Saya meriwayatkan pula Raja Kilip, yang tinggal di daerah Renayas, daerah tanah tandus tidak ada tumbuh-tumbuhan. Suatu hari timbullah pemikirannya untuk pergi mencari bibit kayu ke wilayah dunia atas langit. Raja Kilip berjalan membawa satu tabung pasak. Setelah berjalan sehari penuh, pada saat matahari terbenam sampailah dia di bawah sebatang pohon besar bernama putakng kayutn tangiiq. Setelah subuh terdengar suara kokok burung raksasa di dahan besar paling bawah. Kokok tersebut berbunyi: “Koko leaq leo, kalau hari sudah pagi, saya akan terbang bertamu ke Dusutn Tana Tamui.” Kemudian terdengar kokok burung raksasa pada dahan yang lebih tinggi sebagai berikut: ”Koko leaq leo, kalau hari sudah pagi, saya akan terbang bertamu ke negeri Cina pembuat garam.” Selanjutnya pada dahan berikutnya terdengar kokok sebagai berikut :” Koko leaq leo, kalau hari sudah pagi, saya akan terbang menuju Sanikng Bentiatn, Rabukng Rasaau Koakng Ketap...
Saya tertarik untuk mencari penyebab hilangnya Rajah Tubuh (Tatto) karena pertanyaan saya sendiri “mengapa kakek tidak berajah tubuh (Tatto)”, sedangkan apabila kita melihat di tempat lain (Kaltim maupun Kalbar) masih ada kaum tua dahulu yang memiliki Rajah tempo dulu. Untuk bisa menjawab pertanyaan saya tersebut saya tidak bisa langsung bertanya begitu saja, sebab adalah sesuatu hal yang tabu membicarakan tersebut bagi kaum tua. Maka untuk mengakali hal tersebut saya memiliki cara tersendiri, yaitu bertanya “JEREH (sisilah)”, yang secara tidak langsung membawa kita mengetahui cerita sejarah yang tersembunyi tempo dulu. Zaman dahulu sebelum terjadinya Perjanjian Tumbang Anoi (perkiraan waktu terjadinya Rajah Tubuh mulai tidak digunakan) atau saya sebut masa Peralihan, adalah biasa bagi seseorang memiliki Rajah, bahkan diwajibkan bagi anak tertua laki-laki memiliki Rajah tubuh yang membuktikan mereka telah memenuhi hajat mamuei (janji/sumpah) yang di berik...
Suku Dayak dikenal dengan ilmu magisnya, ilmu magis ini diperoleh dari berbagai sumber yaitu : Mangaji (berguru), Balampah (bertapa), Katuahan (Keberuntungan), Nupi (Mimpi), Minyak dan ada yang memang ilmu magis sejak lahir. MANGAJI / BASURAH Mangaji / Basurah adalah salah satu cara untuk mendapatkan ilmu magis Dayak dari seorang guru dengan membayar sayarat yang disebut SARAT PANDUDUK, bentuk pembayaran syarat ini tentu mengikuti cara tertentu, intinya pembayarannya tidak boleh lebih mahal atau lebih murah dari jumlah pembayaran pada saat sang guru mengaji dengan gurunya. Jika terjadi penyimpangan oleh sang guru baik tentang jumlah pembayaran maupun pemberian ilmu magis kepada muridnya hal ini akan mengakibatkan kematian. Sang guru akan mengajarkan ilmu kepada muridnya sesuai jenis ilmu magis yang diinginkan dan sesuai pula dengan tingkat pembayaran. BALAMPAH Suku Dayak percaya dengan balampah dapat bertemu dengan Dewa, Sengiang ataupun arwah orang-orang y...
Adat Suku Bangsa Dayak ini telah ada sejak waktu yg telah lama, menurut penuturan secara turun temurun. Nama asal Pulau Kalimantan adalah Pulau “ SELUNG “ yang berarti dibuat secara khusus. Pada jaman penjajahan Belanda dan di utara oleh Orang Inggris disebut BORNEO / Brunei dan setelah Indonesia merdeka di bagian Indonesia diberi nama Pulau KALIMANTAN adalah nama menurut Indonesia. Menurut penuturan para leluhur pada waktu awal mula pertama yg ditutur dalam Legend Tatum Tambun Bungai bahwa asalnya si pulau Selung ini ada empat tempat seperti berikut : 1. Ditantan Sama Tuan ( Bukit Keminting ) atau Pegunungan Schwanhner dan Muller yg diturunkan Ranying Hatalla dengan PALANGKA BULAU di sana HAWUN DAN BALUN. Hawun dan balun memperanakan Ranying Uhing, Ranying Uhing beranakan Sabira Nangui Garantung, Sabira Nangui Garantung memperanakan Sabira Nangui Pahawang, Sabira Nangui Pahawang memperanakan Raja Mangku Langit, Raja Mangku Langit me...
Upacara adat Ufah adalah upacara pentahbisan bagi anak laki-laki Dayak Kayan yang berumur 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Menurut tradisi Dayak Kayan pada zaman dahulu Ufah hanya berlaku bagi anak laki-laki tanpa memandang latar belakang keluarga atau keturunan di kalangan Dayak Kayan. Upacara adat Ufah dilaksanakan diluar lamin atau rumah panjang yaitu dibuatkan sebuah kemah yang didirikan secara sederhana diberi atap dengan daun pisang atau daun alang-alang dan dilakukan pada pagi hari sampa selesai yang lamanya tergantung dari jumlah anak laki-laki yang akan ditahbiskan. Pemimpin upcara Ufah ini adalah seorang kakek yang pada masa dahulu telah berjaya dalam medan peperangan melawan musuh, sedangkan anak laki-laki yang akan ditahbiskan adalah anak-anak yang telah dipilih dan layak untuk ditahbiskan dalam Upacara Ufah. Ritual Ufah ini bertujuan untuk mempersiapkan seorang pemimpin sejak usia dini agar pada saat menginjak umur dewasa dapat menjadi seorang pemimpin yang te...
Konon, pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah seorang janda bersama dua orang anak laki-lakinya yang sudah remaja. Anak pertamanya bernama Ambun, sedangkan anak keduanya bernama Rimbun. Banyak orang di kampung itu mengira mereka saudara kembar, karena wajah dan perawakan keduanya mirip sekali. Namun sebenarnya mereka bukanlah saudara kembar, karena umur keduanya selisih satu tahun. Ambun dan Rimbun adalah anak yang rajin dan hormat kepada orang tua. Setiap hari mereka membantu ibunya mencari kayu bakar ke hutan dan menjualnya ke pasar. Pada suatu sore, Rimbun melihat abangnya termenung seorang diri di beranda rumah mereka. “Bang! Apa yang sedang Abang pikirkan” tanya Rimbun. “Abang sedang memikirkan nasib keluarga kita. Kalau setiap hari hanya mencari kayu bakar, kehidupan kita tidak akan pernah membaik,”keluh Ambun. “Lalu, apa rencana Abang” tanya Rimbun. “Abang akan pergi merantau untuk...
Dulu, di daerah Tewah, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, ada seorang perempuan bernama Nyai Balau. Selain anggun dan rupawan, Nyai Balau memiliki perangai yang baik, sopan dalam berucap dan santun dalam berperilaku. Ia juga penurut dan patuh kepada kedua orangtuanya. Kecantikannya telah mengundang decak kagum para pemuda di kampungnya. Namun, tak seorang pun yang berani melamarnya karena Nyai Balau berasal dari keluarga terpandang sehingga orangtuanya menginginkan Nyai Balau menikah dengan laki-laki dari keluarga terpandang pula. Mendengar kabar kecantikan Nyai Balau, seorang pemuda yang berasal dari keluarga terpandang bernama Kenyapi datang melamarnya. Selain tampan, pemuda itu pun bijaksana. Maka, keluarga Nyai Balau pun langsung menerima lamaran itu. Pernikahan antara Nyai Balau dan Kenyapi dilangsungkan dengan meriah. Setelah menikah, Nyai Balau bermaksud untuk hidup mandiri bersama suaminya. Maka, ia ditemani sang Suami menyampaikan niat tersebut kepada kedua orang tuanya...
Pada zaman dahulu kala, di Kalimantan Tengah, hiduplah seorang pemburu tangguh bernama Sangi. Ia sangat ahli dalam menyumpit binatang buruan. Sumpitnya selalu mengenai sasaran. Setiap kali berburu, ia selalu berhasil membawa pulang banyak daging binatang buruan. Sangi tinggal di daerah aliran Sungai Mahoroi, anak Sungai Kahayan. Ia tinggal bersama keluarga dan kerabatnya. Mereka hidup dari bercocok tanam di ladang dan berburu. Ladang mereka masih sering berpindah-pindah. Selain itu, mereka juga mencari bahan pangan dari tumbuh-tumbuhan yang terdapat di hutan-hutan pedalaman. Pada suatu hari, seperti biasa Sangi pergi berburu. Namun hari itu, ia sangat kesal. Dari pagi hingga sore, tidak seekor binatang buruan pun yang diperolehnya. Karena hari mulai senja, ia berniat pulang. Dalam perjalanan pulang, Sangi melihat air tepi sungai sangat keruh. “Sepertinya baru saja seekor babi hutan lewat di tepi sungai itu,” kata Sangi dalam hati. Karena penasaran, Sangi kemudi...
Di sebuah kampung di daerah Kalimantan Tengah, hiduplah sepasang suami-istri bersama tiga orang anaknya yang masih berumur belasan tahun. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, sang Suami mencari ikan di sungai. Dalam mencari ikan, Sang Ayah biasanya dibantu oleh anak sulungnya yang bernama Bideng, yang kedua bernama Sonwi, dan si bungsu Kenzo. Pada suatu hari, sang Ayah sakit, sehingga untuk mencari ikan Bideng harus berangkat sendiri ke sungai. Sesampainya di sungai, Bideng segera memasang jaringnya. Setelah itu, ia duduk di tepi sungai sambil menunggu ikan-ikan terperangkap jaringnya. Setelah beberapa lama menunggu, ia turun ke sungai untuk memeriksa jaringnya. Usai diperiksa, ternyata jaringnya masih tetap kosong. Bideng memasang kembali jaringnya dan kemudian duduk di tepi sungai sambil bersiul-siul. Kali ini, ia membiarkan jaringnya terpasang agak lama dengan harapan bisa memperoleh ikan yang banyak. Namun, Bideng benar-benar sial hari itu, di jaringnya tak seekor ikan pun ya...