Kain tenun tradisional masyarakat Tanimbar. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku. Tais Pet memiliki fungsi sosial yang sangat kuat dikalangan masyarakat tanimbar sebagai simbol identitas diri. Pengenalan identitas diri itu terabstraksi lewat ikatan emosional komunitas Tanimbar yang memberikan nuansa persaudaraan, tenggang rasa, saling menghormati dan rasa sepenanggungan. Kemudian fungsi ini juga berlanjut secara lokal, regional maupun secara nasional, sehingga merajut ikatan-ikatan sosial terhadap pengenalan masyarakat Maluku dan atau bangsa Indonesia pada umumnya. Selain itu juga Tais pet memberikan nuansa warna sebagai simbol status sosial, sehingga memberikan petunjuk terhadap status seseorang dalam struktur masyarakat. Warna hitam dan coklat merupakan warna kebesaran atau kewibawaan dalam diri seorang pemimpin. Warna merah, kuning dan putih merupakan cermin keberanian, kejujuran, ketulusan, keiklasan dan kesucian hati masyarakat.
Tari Maku-maku adalah tarian tradisional yang bersifat sosial yakni merupakan tarian pergaulan yang bertujuan untuk mempererat keakraban antara anggota masyarakat dalam hal ini anak cucu Maluku. Tarian ini secara garis besar merupakan lambang persekutuan anak-anak masyarakat Maluku. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku.
Tari Maku-maku adalah tarian tradisional yang bersifat sosial yakni merupakan tarian pergaulan yang bertujuan untuk mempererat keakraban antara anggota masyarakat dalam hal ini anak cucu Maluku. Tarian ini secara garis besar merupakan lambang persekutuan anak-anak masyarakat Maluku. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku.
Tarian /seni pertunjukan yang dilakukan oleh lebih dari sepuluh orang dengan memegang satu batang bambu sepanjang satu meter/ sesuai kebutuhan. Pemegang bambu dipertontonkan tidak kuat. Daerah sebarannya umumnya dapat ditemui pada provinsi Maluku Utara
Seni Tradisi Tari Rakyat Maluku Utara. Tarian soya-soya tercipta pada masa Sultan Baabullah (Sultan Ternate Ke-24), dari Kesultanan Ternate, untuk mengobarkan semagat pasukan pasca-tewasnya Sultan Khairun pada 25 Februari 1570. Saat itu, tarian soya-soya dimaknai sebagai perang pembebasan dari Portugis hingga jatuhnya tahun 1575. Para penari akan menampilkan tarian yang lincah dimana merefleksikan gerak menyerang, mengelak dan menangkis. Jumlah penari soya-soya sendiri tidak ditentukan. Bisa hanya empat orang dan bahkan hingga ribuan penari.
Sebuah kesenian rakyat Gayo yang dikenal dengan nama Didong, yaitu suatu kesenian yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII. Kesenian ini diperkenalkan pertama kali oleh Abdul Kadir To’et. Kesenian didong lebih digemari oleh masyarakat Takengon dan Bener Meriah.
Ide awal pembuatan musik Fu sebagai alat musik tradisional ini mulai dimunculkan lewat gagasan seorang wakil Gubernur Daerah Tingkat I provinsi Maluku. Letkol G. Latumahina itulah nama lengkapnya. Profesi yang dimilikinya bukan hanya seorang militer, beliau juga seorang pamong praja yang baik yang memiliki talenta sebagai seorang budayawan di daerah ini. Sebagai seorang putra daerah, beliau begitu tertarik terhadap sejarah daerah ini. Dari berbagai bacaan yang ditulis dalam bahasa Belanda tentang daerah ini beliau menemukan sebuah cerita sejarah tentang sejarah pulau seram atau yang lasim dikenal dengan nama Nusa Ina.
Nasi lapola adalah makanan khas Maluku yang dimasak dengan menggunakan kacang tolo. Beras yang dimasak dengan api kecil sampai setengah matang lalu dicampurkan dengan kacang tolo rebus, kelapa parut, dan garam, lalu diaduk rata. Setelah itu adonan nasi lapola ini dikukus hingga matang.
Satu lagi makanan khas Maluku dengan bahan dasar sagu. Cara pembuatannya: awalnya sagu direndam dalam air dingin selama satu jam. Lalu bumbu-bumbu seperti bawang putih, serai, dan jahe ditumis. Kemudian jeroan ikan dan air dimasukkan dan dimasak hingga matang. Selanjutnya, bawang merah dan bawang putih ditumis hingga kecoklatan. Masukkan santan kelapa cair dan sagu, kemudian masak hingga mengering. Tambahkan santan kental, garam, merica, dan irisan daun bawang. Setelah matang, sagu didinginkan terlebih dahulu. Jeroan ikan dipotong bentuk dadu. Lalu, sagu dan jeroan ikan yang telah dipotong-potong dimasukkan ke dalam daun woka. Terakhir, bungkusan daun woka ini lalu dipanggang dengan bara api hingga kering dan matang. Sagu woku komo-komo ini sangat cocok untuk menjadi lauk untuk makanan utama.