Pa'ara' Dena' I menyerupai bulu dada pada burung pipit. Dalam mitos orang Toraja, burung Pipit dianggap sebagai hewan yang tidak jujur dan sebagai hewan perusak tanaman padi. Makna Supaya manusia menempuh kehidupan dengan sikap dan pendirian yang jujur. Sumber: https://www.kompasiana.com/heriyanto_rantelino/mengenal-ragam-10-ukiran-toraja-dan-makna-filosofinya
Pa'kangkung; menyerupai pucuk daun kangkung. Makna Agar manusia membaktikan dirinya tidak hanya bagi diri sendiri tetapi buat orang-orang di sekitarnya. Diharapkan pula agar keluarga sehat dan murah rejeki seperti sayur kangkung yang tumbuh subur. Sumber: https://www.kompasiana.com/heriyanto_rantelino/mengenal-ragam-10-ukiran-toraja-dan-makna-filosofinya
Pa'barana' I berasal dari kata Baranaq yang artinya pohon beringin. Makna Agar keturunan dapat memperoleh rejeki dan berkembang seperti halnya pohon beringi yang selalu tumbuh dengan lebatnya dan juga diharapkan nantinya muncul keturunan yang bisa menjadi pemimpin dan melindungi rakyat umum. Sumber: https://www.kompasiana.com/heriyanto_rantelino/mengenal-ragam-10-ukiran-toraja-dan-makna-filosofinya
Ne' Limbongan berasal dari kata Limbongan ; sumber mata air yang tidak pernah kering yang dapat memberi penghidupan segar kepada alam dan manusia. Makna Orang Toraja bertekad memperoleh rezeki dari empat penjuru mata angin bagaikan mata air yang bersatu dalam danau dan memberi kebahagiaan bagi anak cucu kelak. Sumber: https://www.kompasiana.com/heriyanto_rantelino/mengenal-ragam-10-ukiran-toraja-dan-makna-filosofinya
Pa'tanduk Re'pe, ukiran ini menyerupai tanduk kerbau. Ukiran ini ditempatkan di segala sisi rumah adat Toraja sebagai kenang-kenangan kepada kerbau dimana kerbau dipandang sebagai simbol status sosial dalam masyarakat. Makna Tanda perjuangan hidup agar dapat menemukan ketentraman dalam hasil jerih payah dan juga dalam menemukan harta yang berharga seperti nilaikerbau bagi masyarakat Toraja. Sumber: https://www.kompasiana.com/heriyanto_rantelino/mengenal-ragam-10-ukiran-toraja-dan-makna-filosofinya
Dapur Orang Bugis Makasar Istilah dapur (tradisional) disini mencakup pengertian dapur sebagai ruang /bangunan, tempat menyimpan peralatan masak dan tempat berlangsungnya kegiatan makan minum. Eksistensi dapur ini timbul bersamaan dengan diketemukannya api oleh manusia. Dapur bagi orang Bugis-Makassar sangat dekat dengan proses dan eksistensi keluarga. Keluarga yang masih “hidup” dapat ditengarai dengan dapur yang masih berasap. Sebaliknya sebuah dapur yang sudah tidak berasap lagi menandakan bahwa keluarga pemilik dapur sudah mati. Dapur tradisional Bugis-Makasar pada umumnya berbentuk segi empat, mengikuti filsafat orang Sulawesi Selatan yang disebut “Sulapa Eppa” yang artinya “Yang dianggap paling sempurna adalah yang bersegi empat”. Bentuk formasi bangunan untuk perletakan tungku ada yang terbuat dari kayu dan ada pula yang diletakkan diatas lantai rumah secara berdampingan. Bangunan dapur tradisional Bugis-Makasa...
Tungku masak yang digunakan kebanyakan masih menggunakan tiga batu yang diatur diatas lantai yang sudah diberi pasir atau tanah. Dalam satu dapur bisa berderet dua sampai tiga buah tungku. Bila masih memerlukan tungku lagi, dibuatlah tungku yang terpisah dengan dapur yang disebut dapo (Bugis) atau palu (Makasar) yang mudah dipindah-pindahkan. Sumber: https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=234556916642189&id=174778575953357
Tungku masak yang digunakan kebanyakan masih menggunakan tiga batu yang diatur diatas lantai yang sudah diberi pasir atau tanah. Dalam satu dapur bisa berderet dua sampai tiga buah tungku. Bila masih memerlukan tungku lagi, dibuatlah tungku yang terpisah dengan dapur yang disebut dapo (Bugis) atau palu (Makasar) yang mudah dipindah-pindahkan. Di beberapa daerah di Sulawesi bagian Selatan, palu yang mempunyai bentuk seperti perahu dengan tiga tatakan sangat dominan dipakai. Sedangkan untuk wilayah utara cukup bervariasi, diantaranya: formasi tiga batu, bentuk silinder, dua besi panjang sejajar, dan lain sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya, dapur tersebut bergeser ke ruang belakang dan dibuatkan bangunan tambahan khusus dibagian belakang atau bagian sebelah kiri bangunan induk. Bangunan khusus untuk dapur ini disebut Jongke atau Bola Dapureng. Sumber: https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=234556916642189&id=174778575953357
Jongke ini merupakan tempat pelaksanaan kegiatan penyediaan makanan dan minuman keluarga atau tamu, serta tempat untuk menyimpan makanan dan peralatan masak. Sumber: https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=234556916642189&id=174778575953357