Beureugu berbentuk terompet dari tanduk kerbau. Beureugu sering dipakai sebagai alat komunikasi oleh perahu-perahu tradisional tempo dulu. Ketika mereka sudah mendekati tempat berlabuh di dermaga nampak sepi lalu mereka meniup “Beureugu” sebagai tanda kedatangannya. sumber : http://www.wacana.co/2012/02/alat-komunikasi-dan-informasi-tradisional-aceh/
Beulangong atau belanga dalam bahasa Indonesia adalah perkakas dapur yang dipakai untuk memasak sayur-sayuran, ikan daging dan lain-lain. Beulangong terbuat dari tanah liat dengan ukuran bremacam-macam, sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pemakaiannya. Pada umumnya beulangong diperoleh dengan membeli di pasar-pasar atau membeli pada orang-orang yang menjajakannya ke desa-desa. Sedangkan penjual itu sendiri mengambil atau membeli pada pengrajin-pengrajin. Tidak jarang penjual beulangong melakukan sistim tukar menukar dengan barangbarang yang lain seperti botol kosong, kaleng dan lain-lain. Kalau penjaja mendatangi daerah pantai (tidak jarang mereka mau menukarkan dengan garam), sumber :http://www.wacana.co/2012/03/alat-memasak-tradisional-aceh/
Sebagai imbangan dari beulangong adalah kaneet, Kaneet (periuk) dipergunakan untuk memasak nasi atau merebus air. Cara mendapatkan kaneet tidak berbeda dengan cara mendapatkan beulangong. Adapun bentuknya sedikit berbeda yaitu kaneet lebih bundar dan tertutup. sumber :http://www.wacana.co/2012/03/alat-memasak-tradisional-aceh/
Peunee berbentuk piring yang terbuat dari tanah liat. Ukuran sebuah peunee sama seperti ukuran sebuah piring makan biasa. Kegunaan peunee selain sebagai tempat makan juga sebagai menghaluskan bumbu yang lebih lunak seperti menghaluskan asam belimbing, dan sebagai tempat sayur bagi sebuah rumah tangga yang paling sederhana. sumber :http://www.wacana.co/2012/03/alat-memasak-tradisional-aceh/
Alat untuk menangguk air disebut cinu. Cinu terbuat dari tempurung kelapa yang diberi bertangkai. Pada ujung tangkai sebuah cinu dibuat berkait sehingga setelah dipakai dapat mudah digantungkan. Walaupun ada juga cinu yang dijual di pasar tetapi cinu biasanya dibuat sendiri kalau ada waktu terluang sumber :http://www.wacana.co/2012/03/alat-memasak-tradisional-aceh/
Kalau sebuah cinu dipakai untuk menangguk air maka aweuek dipakai untuk mengaduk dan mengambil sayuran atau gulai yang dimasak. Bentuk Aweuek seperti sebuah sendok dengan sedikit lebih panjang tangkainya. Aweuek juga terbuat dari tempurung kelapa. Bedanya dengan cinu adalah kalau cinu bentuknya besar dan bulat maka Aweuek seperti sendok. Untuk memperoleh sebuah aweuek sering dapat mereka buat sendiri. sumber :http://www.wacana.co/2012/03/alat-memasak-tradisional-aceh/
Orang Aceh sering menyimpan masakan (gulai) ikan dalam waktu yang agak lama. Ikan-ikan yang telah digulai itu pada saat-saat tertentu dipanasi agar tidak busuk. Kegunaan menyimpan ini adalah sebagai persiapan kalau kebetulan ada tamu mendadak yang dirasa perlu diberi makan. Sebagai alat menyimpan itu disediakan salang. Makanan yang berasal dalam periuk atau belanga dengan beralaskan reungkan diletakkan dalam salang lalu digantung di atas dapur. Salang ada dua macam kalau dilihat dari bentuknya. Salang yang agak besar terbuat dari anyaman rotan seperti keranjang yang bagian atasnya terbuka ditambah tali rotan sebagai gantungan. Salang yang sederhana terbuat dari anyaman daun Iboh (sejenis palam), bentuknya sederhana sekali. sumber :http://www.wacana.co/2012/03/alat-memasak-tradisional-aceh/
Masyarakat Aceh mengenal suatu upacara penamatan membaca kitab Al Qur’an yang disebut khatam. Upacara khatam dilaksanakan terhadap seseorang anak baik lelaki maupun perempuan yang sudah menamatkan pembacaan kitab suci Al Qur’an. Upacara tersebut bermaksud untuk memperoleh keberkatan dari Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa si anak itu sudah berhasil menamatkan kitab suci Al Qur’an. Disamping itu, upacara ini juga mempunyai makna sebagai tanda berterima kasih kepada tuangku mengaji yang telah membimbing dan menuntun anak berhasil dapat menamatkan pembacaan kitab suci Al Qur’an. Upacara Khatam ini berlangsung dirumah orangtua dirumah tengku atau di tempat mengaji. Pelaksanaan dirumah orang tuanya ini sudah tentu dilakukan dengan acara makan bersama, dan terlibat kerabat pihak ayah dan pihak ibu. Sedangkan upacara dirumah tengku atau di tempat mengaji dilakukan apabila upacara ini dilangsungkan dalam bentuk yang sederhana. Tingkat kemeriah...
Istilah Mayam sendiri adalah merujuk kepada semacam takaran emas yang berlaku di masyarakat Aceh. Kalau dikonversikan dengan gram, satu Mayam diperkirakan bernilai sekitar 3,33 gram. Jadi, seumpama emas per gramnya dinilai sebesar Rp 500 ribu, maka satu Mayam adalah sekitar Rp 1.6 juta. Lantaran Mayam adalah takaran emas, jadi nilainya pun nggak pasti. Tergantung nilai emas berapa, kalau harganya naik Mayam pun naik dan sebaliknya. Saat ini diperkirakan 1 Mayam hampir menyentuh angka dua juta rupiah. Kehadiran Mayam dalam proses pengikatan hubungan antara wanita dan pria di Aceh adalah hal yang bisa dibilang wajib hukumnya. Mayam adalah semacam tradisi yang sakral dan nggak boleh ditinggalkan. Masih tentang Mayam, kira-kira berapa Mayam sih yang harus diberikan untuk bisa menikahi seorang gadis Aceh? Jawabannya sendiri nggak pasti dan tergantung dari banyak hal.Biasanya sih, Mayam yang dibayarkan berkisar antara 3-30. Ada juga sih yang lebih dari 30 Mayam, tergantung dar...