memakai topeng kayu yang melambangkan watak manusia yang berbeda-beda namun tetap bersatu dalam kerja. Topeng ini dipengaruhi jaman Kerajaan Kediri dan masa kini. Iringan gamelan sedikit mendapat pengaruh Reog Ponorogo. Tari ini digarap atau diciptakan pada tahun 1952 oleh Bapak Munajah di Desa Melikan, Kelurahan Tempuran, Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi. Diciptakan untuk menghibur masyarakat setelah membangun sekolah desa itu. Perkembangan selanjutnya pementasan diadakan untuk memperingati hari-hari besar nasional dan hari besar Islam oleh penduduk setempat. Gerak-gerak tarian melambangkan menyembah pada Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan ini menumbuhkan ketentraman dan kedamaian. Digambarkan dalam bentuk berbaris seperti prajurit dan setengah lingkaran. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/07/tarian-tradisional-ngawi-jawa-timur/