Khitanan atau sunatan pada zaman dahulu merupakan salah satu hajat dari setiap orang berumah tangga. Dizaman dahulu, pelaksanaan khitanan dilaksanakan sangat meriah. Si anak yang hendak disunat terlebih dahulu ditandu dan diiringi oleh tarian-tarian atau kesenian daerah yang ada di masyarakat setempat. Bagi yang memiliki uang lebih banyak anak naik kuda pilihan ada juga yang menggunakan sepeda unta. Keesokan harinya, setelah subuh atau sekitar jam lima pagi iring-iringan itu berangkat ke sungai dan si anak disuruh berendam terlebih dahulu. Setelah dirasa cukup berendam, si anak kemudian dibawa kembali ke rumah dan dimasukkan ke dalam krobongan (semacam ruang khusus untuk melakukan proses sunat). Di dalam krobongan juru khitan (dukun sunat) telah siap untuk melaksanakan tugasnya. Adapun alat yang digunakan untuk menyunat anak di zaman dahulu masih sangat sederhana dan jauh dari steril. Tanpa obat bius dan tanpa dijahit. Sehingga darah akan cenderung mengucur deras. Tidak jarang anak di...
Lesung adalah alat penumbuk padi yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat Banjarnegara pada zaman dahulu. Sedangkan Kotekan adalah suatu hiburan yang dilaksanakan ibu-ibu petani zaman dahulu dengan memukul-mukulkan alat penumbuk padi sehingga menimbulkan nada-nada tertentu dan terdengar alami. Kotekan selain sebagai hiburan juga merupakan perwujudan dari rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena panen berhasil. Dalam pentas kali ini digunakan satu buah lesung dengan 8 ibu-ibu petani untuk menabuh lesung tersebut, dan 12 orang wanita yang memperagakan petani sedang menanam padi, serta didukung oleh 8 pria yang berperan sebagai petani yang membawa hasil panen. sumber: http://budparbanjarnegara.com/seni-dan-budaya/tari-gambyong/lesung-dan-kotekan/
Rodad merupakan tradisi unik warisan budaya leluhur dan sebuah kearifan lokal yang secara turun temurun masih dijaga dan dilesatarikan oleh masyarakat khususnya di Desa Pasegeran Kecamatan Pandanarum Banjarnegara. Rodad ini seni ketrampilan yang didalamnya memadukan antara unsur beladiri dan lagu/nyanyian yang diiringi dengan sholawat sebagai bentuk pujia-pujian. Instrumen yang digunakan untuk mengiringi sholawat dan gerakan beladiri antara lain terbangan, jedor dan rebana. Rodad menjadi salah satu metode dakwah yang dilakuakan para wali melalui akulturasi budaya yang ada pada masyarakat setempat waktu itu. Tradisi ini juga bertujuan untuk syiar Islam, karena syair-syair yang disampaikan berupa pesan yang merupakan sholawat. Pementasan Rodad biasanya digelar untuk meramaikan upacara meminta keselamatan dan terhindar dari malapetaka. Rodad umumnya diselenggarakan pada saat bulan-bulan besar Islam. sumber: http://budparbanjarnegara.com/2016/02/11/rodad/
Buncisan merupakan nama salah satu kesenian lokal setempat yang dipentaskan dalambentuk seni pertunjukan di wilayah persebaran budaya Banyumasan. Pemain seni Buncisan terdiri dari 8 orang pemain yang melakukan tarian sambil bernyanyi sekaligus menjadi musisinya. Adapun nyanyian yang dibawakan oleh para pemain adalah lagu-lagu tradisional Banyumasan. Para pemain dalam pertunjukannya membawa alat musik angklung beralas slendro, masing-masing membawa satu buah alat musik yang berisi satu jenis nada berbeda, enam orang diantaranya memegang alat bernada 2 (ro) 3 (lu) 5 (ma) 6 (nem) 1 (ji tinggi) dan 2 (ro tinggi), dua orang yang lain memegang instrumen kendhang dan gong bumbung. Dalam membangun sajian musikal masing-masing pemain menjalankan fungsi nada sesuai dengan alur balungan gending. Dari alat-alat musik yang demikian mereka mampu menyajikan gending-gending Banyumasan. Buncisan di Banyumas memiliki beberapa karakter dan salah satu karakter Buncisan tersebut dapat dijumpai di desa...
Situs Watu Guling terdapat di Desa Datar, Kec. Sumbang di sebelah selatan pemakaman umum Desa Datar. Dinamakan situs Watu Guling, menurut cerita masyarakat setempat karena batu tersebut berasal dari pegununggan daerah selatan yang ditendang oleh Bima dan jatuh berguling guling dan berhenti di daerah yang datar yang kemudian dinamakan Desa Datar. Sebenarnya situs tersebut merupakan tempat pemujaan arwah nenek moyang pada zaman prasejarah yang pada awalnya merupakan punden berundak yang berorientasi ke arah utara selatan mengarah kepada gunung Slamet, dan diyakini sebagai tempat bersemayamnya para arwah nenek moyang. Akan tetapi karena pengaruh alam dan ketidaktahuan masyarakat setempat, teras pertama dan kedua sudah tidak ada dan langsung menuju teras ketiga. Peninggalan yang terdapat pada situs tersebut antara lain: Batu Menhir 2 buah dengan ukuran masing masing tinggi 137 cm dan garis tengah 42 cm. Batu Lumpang (pecah dan hilang 1/5 bagian) 1 buah dengan ukuran tinggi 25 cm...
Banyumas mempunyai latar belakang keberagaman dan toleransi yang sangat kuat. Selain mempunyai ikatan sejarah yang panjang dengan peradaban awal di Pulau Jawa. Tradisi itu masih berlangsung dan dipelihara hingga kini. Di Desa Klinthing, Kecamatan Somagede, Banyumas, masih terdapat komunitas dan tradisi Hindu yang berdampingan dengan harmonis dengan masyarakat sekitar. Sebuah bangunan Pura sebagai tempat beribadah agama Hindu masih berdiri dan menjalankan aktivitasnya dengan rukun, tenang dan damai. Tradisi serta atraksi yang menyertainya juga masih terpelihara dengan baik seperti Tawur Agung Kasanga. Tawur Agung Kesanga adalah rangkaian kegiatan karnaval seni budaya dan ogoh-ogoh memperingati Hari Raya Nyepi. http://dinporabudpar.banyumaskab.go.id/read/29555/tawur-agung-kasanga-klinthing-somagede#.X0c7b8gzbIU
Dukuh Sidomulyo desa Deles ditemukan cagar budaya berupa Arca Ganesha, fragmen segiempat, yoni, fragmen ogif dan kemuncak. Arca Ganesha telah dipindahkan ke Museum Jawa Tengah Ranggawarsita Semarang untuk dilestarikan. https://pariwisata.batangkab.go.id/?p=2&id=23
Desa Sibebek kecamatan Bawang ditemukan banyak cagar budaya. Beberapa cagar budaya dilestarikan di sebuah kuncup yaitu fragmen nandi, 4 buah kemuncak, dan yoni. Penemuan lainnya yang berupa fragmen nandi dipindahkan ke kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Batang untuk dilestarikan. sumber: https://pariwisata.batangkab.go.id/?p=2&id=28
Situs Pejanten berada di dukuh Pejanten, desa Rejosari Barat, kecamatan Tersono. Di desa ini banyak ditemukan benda cagar budaya berupa arca Ganesha dengan ciri bentuk khas antropolis (menuju bentuk aslinya), fragmen Nandi, Yoni, fragmen batu bata merah, relief dharmacakra, dan masih banyak lagi. https://pariwisata.batangkab.go.id/?p=2&id=36