Bibi bibi rangda apang durus karyan Bibi mejauman kelod kangin jumah dane jegeg leseng Suba jani keto tiang ngaba aled munyi Sesanganan kaon jaja sirat kekuluban bungan duren Duren duren ijo semangkane kuning gading Kanti lampa nguda salak nangka kaliasem mangeronce Sumber: http://www.lagu-daerah.com/2015/06/lirik-lagu-daerah-bali.html
Juru pencar juru pencar Mai jalan mencar ngejuk ebe Be gede gede Be gede gede Di sawana ajaka liu Sumber: http://www.lagu-daerah.com/2015/06/lirik-lagu-daerah-bali.html
Dadong dauh ngelah siap putih Suba metaluh reka Minab ada limolas taluhne Nangih lacur ada nak nepukin Anak cerik cerik Anak cerik cerik Keliwat usil ipun Sumber: http://www.lagu-daerah.com/2015/06/lirik-lagu-daerah-bali.html
Sorak-sorai riuh rendah bunyi Bermacam-macam bunyi tari ramai Liwat gerbang dihias berpanji Mengendarai kereta kuda kencana Sorak-sorai tari dendang janji Mengapa aku tidak turut pula Pohon, burung, sungai ikut serta Riang menyanyi tari menari Sumber: http://www.lagu-daerah.com/2015/06/lirik-lagu-daerah-bali.html
cai ketut dema i rusuh bas kaliwat cai ngawe sakit hati cah sing demen Ngidih olas ketut pang enggal megedi Sumber: http://www.lagu-daerah.com/2015/06/lirik-lagu-daerah-bali.html
Pada umumnya orang meninggal di Bali, terutama bagi umat Hindu selain dikubur bisa dibakar atau dikremasi langsung, namun demikian suatu tradisi unik terjadi di Desa Trunyan Kintamani. Pada saat orang meninggal, maka tubuh atau jasad orang tersebut hanya diletakkan di bawah pohon Menyan, jasad tersebut diletakkan di atas tanah tanpa dikubur, hanya dipagari oleh bambu (ancak saji) agar tidak dicari oleh binatang atau hewan liar, anehnya tidak sedikitpun dari jasad tersebut berbau busuk, sampai akhirnya tinggal tersisa tulang belulang saja, dan tulang belulang itu nantinya diletakkan pada sebuah tempat di kawasan tersebut. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/
Mekare-kare ini dikenal juga dengan perang pandan, tradisi unik di Bali hanya dilakukan di desa Tenganan, Karangasem. Perang dilakukan berhadap-hadapan satu lawan satu dengan masing-masing memegang segepok pandan berduri sebagai senjata. Desa Tenganan juga merupakan salah satu desa Bali Aga, yang mengklaim sebagai penduduk Bali Asli. Mekare-kare atau perang Pandan digelar saat Ngusaba kapat (Sasih Sambah) atau sekitar bulan Juni. Tradisi unik tersebut digelar di halaman Bale Agung dilangsungkan selama 2 hari dan dimulai jam 2 sore, ritual atau prosesi tersebut bertujuan untuk menghormati Dewa Perang atau Dewa Indra yang merupakan dewa Tertinggi bagi umat Hindu di Tenganan. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/
Atraksi ini dikenal juga dengan perang rotan, yang mana dua orang laki-laki berhadap-hadapan dan saling serang dengan sebatang rotan sepanjang 1.5-2 meter kemudian tangan satunya memegang tameng untuk menangkis serangan lawan, diantara keduanya dibatasi dengan batang rotan (garis tengah) agar tidak masuk ke wilayah lawan. Perang rotan ini tidak hanya perlu ketangkasan saja tetapi juga keberanian, karena setiap peserta bisa saja kena pukulan rotan lawan. Tradisi unik di Bali Timur ini bisa ditemukan di desa Serasa, tujuan utama dari prosesi Gebug Ende ini adalah ritual memohon hujan, dan ini dilakukan pada musim kemarau yaitu di bulan Oktober – Nopember setiap tahunnya. Kondisi geografis dari desa Seraya yang berada di wilayah perbukitan memang rentan dengan masalah air, itulah sebabnya ritual memohon hujan ini dilangsungkan di desa ini. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/
Tradisi mengarak ogoh-ogoh di Bali ini digelar tepat sehari sebelum hari Raya Nyepi, sekitar jam 6-6.30 sore ogoh-ogoh mulai diarak keliling desa ataupun kota, hampir sebagaian besar warga Hindu di Bali ini menggelar pawai ogoh-ogoh, ini mereka lakukan karena berhubungan dengan ritual keagamaan. Ogoh-ogoh adalah sebuah boneka raksasa yang merupakan simbol dari Bhuta Kala, dibuat dengan wujud menyeramkan atau simbol sebuah kejahatan, yang paling dominan berwujud raksasa menyeramkan, binatang atau bahkan wujud seorang penjahat. Prosesi pawai ogoh-ogoh tersebut masih dalam rangkaian pelaksanaan Hari Raya Nyepi, setelah sebelumnya diadakan Tawur Kesanga memberikan upah kepada Bhuta Kala, kemudian petang harinya diusir dan diarak keliling dalam bentuk pawai, agar tidak mengganggu kehidupan manusia lagi, terutama esok harinya saat melaksanakan hari raya Nyepi. Sumber: http://www.balitoursclub.net/tradisi-unik-di-bali/