Naskah Bujangga Manik adalah naskah primer, yang merupakan peninggalan dari naskah berbahasa Sunda yang sangat berharga. Naskah ini ditulis dalam daun nipah, dalam puisi naratif berupa lirik yang terdiri dari 8 suku kata. Naskah ini seluruhnya terdiri dari 29 daun nipah, yang masing-masing berisi 56 baris kalimat yang terdiri dari 8 suku kata. Yang menjadi tokoh dan yang menulis naskah ini adalah Prabu Jaya Pakuan alias Bujangga Manik , seorang resi Hindu dari kerajaan Sunda. Walaupaun ia seorang prabu (keluarga raja/ bangsawan) dari keraton Pakuan Pajajaran, ia lebih suka menjalani hidup sebagai seorang resi. Bujangga Manik melakukan perjalanan 2 kali ke negeri Jawa. Pada perjalanan kedua, ia singgah di Bali untuk beberapa lama serta ke pulau Sumatra dan akhirnya ia bertapa di sekitar gunung Patuha sampai ia meninggal. Bujangga Manik dalam nask...
Naskah ini ditulis pada tahun 1440 saka atau 1518 M, dalam bahasa Sunda kuno, yang ditulis dalam daun nipah. Naskah ini oleh sebagaian ahli dianggap sebagai pustaka ensiklopedik, yang sekarang tersimpan di Perpustakaan Nasional, kropak 630). Isi naskah ini dibagi 2 bagian. Yang pertama disebut dasakreta selaku ”kundangeun urang rea” (ajaran akhlak untuk semua orang). Sedang yang kedua disebut darma pitutur, yang berisi ilmu pengetahuan (bahasa sunda = pangaweruh) yang harus dimiliki oleh setiap manusia agar hidup berguna di dunia. Meskipun dalam naskah ini berjudul karesian, isinya tidak hanya berkenaan dengan kaum agama, tetapi banyak bertalian dengan kehidupan menurut ajaran darma. Dan yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan ada dalam darma pitutur, seperti apa yang diungkapkan dalam pengantarnya: ” Kitu keh urang janma ini lamun dek nyaho dipuhun suka lawan en...
Carita Purnawijaya merupakan karya sastra Sunda yang menceritakan tentang perjalanan Purnawijaya ke Neraka. Purnawijaya adalah yaksa (buta) yang mendapat pengajaran dari sang dewa utama mengenai bertingkah laku jahat. Setelah itu Purnawijaya diajak melihat neraka sehingga mengetahui siksa yang akan dijalani oleh manusia yang banyak dosa. Naskah ini disimpan di Perpusnas (2 karopak 413 dan 423) menggunakan bahasa Sunda kuno dan tulisan Sunda kuno, yang diukir dalam daun palm, dan dibuat kirakira pada abad ke17 M. Naskah yang di karopak 423 ada 39 lembar. Sumber : sundasiabah.blogspot.co.id/2011/08/naskah-peninggalan-dan-naskah-kuno-yang.html
Suatu naskah yang berbentuk pantun yang di tulis oleh pujangga yang bernama Kairaga , dari gunung Srimanganti, Cikuray. Naskah ini diperkirakan ditulis pada akhir abad ke-17 M atau awal abad 18 M dalam bahasa Sunda, yang dapat ditemukan pada Karopak 410. Naskah ini menceritakan dengan indah tentang kepindahan ratu Ambetkasih, istri Sribaduga maharaja Jayadewata dan selirnya, dari istana Galuh ke istana Pakuan. Sumber : sundasiabah.blogspot.co.id/2011/08/naskah-peninggalan-dan-naskah-kuno-yang.html
Prasasti Kebantenan berupa 5 lempeng perunggu, yang ditemukan di Desa Kebantenan, Kabupaten Bekasi, Proinsi Jawa Barat. Prasasti ini ditemukan oleh penduduk Desa Kebantenan kemudian dibeli oleh Raden Saleh dan kini menjadi koleksi Museum Nasional dengan nomor inventaris E.1, E2, E.3, E.4, dan E.5). Prasasti ini menerangkan Bahwa Raja Sunda yang memerintah di Pakuan Pajajaran menetapkan desa sima perdikan karena dijadikan sebagai tempat suci milik raja. Tertulis: Raja Rahyang Niskala Wastu mengirimkan perintah melalui Hyang Ningrat Kancana kepada Susuhunan Pakuan Pajajaran untuk mengurus daerah larangan, yaitu Jayagiri dan Sunda Semabawa. Raja tinggal di Pakuan, dari sebuah tanah sakral (tanah devasasana); perbatasan yang sudah mapan, dan tanah itu tidak boleh dibagikan karena pelabuhan devasana menyediakan tempat pemujaan, yang merupakan milik raja. Sri Baduga Maharaja, yang memerintah di Pakuan, memberi aturan sanksi di sebuah tempat suci (tanah devasana) di Gunu...
Cirebon merupakan daerah di Kawasan Pantura Jawa Barat yang masih kental dengan sejarah dan budaya serta kuliner. Selain keraton dan situs, naskah kuno juga menjadi salah satu bukti kuat bagaimana perjalanan dan perkembangan Cirebon beberapa abad silam. Salah satunya, naskah kuno yang berada di Desa Nusaherang Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Naskah itu adalah Naskah Kembang Cangkok Wijayakusuma dan Tarekh Bima Suci (Ajaran Tasawuf yang disimbolkan dalam lakon pewayangan). "Naskah ini membuktikan bahwa warga Desa Nusaherang masih memiliki kekerabatan keturunan dengan Keraton Kanoman. Saya sudah verifikasi silsilahnya dan memang ada dan tercatat," kata Sejarawan Cirebon Opan Safari, Kamis (12/5/2016). Ia menyebutkan, dalam naskah tersebut ditulis menggunakan Arab Pegon (tulisan arab berbahasa Cirebon dan Carakan (aksara Jawa)). Isi dalam naskah tersebut, terdapat ajaran Tarekat hingga silsilah murni ke...
PUPUH I Hayam Wuruk, raja Majapahit ingin mencari seorang permaisuri untuk dinikahi. Maka beliau mengirim utusan-utusan ke seluruh penjuru Nusantara untuk mencarikan seorang putri yang sesuai. Mereka membawa lukisan-lukisan kembali, namun tak ada yang menarik hatinya. Maka prabu Hayam Wuruk mendengar bahwa putri Sunda cantik dan beliau mengirim seorang juru lukis ke sana. Setelah ia kembali maka diserahkan lukisannya. Saat itu kebetulan dua orang paman prabu Hayam Wuruk, raja Kahuripan dan raja Daha berada di sana hendak menyatakan rasa keprihatinan mereka bahwa keponakan mereka belum menikah. Maka Sri Baginda Hayam Wuruk tertarik dengan lukisan putri Sunda. Kemudian prabu Hayam Wuruk menyuruh Madhu, seorang mantri ke tanah Sunda untuk melamarnya. Madhu tiba di tanah Sunda setelah berlayar selama enam hari kemudian menghadap raja Sunda. Sang raja senang, putrinya dipilih raja Majapahit yang ternama tersebut. Tetapi putri Sunda sendiri tidak banyak berkomentar. Maka...
Naskah ini berbahan kertas Eropa berjumlah 23 halaman berukuran 21,2 x 33, 9 cm. Berisikan tata cara berbahasa Sunda, ditulis tegak lurus dalam bentuk prosa menggunakan pena warna hitam dengan aksara Cacarakan (huruf Jawa – Sunda) dan berbahasa Sunda. Teks masih dapat dibaca dengan baik ditulis didalam ruang tulis yang berukuran 16,9 cm hurufnya berukuran 0,6 cm dengan jarak spasi 0,2 cm sebanyak 22 baris per halaman. Pada halaman awal ada angka 12. Keseluruhan naskah masih dalam keadaan baik, namun jilid disamping mulai copot, dijilid dengan jilid tali. Nama pengarang dan penyalin, serta keterangan tentang tempat, tanggal dan tahun penulisan belum banyak diketahui. Naskah ini sekarang tersimpan dan terawat dengan baik di Perpusnas, dengan nomor naskah SD 76 dan nomor roll film 492.19.
Pada prosesnya, naskah yang berjudul Babad Lombok; Babad Palawija kaliyan Palawose ini diperoleh dari mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Artati Sudirdjo, yang menjabat sekitar awal 1960an. Beliau mempersembahkan naskah ini kepada museum Nasional pada tahun 1978. Naskah ini awalnya merupakan koleksi Ir. J.L. Moens, seorang kolektor naskah kuno. Saat ini tersimpan di Perpustakaan Nasional RI dengan kode naskah AS 5 dan nomer Rol 132.02. Ditulis dengan aksara Jawa dan bahasa Jawa. Naskah ini memiliki 570 halaman dan berukuran 34 x 22 cm. Teksnya menceritakan asal mula cabe dan tanaman lainnya seperti kedelai, singkong, ubi, kacang, dan sebagainya, sehingga naskah ini termasuk ke dalam kategori naskah yang menceritakan tentang ilmu pengetahuan khususnya mengenai tanaman konsumsi. Di beberapa halaman terdapat ilustrasi lakon wayang. Sumber: http://aksakun.org/