Dalam dunia perkerisan, dikenal istilah pamor daden. Pamor daden adalah pamor atau “cahaya” yang terbentuk secara spontan, tanpa rekayasa sang empu pembuat keris. Menurut percobaan yang dilakukan, keris biasanya memiliki kandungan radioaktivitas yang tinggi, oleh karenanya perlu ada cara untuk menetralkannya. Salah satu cara menetralkan bahaya radiasi itu dengan menyarungkan bilah keris ke dalam rangka kayu tertentu. Kayu-kayu yang biasa digunakan adalah kayu Timoho, Trembalu, Cendana, Awar-awar, Galih asem, Liwung, atau gading gajah. Selain itu, ada pula istilah pamor rekan atau pamor buatan. Pamor rekan adalah jika sejak awal pembuatan keris, sang empu keris menginginkan “cahaya” tertentu dari kerisnya. Ciri khas keris Solo, biasanya memiliki aksesoris banyak yang bertahtakan emas berlian serta berangka kayu cendana wangi. Dalam budaya Jawa tradisional keris tidak hanya dianggap sebagai senjata tradisional yang memiliki keunikan bentuk dan pamor...
Kudhi bagi masyarakat Banyumas adalah salah satu perkakas yang serba guna, selain juga sebagai senjata tajam yang digunakan untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam. Dan sebagai sub budaya masyarakat Jawa, masyarakat Banyumas (dan seperti kebanyakan masyarakat Jawa) didalam kesehariannya selalu menggunakan simbol-simbol atau lambang. Simbol atau lambang tersebut bisa berbentuk benda, tulisan, ucapan maupun upacara dan kesenian, salah satunya Kudhi. Kudhi yang dianggap memiliki daya linuwih ini hanya dipakai sebagai senjata jimat. Sebab kudhi semacam ini jarang dan sangat sulit didapat. Masyarakat Banyumas sering menyebutnya dengan Kudhi Trancang. Ada beberapa macam kudhi yang ada di Banyumas yaitu Kudhi Biasa atau yang sering dipakai untuk segala keperluan. Kudhi ini memiliki ukuran panjang 40 cm dan lebar 12 cm. Kemudian Kudhi Melem, kudhi yan pada bagian ujungnya seolah-olah berbentuk ikan melem. Ukurannya lebih kecil kira-kira 30 cm panjangnya dan lebar 10 cm. Kudhi...
Golok atau bedog sunda sangat beragam, karena tiap daerah di Jawa Barat memiliki variasi bentuk tersendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan, fungsi, dan karakteristik masing-masing masyarakat penggunanya. Golok (bedog) sunda umumnya memiliki bilah dengan panjang lebih kurang 30 cm sampai dengan 40 cm, namun ada pula bilah golok yang berukuran pendek atau kurang dari 30 cm. Golok (bedog) sunda yang memiliki panjang bilah lebih dari 40cm disebut kolewang atau gobang. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/senjata-tradisional-jawa-barat/
Golok Pameuncitan memiliki panjang 25-27 cm dan lebar 3 cm. Lazim digunakan untuk menyembelih hewan, karena pameuncitan diambil dari kata ‘peuncit’ yg dalam bahasa sunda artinya sembelih. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/senjata-tradisional-jawa-barat/
Golok Pamoroan panjangnya 40-50 cm dan lebarnya 3,5 cm. Lazim digunakan sebagai golok untuk berburu, dikenal juga jaman sekarang dengan nama internasional survival golok. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/senjata-tradisional-jawa-barat/
Golok Tani memiliki panjang 25-30 cm dan lebar 4 cm. Umumnya digunakan untuk berkebun dan bertani, pokoknya segala kegiatan di ladang. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/senjata-tradisional-jawa-barat/
Golok Pamugeulan memiliki panjang 23 – 24,5 cm dan lebar 6 cm. Umumnya digunakan untuk menebang pohon atau kegiatan2 berat, dikenal sebagai golok. kelapa pada jaman sekarang. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/senjata-tradisional-jawa-barat/
Golok Sotogayot memiliki panjang 25 – 27 cm dan lebar 6 cm. Umumnya digunakan untuk memotong bilah2 bambu atau untuk pengerjaan material bambu. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/senjata-tradisional-jawa-barat/
Golok Dapur memiliki panjang 20 – 23 cm da lebar 4 cm. Digunakan untuk jenis kegiatan masak memasak dan aktifitas dapur, tapi bukan golok daging, karena golok daging sudah disebut sebagai pameuncitan. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/senjata-tradisional-jawa-barat/