Di Kampung Todo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, terdapat beberapa rumah adat yang hanya dijadikan tempat wisata. Di salah satu rumah adat tersebut, yaitu rumah kepala suku, terdapat senjata, kain tradisional, dan gendang yang terbuat dari kulit manusia. Gendang tersebut berasal dari kulit manusia yang diawetkan. Gendang tersebut berasal dari kulit perempuan yang berasal dari wilayah tersebut. Menurut kepercayaan warga, dahulu ada putri cantik. Putri cantik tersebut konon katanya banyak disukai oleh para raja di sana, tetapi dia tidak menerima satu pun. Oleh karena sikap putri tersebut, terdapat sealah seorang raja yang dendam. Raja tersebut adalah raja Bima yang berasal dari daerah Sumbawa. Saking cintanya sang raja, ia bahkan sampai meminta kepada ayah sang putri untuk membunuh anaknya dengan cara berpura-pura mencari kutu di rambut sang putri lalu mencabut rambut sang putri dengan sangat keras sehingga sang putri langsung meninggal. Setelah rencananya berhasil, sang raja ya...
Salah satu situs yang menarik perhatian turis di daerah Sumba Timur adalah Hama Parengu, Desa Kuta Kecamatan Kanatang. Tidak seperti kampung adat lainnya, wilayah Hama Parengu dikelilingi oleh pagar batu sehingga kampung ini juga dikenal dengan benteng Hama Parengu. Di kampung ini para turis dapat menyaksikan situs peninggalan yang berupa kubur batu megalitikum, meriam, dan kuali raksasa. Selain itu, pemandangan matahari terbit dan terbenam di hamparan padang sabana sambal menunggang kuda juga dapat menjadi pengalaman menarik di Hama Parengu. Hama Parengu dihuni oleh 12 marga keluarga yang dipimpin oleh Marga Ana Maeri. Pada tahun tertentu, di kampung ini masih dilaksanakan ritual atau upacara adat (Mangejing). Namun, saat ini penduduk Hama Parengu telah meninggalkan rumah mereka dan berpindah ke desa lain. Hanya benteng dan situs peninggalan yang masih tersisa di Hama Parengu, sehingga turis yang berkunjung umumnya bermalam di Pantai Puru Kambera, lokasi pemukiman terdekat. Ham...
Di Sumba Barat bangunan megalitik dapat ditemukan hampir dimana saja, di setiap kampung tradisioanal pasti ada, di bawah kampung, di pinggir jalan, bahkan di halamam kantor polres dan rumah jabatan Bupati juga ada. Bangunan megalitik di Sumba umumnya berupa kubur batu yang dihiasi arca dan relief-relief menarik. Karena percaya dengan konsep kehidupan setelah mati, orang Sumba tak pernah bisa jauh dari kerabat yang telah meninggal dan untuk menjaga kedekatan itu mereka mendirikan batu kubur tepat di depan rumah-rumah mereka. Rumah adat dan batu kubur adalah satu paket yang tak terpisahkan, rumah sebagai tempat inggal yang masih hidup dan batu kubur sebagai tempat tinggal yang telah almarhum. Batu kubur selalu dibuat besar dan megah, selain sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur sekaligus sebagai cerminan kebesaran dan kebangsawanan pemiliknya, jadi semacam simbol status juga. Sumber: http://wisata.dapurselekta.online/2020/12/03/batu-kubur/
Di Kabupaten Sumba Barat terdapat sebuah peninggalan megalitikum berupa sebuah batu yang membentuk suatu pola hias dengan pahatan tiga dimensi berbentuk arca dan dua dimensi berbentuk relief. Pola hias ini sangat variatif, juga dipengaruhi zaman hingga menjadi kian kreatif. Ada yang berupa sulur-sulur, huruf “S”, dan lingkaran memusat yang oleh para ahli dikatakan sebagai warisan zaman pra sejarah. Ada pula yang menggambarkan tokoh manusia, binatang serta pola-pola geometris dari era yang lebih muda. Perkembangan bentuk pola hias megalitik Sumba sangat dipengaruhi oleh kepercayaan religius serta status pemiliknya. Sifat kehalusan dan kebijaksanaan seorang bangsawan biasanya dipahat dengan simbol hewan atau benda alam seperti bulan dan bintang. Sementara sifat keagungan dan kebesarannya disimbolkan dengan benda-benda seperti tombak, parang, pedang serta bermacam ragam perhiasan. Hewan piaraan yang mereka miliki juga menjadi sumber inspirasi. Semakin kaya seorang raja, semakin megah...
Batu kubur besar berupa meja batu (dolmen) yang ditopang oleh beberapa batu bulat yang berfungsi sebagai kaki atau penyangga. Watu pawa’i ada yang berkaki empat, bekaki enam bahkan ada pula yang berkaki banyak. Biasanya menjadi kuburan raja-raja dan golongan bangsawan. Akan tetapi watu pawa’i ini tidak selalu menjadi kuburan, ada juga yang dibangun hanya sebagai monumen agung. Yang berfungsi sebagai kuburan biasanya dilengkapi batu kubur berukuran lebih kecil yang ditempat persis di bawah watu pawai. sumber: http://wisata.dapurselekta.online/2020/12/03/peninggalan-megalitik/
Watu Kuoba Berupa batu utuh yang dipahat membentuk peti dengan lempengan batu lebar sebagai penutup. Batu jenis ini ada yang berhias ada pula yang tidak. Pola hiasnya lebih sederhana dan terletak pada bagian peti batu. Umumnya dipakai sebagai kuburan golongan menengah dan keluarganya. sumber: http://wisata.dapurselekta.online/2020/12/03/peninggalan-megalitik/
Batu kubur jenis ini terbentuk dari 6 lempengan batu yang disusun menjadi peti batu. satu sebagai dasar, satu sebagai penutup dan empat lainnya diletakkan di masing-masing sisi. Koru Watu biasanya langsung diletakkan di atas tanah tanpa perlengkapan lainnya. sumber: http://wisata.dapurselekta.online/2020/12/03/peninggalan-megalitik/
Bentuknya sederhana, hanya berupa lempengan batu tanpa kaki yang langsung diletakkan di tanah. Ada beragam model Watumanyoba: lempengan segi empat, persegi panjang, bulat telur dan lainnya. Watumanyoba umumnya digunakan sebagai kuburan para hamba, sehingga sering kali ditemukan bersisian dengan kuburan para raja. http://wisata.dapurselekta.online/2020/12/03/peninggalan-megalitik/
Batu tegak lurus (penji) berhiaskan beragam ukiran. Biasanya merupakan pasangan batu kubur lain, terutama dari jenis Watu Pawa’i. Berfungsi sebagai pernanda arah kepala atau kaki si mayat sekaligus sebagai simbol bangsawan. http://wisata.dapurselekta.online/2020/12/03/peninggalan-megalitik/