Halaik menganut animisme. Para pengikutnya mempercayai kekuatan alam dan menyembah pohon-pohon besar, bintang, bulan, dan matahari. Selama hidupnya, pengikut Halaik hanya mengenakan pakaian dari hasil tenun alami dan rambut lelaki diwajibkan gondrong. Di setiap rumah pengikut Halaik, dibuat sebuah tiang khusus sebagai tempat menyembah berhala. Tiang itu setiap harinya disembah dengan cara diberi makan berupa nasi dan daging. Halaik pantang dengan binatang-binatang laut. Penganut Halaik memiliki seorang raja atau pimpinan yang biasa disebut 'Deo Rai'. Uniknya, di saat meninggal, jasad raja ini dilarang dilihat oleh keluarga dekat, termasuk isteri anak raja. Hanya lima pengawalnya yang berhak memberi penghormatan terakhir pada sang raja. Mereka yang bertanggung jawab menguburkan Raja secara rahasia, bahkan warga yang melayat keluarga yang berduka tidak boleh tahu di mana sang raja dikuburkan. Usai dikuburkan, lanjut Ina, warga melakukan upacara adat selama satu m...
Suku Lio-ende yang tinggal di sekitar kawasan Danau kelimutu adalah masyarakat yang turut menjaga Danau Kelimutu. Masyarakat Suku Lio-Ende “percaya” bahwa Danau kelimutu merupakan tempat tinggal para arwah leluhur mereka sehingga masyarakat Suku Lio-Ende menganggap Danau Kelimutu adalah tempat yang sakral. Masyarakat juga diharuskan memberi penghormatan kepada para leluhur yang tinggal di Danau Kelimutu dan juga mensakralkan tempat tersebut. Salah satu bentuk penghormatan itu adalah dengan menggelar upacara penghormatan terhadap leluhur Danau Kelimutu yang disebut dengan Upacara Ka Dua Bapu Ata Mata Upacara ini dilakukan dengan cara menyajikan makanan khusus setelah panen (Pati Ka) kepada arwah leluhur yang konon menghuni 3 danau: Tiwu Ata Mbupu, Tiwu Nua Muri Koo Fai , dan Tiwu Ata Polo sebagai bentuk komunikasi dan penjagaan relasi dengan leluhur, alam semesta dan kekuatan adikodrati. Upacara Ka Dua Bapu Ata ini erat dengan kepercayaan masyarakat ter...
Di Sumba Barat, persiapan upacara tarik batu dilakukan lebih rumit dan memerlukan persiapan matang karena obyek yang ditarik adalah batu kubur yang berukuran besar dan sangat berat. Di lokasi asal batu, beberapa tukang kayu yang dalam istilah lokal disebut monipelu membuat kuda-kuda ( tenan ) berupa dua gelondong kayu bulat utuh yang ukurannya disesuaikan dengan batu yang akan ditarik. Kedua ujung kayu disatukan dan dibentuk menyerupai kepala kuda. Walaupun tenan berbentuk kepala kuda, namun secara simbolis tenan melambangkan perahu sebagai kendaraan yang akan membawa kubur batu. Bahan kayu yang digunakan terbuat dari kayu kameti yang bersifat lentur dan tidak mudah patah. Di atas tenan diberi kerangka kayu berbentuk empat persegi panjang mengelilingi batu, sebagai tempat pegangan paaung watu dan untuk meletakkan paji dan bendera. Paji adalah bentangan kain berwarna putih, sedangkan bendera (regi khobu) berupa kain-kain tenun motif asli Sumba yang merupakan s...
Edang tatong terdiri dari dua kata. E artinya “kami”, dang artinya “memukul” (memukul musik). Jadi, edang artinya kami memukul musik tatong. Namun versi lain, Kedang berasal dari nama Edang Eor (istri Uyolewun) . Musik tatong diperkirakan lebih tua dari musik sasando . Tatong terbuat dari bambu; dimainkan dengan cara dipetik atau dipukul dan pernah mendapat penghargaan karya budaya bangsa tingkat nasional pada 17 Oktober 2017 lalu. Musik tatong dimainkan oleh satu orang tetapi menghasilkan tiga jenis bunyi yang berbeda. Sebenarnya dipetik/dipukul dengan menggunakan tangan tetapi belakangan sudah diganti dengan kayu. Biasanya, musik tatong diiringi dengan gendang. Pada zaman nenek moyang, musik ini digunakan untuk acara memuji dewa Lia (anak dari dewa matahari/loyo) sehingga dikenal dengan istilah edang tatong lia namang yang artinya “Kami memukul tatong untuk mengiringi namang...
Dalam konteks budaya Marapu Kalarat Wai merupakan proses ibadah untuk meminta restu kepada sang leluhur, ini dilakukan agar setiap kegitan berjalan dengan lancar dan baik tanpa ada halangan. Kalarat Wai dalam Festival Wai Humba ditandai dengan adanya dialog antara para Rato untuk memastikan tata cara pelaksanaan ritual sejalan dengan budaya. Dialog yang dilakukan oleh para Rato akan menghasilkan sebuah keputusan dengan melihat hati ayam dimana masing-masing Rato menterjemahkan hati ayam tersebut sesuai dengan konteks kegiatan apakah dilanjutkan atau tidak tergantung dari hasil penglihatan secara ritual oleh para Rato. Pada kegiatan Wai Humba kali ini hasil yang diterjemahkan oleh para Rato menunjukan ada dukungan leluhur sehingga kegiatan terus dilakukan sampai pada proses akhir. Kalarat Wai atau Pengkeramatan Air sebagai bentuk penghormatan dan pelestarian alam terhadap sumber-sumber mata air yang selama ini mendapat ancaman serius. Kalarat Wai meru...
Pemandangan seorang pria dalam balutan busana tradisional sedang meliuk-liuk di udara dengan bertumpu pada sebatang bambu setinggi 3-4 meter, tentu saja akan mengundang decak kagum. Apalagi bila sang penari mengayunkan pedang panjang mengkilap. Sementara di bawahnya terdapat beberapa orang penari memegang erat-erat tiang bambu tersebut. Menakutkan sekaligus menakjubkan. Itulah tarian tua reta lo’u. Tarian ini merupakan tarian tradisional dari Maumere yang menggambarkan teknik perang leluhur orang Maumere dan etnik Sikka Krowe di masa lampau.Tua reta lo’u lebih banyak ditarikan oleh masyarakat adat Hewokloang. Tarian tersebut terdiri atas 3 tarian yang dikombinasikan yakni tarian awi alu, tarian mage mot dan tarian tua reta lo’u itu sendiri yang ditarikan secara berurutan oleh belasan penari perempuan dan laki-laki. Biasanya para penari akan diiringi dengan tabuhan irama gong waning dengan berbagai jenis pukuan. Ketiga tarian tersebut berkaitan d...
Di atas panggung berukuran 8×4 meter itu, tampak Paulus Kapitan dan Rifna Bana, hanya mengenakan kain adat. Dua petarung asal Kecamatan Miomafo Timur ini berusaha saling menyerang di bagian kaki lawan tandingnya. Kedua pria tersebut berusaha saling menyerang dengan menggunakan kaki pada bagian lutut ke bawah serta pada paha lawan. Apris Bana selaku wasit dalam pertandingan tersebut sesekali menghentikan pertandingan apabila salah satu petarung menyerang bagian tubuh lawan yang dilarang. Bagian kemaluan,bokong serta bagian badan dan kepala merupakan area tubuh yang tidak boleh diserang lawan. Sedangkan wasit yang memimpin pertandingan dijuluki dengan nama Apaot Mat Panat (menjaga dan melindungi). Tugas wasit menjaga agar dua petarung Manatika tidak keluar dari arena atau ring tinju, melerai bila kedua petarung `terbawa emosi’ lalu lepas kendali. Selain itu, wasit juga memberi peringatan keras kepada petarung bila melanggar...
dalam ako woja semua orang yang mengikuti acara itu beramai-ramai turun ke ladang sambil bergotong royong mulai dari mengetam sampai pada proses menjadi padi yang utuh. Ada beberapa keunikan dari rangkaian kegiatan ini yakni peserta sebagian besar didominasi oleh para perempuan, lengkap dengan pisau dan keranjang dalam jinjingannya. Selain itu, peserta acara ako woja ini juga tidak hanya berasal dari daerah Manggarai tetapi juga dari luar Manggarai. Jika kaum hawa mengetam padi, para lelaki bertugas untuk mengangkut padi itu dengan karung ke tempat yang sudah disiapkan. Setelah acara ako selesai, proses selanjutnya adalah rik. Rik berarti injak sambil mengucak padi dengan kaki. Tujuannya untuk melepaskan bulir padi dari tangkainya. Dalam rik peserta mengucak padi sambil menyanyikan lagu khusus dalam bahasa Manggarai yang dibawakan dalam gaya danding, salah satu tarian adat Ma...
Puru Lamananga adalah ritual yang dilakukan oleh penganut agama asli orang Sumba (Marapu) yang sudah mendapat pengakuan dari pemerintah lewat surat dari Kemendikbud Dirjen Kebudayaan nomor : TI 313/f.8/n.1.1/2016. Pengakuan itu juga tertuang dalam surat penyampaian tanda inventarisasi no 48/f4/pkt/2015 serta SKT dari pemda Sumba Timur dengan nomor BKBP 220/365/B.3/VIII/2015. Ritual Puru Lamananga merupakan ritual tahunan yang dilakukan menjelang awal musim tanam dimana para penganut Marapu memohon kepada Sang Pencipta agar diturunkan hujan yang cukup untuk dapat bercocok tanam pada musim tanam tahun ini. Tahapan Ritual Ritual ini dilakukan dalam 4 tahapan. Tahapan pertama dilakukan pada tanggal 10 Desember 2016 lalu di Mananga atau yang dalam bahasa Indonesia disebut muara, tepatnya di Desa Wanga, Kecamatan Umalulu, Sumba Timur.Ritual pada tahap pertama ini disebut Ritual Wuku Maundala kapeika nggili duaka (Lamuru lukuwalu) Dalam ritual in...