Situs Odel adalah situs yang merupakan bukti sejarah atas peradaban Kerajaan Islam Banten. Situs ini berada di daerah Kasemen, 5 kilometer sebelah selatan dari Banten lama. Di Situs Odel ditemukan beberapa benda peninggalan masa lampau. Sayangnya penelitian oleh para arkeolog tidak benar-benar dilanjutkan.
Dolmen Baturanjang di Kampung Baturanjang, Desa Palanyar, Kecamatan Cimanuk telah ditemukan sebuah dolmen. Batu datar seperti meja yang ditopang batu-batu kecil sebagai kakinya, berbentuk sederhana tetapi ada pula yang berukir. Terbuat dari batu andesit yang telah dikerjakan secara halus dan rata. Batu berukuran 110 x 250 cm disangga empat buah batu setinggi 35 cm yang dikerjakan sangat rapi dengan pahatan melingkar. Dibawahnya terdapat fondasi yang dibuat dari batu kali untuk menahan agar batu penyangga tidak terbenam ke tanah.
Peninggalan purbakala prasejarah berupa Punden terdapat di Lebak, Banten tepatnya di Kampung Lebak Cibedug. Peninggalan purbakala terdapat di dataran tinggi Pegunungan Kendeng. Batu Menhir dan dolmen yang berada pada situs itu masih tetap pada posisi semula. Pundek berundak memiliki 9 teras yang berorientasi ke arah empat penjuru angin. Teras pertama yang berdenah bujur sangkar memiliki panjang 115 meter.
Pundek berundak itu berada tak jauh dari tepi sungai Cibanten yang konon pada zaman dahulu bisa dlayari sepanjang 13 KM dari Teluk Banten sampai ke Banten Girang. Tinggi punden berundak itu sekitar 5 meter dari permukaan tanah, dari tepian sungai terdapat anak tangga yang menuju punden berundak. Diduga pada zaman dahulu anak tangga itu digunakan para penganut tradisi megalitik untuk mensucikan diri di sungai sebelum melakukan upacara ritual.
Bukti daerah Banten telah memasuki masa sejarah diketahui sejak tahun 1974 saat ditemukannya sebuah batu bertulis di Munujul Pandeglang di aliran sungai Cidanghyang. Batu tersebut menggunakan aksara Palawa . Tahun 1950, De Casparis bersama mahsiswanya bernama Boechari berhasil membaca batu tertulis itu dan menyimpulkan prasasti tersebut adalah peninggalan raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara abad V Masehi.
Prasasti Munjul berisi dua baris huruf Pallawa seperti huruf pada Prasasti Tugu di Jakarta dan menggunakan bahasa Sansekerta, pertama kali ditemukan pada tahun 1947 dan pada tahun 1950 De Casparis bersama mahasiswanya yang bernama Boechari berhasil membaca tulisan pada prasasti tersebut yang berbunyi : "Wikranto yam wanipateh-prabhuh satyapara (k) ra (mah)- narendraddhwajabhutena- srimatah purnnawamanah ." Terjemahannya kira-kira seperti ini : "Ini adalah tanda keperwiraan, keagungan dan keberanian yang sesungguhnya dari raja dunia yang mulia Purnawarman yang menjadi panji-panji sekalian raja-raja." Berdasarkan temuan prasasti Muncul dapat ditarik kesimpulan sejak abad V Banten telah masuk ke dalam kekuasaan kerajaan Tarumanegara yang berkedudukan di daerah Bogor. Sumber : Museum Negeri Provinsi Banten
Banten Girang adalah sebuah wilayah yang berada di sebelah selatan Banten oleh para arkeolog mengatakan bahwa Banten Girang adalah pernah menjadi Ibukota Kerajaan Hindu yang besar. Situs Banten Girang ini memiliki pelabuhan sendiri dan sudah berhubungan dagang dengan luar negeri. Sebagai barang dagangan yang utama masa itu adalah merica/lada. Terbukti dengan ditemukannya banyak tembikar dan keramik asing yang berasal dari abad XI sampai abad XIX Masehi.
Sungai Cibanten bukan sembarang sungai pada masa dahulu dimanfaatkan sebagai urat nadi perekonomian dan juga transportasi yang membentang memiliki mata air yang berasal dari Gunung Karang dan muaranya di Teluk Banten. Menurut arkeolog pada masa dulu sungai itu bisa dilayari sampai abad ke XVII menjadi jalur transportasi antara Banten Girang dengan Teluk Banten. Di kiri kanan sungai juga terdapat jala yang disebut dengan jalan sultan, fungsinya menjadi transportasi jalur darat ketika air sungai surut.
Pada masa pemerintahan Hasanudin ia giat menyebarkan Islam ke ploksok wilayah kekuasaannya. Hingga mebuat selir Prabu Siliwangi Jong dan Ju dua pendekar Banten yang dianggap sebagai tangan kanan dan kirinya Prabu Pucuk Umum, Adipati Kadipaten Pajajaran yang berkedudukan di Banten Girang. Setelah masuk islam keduanya di beri gelar Ki Mas Jong dan Ki Agus Jong. Hingga kini kedua makam mualaf pertama di Banten Girang sering diziarahi banyak orang.