jangjawokan sunda Seureuh seuri Pinang nanggeng Apuna galugaet angen Gambirna pamuket angen Bakona galuge sari Coh nyay, parupat nyay, loeko lenyay Cucunduking aing taruk harendong Cucunduking aing taruk paku hurang Keuna asihan awaking Asihan si leuget teureup Kalimat diatas merupakan jangjawokan yang biasa digunakan urang sunda buhun ketika hendak nyepah (nyeupah), digerenteskeun atau di ucapkan dalam hati. Jangjawokan digunakan pada setiap kali kegiatan, bahkan menjadi tertib hidup. Misalnya untuk bergaul, bekerja sehari-hari, dan berdoa. Laku demikian dimungkinkan karena faktor masyarakat Sunda yang agraris selalu menjaga harmonisasi dengan alam. Konon pula seluruh nu kumelendang dialam dunya dianggap memiliki jiwa. Tertib dan krama hidup misalnya berhubungan dengan padi (beras). Ada jangjawokan yang digunakan sejak menanam bibit, ngaseuk, tandur, panen, nyiuk beas, nyangu, mawa beas ticai, ngisikan, seperti salah satu contoh dibawah ini : Jampe Nyimpen Beas...
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Cisadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara. Prasasti Ciaruteun ditemukan di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada koordinat 6°31'23,6" LS dan 106°41'28,2" BT. Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir ) yang diapit oleh tiga sungai: Cisadane, Cianten, dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara". Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasion...
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan di tepi sungai Ciaruteun, tidak jauh dari sungai Cisadane, Bogor. Prasasti tersebut merupakan peninggalan kerajaan Tarumanagara. Prasasti Ciaruteun ditemukan di Desa Ciaruteun Ilir, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor; tepatnya pada koordinat 6°31'23,6" LS dan 106°41'28,2" BT. Tempat ditemukannya prasasti ini merupakan bukit (bahasa Sunda: pasir ) yang diapit oleh tiga sungai: Cisadane, Cianten, dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat ini masih dilaporkan sebagai Pasir Muara, yang termasuk dalam tanah swasta Tjampéa (= Ciampea, namun sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang). Menurut Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara parwa 2, sarga 3, halaman 161 disebutkan bahwa Tarumanagara mempunya rajamandala (wilayah bawahan) yang dinamai "Pasir Muhara". Prasasti Ciaruteun dilaporkan oleh pemimpin Bataaviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (sekarang Museum Nasion...
Lokasi Prasasti Kebonkopi I ditemukan di Kampung Muara, desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor, pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi. Sejak itu prasasti ini disebut Prasasti Kebonkopi I hingga saat ini masih berada di tempatnya (in situ). Penemuan Prasasti Kebonkopi pertama kali dilaporkan oleh N.W. Hoepermans pada tahun 1864 yang kemudian disusul pendeta J.F.G. Brumun (1868), A.B. Cohen Stuart (l875), P.J. Veth (l878, 1896), H. Kern (1884, 1885, 1910), R.D.M. Verbeek (1891) dan J.Ph. Vogel (1925). Bahan Prasasti Kebonkopi dipahatkan pada salah satu bidang permukaan batu yang “batunya” cukup besar dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang disusun ke dalam bentuk seloka metrum Anustubh yang diapit sepasang pahatan gambar telapak kaki gajah.
Terdapat gambar sepasang kaki dengan tulisan ‘gagah mengagumkan dan jujur terhadap tugas adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang termasyur Sri Purnawarman yang memerintah di Taruma dan baju zirahnya yang terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Inilah sepasang kakinya, yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi musuhnya. Prasasti Jambu terletak di Pasir Sikoleangkak (Gunung Batutulis ±367m dpl) di wilayah kampung Pasir Gintung, Desa Parakanmuncang, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Koordinat 0°15’45,40” BB (dari Jakarta) dan 6°34’08,11”. Dahulu pada masa kolonial Belanda lokasi ini termasuk Perkebunan Karet Sadeng-Djamboe tetapi sekarang disebut PT.Perkebunan XI Cikasungka-Cigudeg- Bogor. Penemuan Prasasti Jambu ditemukan pertamakali tahun 1854 oleh Jonathan Rigg dan dilaporkan kepada Dinas Purbakala tahun 1947 (OV 1949:10)...
Prasasati Kawali adalah Salah satu bukti hadirnya kerajaan Sunda Galuh semasa Prabu Niskala Wastukencana yang berada di Kawasan Astana Gede Kawali seluruhnya berjumlah 6 buah. Prasasti ini beraksara sunda kuno. Pada baris kelima tertera " Mahayunan Ayuna Kadatuan" yang artinya pembangunan untuk kebahagiaan daerah.
Beraksara cacarakan, bahasa Jawa.Teks ditulis hanya pada satu muka, sebanyak 4 baris, jarak antara baris 0,6 cm. Teknik penulisan dengan cara digoreskan menggunakan ujung pahat. Berisi pesan yang ditunjukan kepada sembah dalem Adipati Kusumahdinata dan Rd. Rongga Pingitan Adipati dukuh Wanasigra, agar jangan terjadi perang saudara kepada Adipati Kusumahdinata berpesan agar tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan perselisihan, sedangkan kepada Adipati dukuh Wanasigra berpesan agar mengalah supaya tidak terjadi persengketaan diantara saudara sekandung. Penulis meminta maaf karena telah berani memberi nasehat kepada Adipati Kusumahdinata
Keadaan naskah cukup baik, lengkap, jelas, dan masih dapat dibaca. Naskah ini berukuran 17 x 11 cm dengan ukuran ruang rulisan 13x8 cm, jumlah baris per halaman 11 baris ditulis di atas kertas Eropa berwarna putih kecokelatan. Naskah ini teksnya berbentuk puisi, tembang pupuh yang diawali dengan Pupuh Kinanti, dan ditulis dengan tinta berwarna hitam dan merah. Naskah ini berasal dari Cirebon IsiKandungan Naskah Teks naskah Babulhak Nyimas Gandasari berisi tentang perjuangan Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat sampai mendirikan kerajaan Islam di Cirebon yang dipimpin olehnya. Sunan Gunung Jati adalah raja yang arif dan bijaksana sehingga kuwu-kuwu di wilayah Cirebon tunduk dan patuh kepadanya kecuali Palimanan. Salah satu wilayah Kerajaan Cirebon adalah Panguragan, dipimpin oleh seorang wanita cantik bernama Nyimas Gandasari, meski sudah dikalahkan oleh raja dari Syam dia belum bersedia untuk menikah sehingga Sunan Gunung Jati menyarankan agar m...
Keadaan naskah cukup baik, lengkap, dan masih dapat dibaca. Naskah ini berukuran 19,5 x 31,4 cm dengan ukuran ruang tulisan 12,5 x 17 cm, jumlah baris per halaman 14 s.d. 15 baris, beberapa halaman hanya terdiri 5 baris. Naskah ini teksnya berbentuk prosa, tulisan jelas karena hurufiiya besar serta tintanya berwarna hitam, jarak antar baris sekitar 1,7 cm. Naskah ini berasal dari Majalengka, disalin oleh 1 orang penyalin, berupa naskah keagamaan sehingga sering digunakan dalam pengajian. Isi Kandungan Naskah Isi teks naskah ini berisi tata cara atau kaidah-kaidah dalam membaca Al-Quran, sehingga disebut Naskah Nahwu Shorof. Selain itu, naskah ini berisi pula tafsirAl-Quran. Teks naskah ini terdiri dari beberapa teks (judul) yang berisi tentang: KitabSarafAl-Kailani Kitab AI-Awamil Kitab Jurumiah Syarah Mukhtashar Al-Awamil