Ulos Jugia disebut juga “ulos naso rapipot atau pinunsaan”. Yang biasanya dipakai bapak-bapak. Jenis ulos ini menurut keyakinan Orang Batak tidak dapat dipakai oleh sembarangan orang, kecuali orang yang sudah Saurmatua yaitu semua anaknya laki-laki dan perempuan yang sudah kawin dan punya anak.
Ulos Sibolang merupakan sebuah simbol awal mula diciptakannya sandang bagi Orang Batak. Sebelum diciptakannya kain Ulos Sibolang, Orang Batak menggunakan kulit kayu sebagai penutup tubuh. Ulos Sibolang merupakan sebuah permulaan tentang bagaimana nenek moyang Orang Batak membuat kain sebagai tanda kemajuan dalam upaya melindungi dan menutupi tubuh. Ulos Sibolang memiliki beberapa jenis corak dengan komponen warna dalam sehelai kain Ulos Sibolang meliputi biru dan hitam, serta pinggiran (gading) berwarna putih, merah, atau kuning pucat. Dulu, proses pengerjaan satu helai kain Ulos Sibolang memakan waktu kurang lebih satu tahun, setara dengan proses pembangunan satu Rumah Bolon. Kini, Ulos Sibolang kerap digunakan sebagai pakaian pesta karena memiliki nilai jual yang mahal.
Ulos Harangguan dinobatkan sebagai ulos yang khusus digunakan oleh pemimpin atau seseorang yang memiliki jabatan penting. Ulos Harangguan memiliki gabungan motif dari semua ulos sehingga dianggap mewakili ulos sebagai satu kesatuan. Baik dari ketua kelompok, kepala desa, camat, bupati, hingga presiden dapat diberikan ulos ini karena merepresentasikan pemimpin.
Ketiga ulos ini merupakan sebuah pusaka dari nenek moyang Orang Batak. Ketiga motif ini dipercaya sebagai perantara Orang Batak dalam usaha mengabulkan permintaan, antara lain kesembuhan atas penyakit, jodoh, dan memperoleh keturunan. Ulos tersebut digunakan dalam berbagai pesta, khususnya saat pesta kelahiran karena dipercaya sebagai ulos yang membawa keberkahan dan memberikan hal-hal positif di dalam kehidupan.